Logo
>

Harga Emas Terkoreksi Dua Persen Tertekan Penguatan Dolar AS

Harga emas turun hampir 2 persen setelah tembus rekor USD4.000, dipicu penguatan dolar AS, aksi ambil untung investor, dan meredanya ketegangan geopolitik pascagencatan senjata Israel–Hamas.

Ditulis oleh Yunila Wati
Harga Emas Terkoreksi Dua Persen Tertekan Penguatan Dolar AS
Ilustrasi emas. Foto: Dok ARCI.

KABARBURSA.COM – Harga emas dunia pada perdagangan Kamis waktu setempat, 10 Oktober 2025, mengalami koreksi yang cukup dalam. Koreksi ini tidak terjadi tiba-tiba, melainkan hasil kombinasi dari faktor fundamental, teknikal, serta sentiment pasar yang berbalik setelah reli besar sebelumnya,

Emas baru saja mencetak sejarah dengan menembus harga di atas USD4.000 per ons dan mencapai rekor di USD4.059,05. Level psikologis seperti ini sering menjadi titik di mana pelaku pasar mengambil keuntungan.

Banyak trader jangka pendek menutup posisi beli mereka setelah reli 52 persen sepanjang tahun, yang pada akhirnya menyebabkan tekanan jual besar-besaran. Begitu harga turun di bawah USD4.000, penurunan teknikal pun dipercepat dengan stop-loss orders dan aksi jual otomatis di pasar berjangka.

Pelemahan harga emas salah satunya didorong oleh penguatan dolar AS (DXY) yang naik sebesar 0,5 persen, mendekati puncak kenaikan dua bulan. Secara ekonomi, Ketika dolar menguat, emas menjadi semakin mahal bagi pembeli dengan mata uang lain. Akibatnya, permintaan tertekan.

Ini kemudian menciptakan efek domino, di mana aliran dana keluar dari aset lindung nilai menuju aset dolar, memperkuat arus jual di pasar logam mulia.

Dorongan lain yang menekan harga emas adalah tercapainya kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Gencatan senjata ini merupakan tahap awal dari inisiatif Presiden AS Donald Trump untuk mengakhiri perang di gaza.

Padahal, ketegangan geopolitik merupakan salah satu pendorong utama reli emas sepanjang tahun, karena logam mulia dipandang sebagai aset safe-haven saat ketidakpastian meningkat.

Dengan meredanya risiko perang, sebagian besar pelaku pasar menilai premi risiko geopolitik menurun, sehingga minat terhadap emas pun surut.

Koreksi Wajar dalam Tren Naik

Jika dilihat secara teknikal, saat ini emas sedang mengalami pullback setelah reli parabolik. Analisis logam Tai Wong menilai, harga emas dan perak kemungkinan akan terkonsolidasi lebih lanjut. Namun, faktor fundamental yang menopang reli, seperti diversifikasi cadangan devisa oleh bank sentral, melonjaknya utang pemerintah glonal, dan aliran dana ke ETF emas, masih utuh.

Artinya, penurunan reli ini lebih menyerupai napas panjang pasar, bukan pembalikan tren jangka panjang.

Dalam konteks makroekonomi, risalah rapat The Fed yang dirilis sehari sebelumnya menunjukkan bahwa bank sentral AS mulai mengakui risiko pelemahan pasar tenaga kerja, yang membuka ruang bagi pemangkasan suku bunga lanjutan.

Meskipun hal ini seharusnya mendukung emas, pasar tampaknya lebih fokus pada faktor jangka pendek, yaitu penguatan dolar dan selera risiko yang pulih pasca gencatan senjata.

Pasar tetap memperkirakan, peluang 95 persen pemangkasan suku bunga akan terjadi pada Oktober dan 80 persen terjadi pada Desember. Hal ini menjadi faktor yang masih berpotensi menjaga prospek bullish emas dalam jangka menengah.

Logam Lain Ikut Terkoreksi: Perak Masih Menguat

Koreksi emas ini juga menyeret logam mulia lain. Perak stagnan di USD48,93 per ons setelah mencetak rekor USD51,22 sehari sebelumnya. Sementara platinum dan palladium masing-masing turun 2,4 persen dan 1,7 persen.

Namun, perak tetap mencatatkan kenaikan sebesar 69 persen sepanjang tahun. Hal ini didorong oleh pasokan yang ketat dan pembelian besar-besaran ETF. Kenaikan ini menjadi sinyal bahwa momentum jangka panjang sektor logam mulia belum sepenuhnya hilang.

Dengan semua faktor di atas, penurunan emas sebesar 2 persen lebih merefleksikan fase profit taking alami setelah reli ekstrem. Diperparah oleh penguatan dolar dan berkurangnya ketegangan geopolitik.

Namun, dasar fundamental, terutama ekspektasi pelonggaran moneter global, inflasi yang masih tinggi, serta strategi diversifikasi cadangan bank sentral, masih mendukung outlook emas yang bullish dalam jangka menengah hingga panjang.

Dan, secara keseluruhan, harga emas terkoreksi bukan karena melemahnya daya Tarik logam mulia secara struktural, melainkan karena kombinasi relaksasi risiko, penguatan dolar, dan tekanan teknikal jangka pendek setelah euphoria rekor USD4.000 per ons.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79