KABARBURSA.COM - Harga emas dunia kembali menguat tajam pada perdagangan Rabu waktu New York atau Kamis dinihari WIB, 6 November 2025. Penguatan ini sekaligus menandakan kembalinya minat lindung nilai di tengah meningkatnya kekhawatiran atas valuasi pasar saham Amerika Serikat yang dinilai terlalu tinggi.
Harga emas spot naik 1,3 persen ke USD3.983,89 per troy ounce pada pukul 19.30 GMT, sementara kontrak berjangka Desember menguat 0,8 persen dan ditutup di USD3.992,90 per ounce.
Kenaikan emas kali ini menarik karena terjadi di tengah rilis data tenaga kerja Amerika Serikat yang justru lebih kuat dari perkiraan. Laporan ADP menunjukkan adanya penambahan 42.000 lapangan kerja baru, jauh di atas estimasi 28.000.
Secara teori, data tenaga kerja yang kuat seharusnya menekan harga emas karena memperkecil peluang penurunan suku bunga lebih lanjut. Namun, pasar justru bereaksi sebaliknya, di mana investor memilih kembali ke aset aman. Artinya, sedang ada ketidakpastian bukan hanya datang dari arah ekonomi riil, melainkan dari persepsi risiko di pasar keuangan.
Sejumlah analis menilai kenaikan harga emas kali ini mencerminkan kombinasi antara kelelahan pasar saham dan pencarian perlindungan di tengah valuasi yang membengkak.
“Sebagian permintaan safe haven mulai muncul di pertengahan pekan karena pasar saham global masih goyah di tengah kekhawatiran bahwa saham AS sudah terlalu mahal dan sedang terjadi gelembung di sektor kecerdasan buatan,” tulis analis senior Kitco Metals Jim Wyckoff.
Pandangan itu sejalan dengan pergerakan indeks saham Wall Street yang terkoreksi dari rekor tertinggi akibat aksi ambil untung dan kecemasan akan potensi koreksi yang lebih dalam.
Pasar Masih Yakin Suku Bunga Akan Dipangkas Desember 2025
Secara fundamental, emas tetap diuntungkan oleh perubahan arah kebijakan moneter AS. The Federal Reserve baru saja memangkas suku bunga pekan lalu. Meski Ketua Jerome Powell memberi sinyal bahwa itu mungkin menjadi pemangkasan terakhir tahun ini, pasar masih memperkirakan peluang sebesar 63 persen untuk penurunan lagi pada Desember.
Lingkungan suku bunga rendah seperti ini menjadi katalis utama bagi logam mulia yang tidak memberikan imbal hasil. Alasannya, karena menurunkan opportunity cost dalam memegang emas dibandingkan aset berbunga seperti obligasi.
Di sisi lain, isu geopolitik dan ketidakpastian kebijakan perdagangan juga memperkuat permintaan terhadap emas. Pasar menunggu hasil sidang Mahkamah Agung AS terkait legalitas tarif impor era Donald Trump. Sebab, legalitas itu nantinya bisa berdampak besar terhadap tensi perdagangan global.
Jika pengadilan menegaskan pelampauan wewenang pemerintah sebelumnya, implikasinya terhadap rantai pasok dan inflasi bisa kembali memicu volatilitas pasar.
Perak Hingga Paladium Terkerek Lebih dari Dua Persen
Sementara itu, logam mulia lainnya ikut terkerek. Perak melonjak 2,2 persen ke USD48,13 per ounce, platinum naik 1,7 persen ke USD1.561,65, dan paladium menguat 2,4 persen ke USD1.424,22.
Kenaikan serentak di seluruh kompleks logam mulia ini menegaskan bahwa dorongan pasar bersifat lintas aset, bukan hanya sekadar reli teknikal emas. Ini menjadi refleksi dari pergeseran sentimen investor global menuju aset defensif.
Dengan harga emas yang kini kembali mendekati ambang psikologis USD4.000 per ounce, pasar tampaknya sedang menimbang keseimbangan baru antara prospek pemangkasan suku bunga lanjutan dan risiko pembentukan gelembung di pasar ekuitas.
Jika tekanan koreksi di Wall Street berlanjut dan peluang pemangkasan suku bunga kembali naik, momentum emas berpotensi menembus level psikologis tersebut dan menguji rekor baru dalam waktu dekat.(*)