KABARBURSA.COM - Harga minyak mentah global melonjak hingga 2 persen pada penutupan perdagangan Kamis, 21 November 2024 waktu setempat atau Jumat dinihari WIB, 22 November 2024.
Melonjaknya harga minyak mentah global terjadi di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina. Sebaliknya, harga Crude Palm Oil (CPO) melanjutkan tren pelemahan, tertekan oleh sentimen negatif terkait permintaan dan produksi.
Mengutip Reuters, harga minyak mentah Brent naik USD 1,42 atau 1,95 persen menjadi USD74,23 per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat (AS) juga naik USD1,35 atau 2 persen, ditutup di USD70,1 per barel.
Kenaikan ini didorong oleh serangan rudal hipersonik yang diluncurkan Rusia ke fasilitas militer Ukraina. Presiden Rusia Vladimir Putin mengancam akan memperluas serangan ke instalasi militer negara-negara yang mendukung Ukraina.
Konflik ini menimbulkan kekhawatiran terhadap potensi gangguan pasokan minyak mentah dari Rusia, yang merupakan salah satu eksportir terbesar dunia.
“Fokus pasar kini beralih pada eskalasi perang di Ukraina. Ketegangan geopolitik ini memicu kekhawatiran besar terhadap stabilitas pasokan energi,” ujar analis komoditas di SEB Ole Hvalbye.
Selain itu, laporan Administrasi Informasi Energi (EIA) AS menunjukkan stok minyak mentah AS naik sebesar 545 ribu barel pekan lalu, mencapai 430,3 juta barel. Data ini turut memengaruhi dinamika pasar, meskipun kenaikan stok lebih kecil dibandingkan ekspektasi.
Sementara itu, langkah OPEC+ untuk menunda peningkatan produksi pada pertemuan 1 Desember mendatang menjadi sorotan lain. Penundaan ini direncanakan akibat lemahnya permintaan global.
Minyak Global Sempat Anjlok
Pada penutupan perdagangan kemarin, harga minyak mentah dunia sempat anjlok.
Melemahnya harga minyak mentah dunia dipicu oleh kenaikan persediaan minyak mentah dan bensin di Amerika Serikat yang melampaui ekspektasi. Meski demikian, kekhawatiran atas konflik geopolitik, khususnya antara Rusia dan Ukraina, membatasi penurunan harga lebih lanjut.
Minyak mentah Brent, patokan internasional, turun 50 sen atau 0,68 persen menjadi USD72,81 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI), patokan Amerika Serikat, untuk kontrak Desember yang berakhir pada Rabu, turun 52 sen atau 0,75 persen ke USD68,87 per barel.
Kontrak WTI Januari yang lebih aktif juga melemah 49 sen atau 0,71 persen menjadi USD68,75 per barel.
Penurunan ini disebabkan oleh laporan Badan Informasi Energi AS (EIA) yang menunjukkan kenaikan persediaan minyak mentah dan bensin lebih besar dari perkiraan. Data ini mencerminkan peningkatan pasokan di tengah permintaan global yang belum menunjukkan pemulihan signifikan.
Di Laut Utara, Equinor Norwegia mengumumkan pemulihan kapasitas penuh di ladang minyak Johan Sverdrup setelah gangguan listrik. Peningkatan produksi ini turut menekan harga minyak global.
Selain itu, permintaan minyak dari Tiongkok, sebagai importir minyak mentah terbesar dunia, masih lesu meskipun pemerintahnya telah mengumumkan langkah-langkah stimulus ekonomi.
“Pengumuman stimulus dari China belum mampu meningkatkan permintaan minyak dalam jangka pendek,” ungkap analis energi Macquarie.(*)
Harga CPO Tertekan oleh Kelebihan Pasokan
Berbanding terbalik dengan minyak mentah, harga kontrak berjangka Crude Palm Oil (CPO) di Bursa Malaysia Derivatives (BMD) terus melemah pada Kamis, 21 November 2024 waktu setempat. Penurunan ini melanjutkan tren negatif selama dua hari sebelumnya.
Kontrak berjangka CPO Desember 2024 ditutup turun 35 Ringgit Malaysia menjadi 4.891 Ringgit Malaysia per ton. Sementara itu, kontrak untuk Januari 2025 terkoreksi 35 Ringgit Malaysia ke posisi 4.828 Ringgit Malaysia per ton.
Kontrak-kontrak untuk bulan berikutnya juga mengalami penurunan signifikan, dengan harga CPO April 2025 jatuh hingga 48 Ringgit Malaysia menjadi 4.581 Ringgit Malaysia per ton.
Tekanan terhadap harga CPO terjadi akibat ekspektasi permintaan domestik yang melemah, terutama mendekati akhir tahun.
“Pola musiman biasanya membuat permintaan melemah pada kuartal terakhir,” ujar seorang trader minyak sawit David Ng.
Selain itu, kenaikan produksi di Indonesia memberikan tekanan tambahan pada pasar Malaysia. Pasokan yang melimpah dari dua produsen utama dunia membuat harga semakin tertekan.
“Kami melihat level support di 4.650 Ringgit Malaysia dan resistance di 4.900 Ringgit Malaysia,” tambah David Ng.
Dampak pada Pasar Energi dan Komoditas Global
Gejolak harga minyak dan CPO mencerminkan dinamika global yang semakin kompleks. Ketegangan geopolitik yang meningkat membuat pasar energi, terutama minyak mentah, berada dalam posisi sensitif.
Sementara itu, pasar CPO menghadapi tantangan dari sisi fundamental, yakni melemahnya permintaan dan meningkatnya produksi.
Meski demikian, beberapa analis memperkirakan pemulihan harga CPO dapat terjadi pada awal tahun depan seiring dengan peningkatan aktivitas ekspor dan konsumsi domestik pasca-libur akhir tahun.
Kondisi ini menunjukkan bahwa investor harus tetap waspada terhadap volatilitas pasar energi dan komoditas dalam beberapa bulan mendatang.
Ketegangan geopolitik dan dinamika pasokan-permintaan akan menjadi faktor kunci dalam menentukan arah pasar di masa depan.