KABARBURSA.COM - Harga batu bara global kembali mencatatkan penguatan seiring perkembangan regulasi di China. Mengacu data Refinitiv, pada perdagangan Senin, 1 September 2025, harga kontrak batu bara ditutup di level USD 110,8 per ton, naik 1,09 persen dibanding penutupan sebelumnya.
Kenaikan ini menandai reli dua hari beruntun, setelah sehari sebelumnya juga terapresiasi sekitar 1,1 persen. Tren penguatan ini muncul setelah pemerintah China memperketat kebijakan produksi, menyusul kelebihan pasokan pada paruh pertama tahun yang sempat menekan harga di pasar domestik.
Faktor Pendorong dari China
Penurunan produksi batu bara di China menjadi katalis utama. Pada Juli, output batu bara negara itu merosot ke posisi terendah dalam lebih dari satu tahun, setelah sebelumnya naik lebih dari 5 persen sepanjang Januari–Juni 2025. Lonjakan pasokan yang tidak terduga membuat harga jatuh hingga 30 persen secara tahunan di beberapa wilayah.
Untuk meredam tekanan tersebut, Beijing meningkatkan inspeksi dan memberlakukan pembatasan produksi. Laporan Mysteel menunjukkan 54 tambang kokas di Shanxi — provinsi penghasil batu bara terbesar di China — menghentikan atau memangkas produksinya.
Tekanan regulasi ini juga terkait dengan kampanye “anti-involution” dan kekhawatiran soal keselamatan tambang menjelang parade militer pada 3 September.
Dengan suplai yang mulai terbatas, pasar merespons dengan mengerek harga. Bahkan Shenhua Energy, anak usaha dari China Energy Investment Corp., memprediksi laju produksi domestik akan melambat, sementara impor kian tertekan akibat harga domestik yang lebih kompetitif.
Dampak ke Pasar Domestik Indonesia
Kenaikan harga batu bara global memberikan sentimen positif ke saham-saham emiten energi berbasis komoditas ini di Bursa Efek Indonesia. Ada tiga nama yang biasanya paling sensitif terhadap pergerakan harga batu bara:
PT Bukit Asam Tbk (PTBA)
Sebagai BUMN tambang batu bara terbesar di Indonesia, PTBA menjadi barometer utama. Penguatan harga dunia otomatis meningkatkan margin ekspor dan memperkuat posisi keuangan, terlebih ketika produksi domestik tetap stabil.
Untuk PTBA, tren mayor masih berada dalam fase naik. Data dari MarketScreener menunjukkan level support dekat di sekitar Rp 2.160, sementara resistance berada di kisaran Rp 2.640.
Namun, analis menyoroti zona kritis di Rp 2.790–2.800 sebagai area penting yang tengah diuji pasar. Jika level ini mampu bertahan, peluang rebound menuju Rp 2.950–2.970 terbuka lebar.
Meski begitu, posisi moving average 200-hari yang berada di Rp 2.430,7 memberi sinyal kehati-hatian, karena menandakan tekanan jangka panjang yang belum sepenuhnya hilang.
PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO)
Dengan diversifikasi pasar ekspor dan kapasitas produksi besar, ADRO diuntungkan dari harga yang lebih tinggi. Lonjakan harga juga memperbaiki outlook laba bersih dan memperkuat prospek pembagian dividen.
saham ADRO menunjukkan prospek jangka pendek yang lebih optimistis. Tren mayor juga mengarah naik, dengan support di sekitar Rp 1.548 dan resistance di Rp 1.892. Indikator teknikal dari Investing.com dan TradingView memperlihatkan sinyal Strong Buy dalam jangka pendek, ditopang oleh kekuatan RSI dan pergerakan moving average.
Namun, gambaran jangka panjang masih belum sepenuhnya solid. Moving average 200-hari di sekitar Rp 1.861,1 memberi tanda bahwa tekanan jual masih ada, sehingga investor disarankan tetap berhati-hati meski momentum jangka pendek tampak menarik.
PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG)
Emiten dengan basis ekspor yang kuat ini sangat terpengaruh oleh dinamika harga global. Pemulihan harga di atas USD110 per ton memberi ruang lebih besar untuk pertumbuhan kinerja keuangan, terutama setelah sempat tertekan pada paruh pertama tahun ini.
ITMG berada dalam situasi yang berbeda. Analisis dari Investing.com menempatkan saham ini pada sinyal Strong Sell. Moving averages dan indikator teknikal lain lebih banyak mengarah ke sisi negatif, dengan hanya segelintir yang menunjukkan sinyal beli.
Indeks RSI yang berada di kisaran 35 menegaskan tekanan bearish yang kuat. Tidak ada level support maupun resistance yang jelas terkonfirmasi, sehingga gambaran teknikal saat ini lebih banyak didominasi oleh kecenderungan turun.
Bagi investor, kondisi ini menuntut kesabaran, karena potensi pemantulan belum terlihat jelas.
Outlook ke Depan
Pasar memperkirakan harga batu bara masih memiliki ruang penguatan jangka pendek selama China tetap konsisten dengan kebijakan pembatasan produksi. Namun, tren jangka panjang tetap bergantung pada keseimbangan antara kebutuhan energi domestik China, permintaan global, serta arah transisi energi.
Bagi investor, saham-saham batu bara domestik masih berpotensi melanjutkan reli, meskipun volatilitas tetap harus diwaspadai mengingat harga sangat sensitif terhadap kebijakan China dan dinamika pasar energi global.(*)