KABARBURSA.COM - Harga batu bara global kembali melemah pada perdagangan Kamis waktu setempat atau Jumat dinihari WIB, 3 Oktober 2025. Pelemahan ini menambah deretan tren negatif yang sudah berlangsung tiga hari beruntun.
Di bursa ICE Newcastle untuk kontrak pengiriman terdekat, harga si “batu hitam” ditutup di level USD104,85 per ton, terkoreksi 0,66 persen dibanding hari sebelumnya. Secara akumulasi, dalam tiga hari terakhir harga sudah terpangkas hampir 2 persen, sementara dalam sebulan terakhir penurunan mencapai nyaris 3 persen.
Penurunan harga ini tidak lepas dari kombinasi dua faktor utama, yaitu pasokan melimpah di pasar internasional serta pelemahan permintaan yang terus menekan. Tren transisi energi global mempercepat proses ini, dengan banyak negara maju yang kian membatasi penggunaan batu bara demi alasan keberlanjutan lingkungan.
Di Eropa, harga batu bara di pasar Rotterdam bahkan melemah lebih dari 1 persen, menyentuh titik terendah sejak Februari tahun lalu. Sepuluh tahun lalu batu bara masih menyumbang seperempat bauran energi Benua Biru, tetapi kini kontribusinya sudah menyusut ke bawah 10 persen dan praktis hanya dipakai sebagai sumber cadangan saat energi terbarukan tidak optimal.
Sideways dengan Potensi Konsolidasi
Dari sudut pandang teknikal harian, batu bara sebenarnya masih dalam zona bullish. Hal ini terlihat dari nilai Relative Strength Index (RSI) di 56, yang berada di atas ambang 50, menandakan tren masih cenderung positif.
Namun, sinyal kehati-hatian muncul karena indikator Stochastic RSI sudah menyentuh 100, level jenuh beli (overbought). Kondisi ini membuka kemungkinan koreksi jangka pendek atau setidaknya pergerakan sideways.
Untuk perdagangan hari ini, harga diperkirakan bergerak di rentang sempit dengan area support di kisaran USD103–101 per ton, sedangkan resisten berada di USD106–109 per ton.
Dengan momentum teknikal yang terbatas, pasar kemungkinan akan menunggu katalis baru, baik dari sisi permintaan Asia maupun kebijakan energi global.
Bagi pasar saham Indonesia, sektor batu bara tetap menjadi salah satu sorotan utama karena kontribusi besar emiten tambang terhadap IHSG. Meski harga global melemah, beberapa saham unggulan seperti Adaro Energy Indonesia (ADRO), Bukit Asam (PTBA), Indo Tambangraya Megah (ITMG), dan Harum Energy (HRUM) masih patut diperhatikan.
Investor domestik cenderung menilai bukan hanya harga spot, tetapi juga kontrak jangka panjang serta efisiensi produksi perusahaan.
Dalam jangka pendek, pergerakan saham-saham batu bara bisa tertekan mengikuti tren harga komoditas global. Namun, dukungan dari permintaan domestik dan kontrak ekspor ke pasar Asia, khususnya India dan China, masih memberi bantalan.
Investor disarankan mencermati pergerakan teknikal serta level harga batu bara internasional, karena penembusan di bawah area support dapat mempercepat tekanan pada saham tambang domestik.
Secara keseluruhan, meski batu bara saat ini menghadapi tekanan harga akibat pasokan berlebih dan pergeseran bauran energi, tren jangka menengah masih menyisakan ruang dukungan dari pasar Asia.
Namun, volatilitas tetap tinggi, sehingga investor di sektor tambang perlu berhati-hati, menjaga posisi secara selektif, dan menyesuaikan strategi dengan dinamika harga global.(*)