Logo
>

Harga Minyak Melemah, Pasar Khawatir Kelebihan Pasokan

Pasar minyak mentah WTI berjangka belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang meyakinkan, tekanan jual masih mendominasi, bahkan makin kuat dalam jangka pendek.

Ditulis oleh Yunila Wati
Harga Minyak Melemah, Pasar Khawatir Kelebihan Pasokan
Ilustrasi kilang minyak AS yang sedang kelebihan pasokan.

KABARBURSA.COM - Harga minyak dunia kembali tergelincir pada perdagangan Rabu, 15 Mei 2025, menyusul laporan mengejutkan dari pemerintah Amerika Serikat mengenai lonjakan stok minyak mentah pekan lalu. 

Kabar ini sontak memicu kekhawatiran pelaku pasar akan kelebihan pasokan di tengah permintaan global yang belum sepenuhnya pulih.

Kontrak berjangka Brent ditutup turun 54 sen atau sekitar 0,81 persen ke level USD66,09 per barel. Sementara harga minyak West Texas Intermediate (WTI) juga ikut melemah 52 sen atau 0,82 persen ke posisi USD63,15 per barel. 

Kedua acuan utama tersebut sebelumnya sempat menyentuh level tertingginya dalam dua pekan, lantaran terdorong oleh euforia atas pemangkasan sementara tarif antara Amerika Serikat dan China.

Namun, situasi berubah drastis setelah Badan Informasi Energi AS (EIA) merilis data terbaru. Cadangan minyak mentah komersial AS tercatat naik sebesar 3,5 juta barel, menjadi total 441,8 juta barel. 

Angka ini jauh berbeda dari prediksi konsensus analis yang memperkirakan penurunan sebesar 1,1 juta barel. Kenaikan ini turut didorong oleh bertambahnya impor minyak bersih AS sebesar 422.000 barel per hari.

Sehari sebelumnya, data dari American Petroleum Institute (API) bahkan menunjukkan kenaikan yang lebih tinggi lagi, yakni 4,3 juta barel. Data ini, menurut analis UBS Giovanni Staunovo, menjadi beban tambahan bagi pasar yang mulai ragu terhadap keseimbangan antara pasokan dan permintaan.

Sementara itu, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) bersama sekutunya yang tergabung dalam OPEC+ masih terus menambah pasokan ke pasar. Meski demikian, dalam laporan bulanannya, OPEC menurunkan proyeksi pertumbuhan pasokan minyak dari negara-negara non-OPEC seperti Amerika Serikat. 

Namun seperti disampaikan oleh Direktur Energi Berjangka MizuhoBob Yawger, hal itu belum cukup untuk mengimbangi tambahan volume dari kelompok OPEC+. 

"Mereka menambah barel, tetapi tidak mengubah proyeksi permintaan. Kalau terus seperti ini, pasokan bisa menenggelamkan pasar," kata Yawger.

Faktor lain yang turut menekan harga minyak adalah menguatnya nilai tukar dolar AS. Penguatan greenback membuat harga minyak menjadi lebih mahal bagi pembeli dari luar Amerika Serikat, sehingga permintaan global berpotensi tertekan.

Kombinasi dari kenaikan stok yang di luar perkiraan, peningkatan impor, serta penguatan dolar menciptakan tekanan berlapis pada harga minyak. Meski prospek hubungan dagang antara AS dan China mulai membaik, pasar tampaknya masih mencari pijakan yang lebih solid sebelum dapat memproyeksikan tren harga jangka menengah.

Untuk saat ini, pelaku pasar cenderung mengadopsi sikap hati-hati. Tekanan teknikal yang dipicu oleh data fundamental ini membuat harga minyak rentan terhadap fluktuasi tajam, terutama menjelang musim panas ketika permintaan biasanya meningkat. 

Semua mata kini tertuju pada respons OPEC+ dan sinyal dari pasar global mengenai arah keseimbangan baru antara pasokan dan permintaan.

Tekanan Jual Membayangi Minyak WTI

Pasar minyak mentah WTI berjangka belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang meyakinkan. Analisis teknikal terbaru per Rabu malam, 14 Mei 2025, memperlihatkan bahwa tekanan jual masih mendominasi, bahkan makin kuat dalam jangka pendek. 

Sebagian besar indikator teknikal mengarah pada kesimpulan yang sama: pelaku pasar masih memilih untuk melepas posisi.

Berdasarkan data yang dihimpun hingga pukul 22:15 GMT, delapan dari sembilan indikator teknikal utama memberikan sinyal jual. Hanya satu indikator, MACD, yang masih menunjukkan sinyal beli dan itu pun sangat tipis, di kisaran 0,02. Indikator lainnya kompak mencerminkan kondisi pasar yang belum stabil dan masih dibayangi tekanan dari sisi sentimen maupun teknikal.

Relative Strength Index (RSI) berada di angka 43,9, menandakan tren melemah meski belum sepenuhnya masuk zona jenuh jual. Sementara itu, indikator Stochastic dan Stochastic RSI memperlihatkan kondisi yang lebih parah. 

Stochastic RSI hanya berada di kisaran 9,6, artinya pasar saat ini berada dalam kondisi oversold atau terjual berlebihan. Ini biasanya mencerminkan tekanan yang sudah cukup dalam, meskipun bukan jaminan akan ada pembalikan arah dalam waktu dekat.

Indikator lainnya seperti Williams %R dan Commodity Channel Index (CCI) juga menunjukkan sinyal serupa. Williams %R mencatat angka -90, yang menandakan harga berada di titik lemah dalam siklus jangka pendek. 

CCI yang turun hingga -115 pun memperkuat gambaran bahwa harga telah keluar dari rentang normalnya. Tekanan ini diperkuat oleh ADX yang berada di atas 33, mengindikasikan tren turun yang cukup solid.

Sementara itu, dari sisi moving average, sinyal yang muncul belum menggembirakan untuk jangka pendek. Rata-rata pergerakan 5 hari (MA5) hingga 20 hari (MA20) seluruhnya berada dalam posisi jual. Ini artinya, dalam beberapa sesi perdagangan terakhir, harga terus bergerak di bawah rerata pergerakannya, mengonfirmasi tekanan jual yang berlangsung.

Namun tidak semua kabar buruk. Jika melihat ke jangka menengah dan panjang, situasi terlihat lebih berimbang. Moving average untuk periode 100 hingga 200 hari masih memberikan sinyal beli. Ini mengindikasikan bahwa secara struktur jangka panjang, pasar minyak belum sepenuhnya kehilangan arah naiknya.

Di sisi lain, volatilitas tetap tinggi. Indikator Average True Range (ATR) mencatat angka 0,35, yang menunjukkan bahwa pergerakan harian minyak mentah WTI masih cukup tajam. Dalam situasi ini, pasar akan sangat sensitif terhadap rilis data ekonomi global atau perubahan kebijakan dari OPEC+ dan negara-negara produsen utama lainnya.

Menariknya, seluruh level pivot point berada pada angka yang sama, USD63,15, baik dalam pendekatan klasik, Fibonacci, hingga Woodie’s. Ini menandakan bahwa pasar saat ini cenderung flat, belum menemukan arah baru dan menunggu pemicu berikutnya.

Untuk sementara, arah pasar masih berat ke bawah. Mayoritas pelaku pasar memilih untuk menunggu sinyal teknikal yang lebih kuat sebelum kembali masuk. 

Dengan kondisi seperti ini, disiplin pada level support-resistance dan kesiapan merespons berita global akan menjadi kunci dalam beberapa hari ke depan. Dalam dunia minyak yang cepat berubah, pasar bisa bergeser drastis hanya dengan satu kejutan dari sisi pasokan atau geopolitik.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79