Logo
>

Harga Minyak Turun di Sela Perdamaian Perang, Pasar Rusia Bersiap Pulih

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Harga Minyak Turun di Sela Perdamaian Perang, Pasar Rusia Bersiap Pulih

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Harga minyak mentah turun pada Kamis, 13 Februari 2025 setelah muncul harapan perjanjian damai antara Ukraina dan Rusia yang berpotensi mengakhiri sanksi yang selama ini mengganggu pasokan global. Di sisi lain, peningkatan stok minyak mentah di Amerika Serikat, sebagai produsen terbesar dunia, semakin menekan harga di pasar.

    Dilansir dari Reuters di Jakarta, per pukul 05:15 GMT atau 12.15 WIB, minyak mentah Brent turun USD0,68 (sekitar Rp11.000) menjadi USD74,50 per barel, sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) anjlok USD0,65 (Rp10.400) menjadi USD70,72 per barel.

    Penurunan ini terjadi setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyatakan keinginan untuk berdamai dalam percakapan telepon terpisah dengannya. Trump pun memerintahkan pejabat tinggi AS untuk memulai negosiasi guna mengakhiri perang.

    Sebagai produsen minyak terbesar ketiga dunia, Rusia selama ini menghadapi sanksi dari AS dan Uni Eropa akibat invasi ke Ukraina hampir tiga tahun lalu. Pembatasan tersebut telah menopang harga minyak di pasar global. Namun, analis ANZ dalam catatannya hari ini mengatakan berita mengenai kemungkinan perundingan damai membuat harga minyak melemah karena muncul optimisme bahwa pasokan minyak mentah dari Rusia bisa kembali normal.

    Faktor lain yang turut membebani harga minyak adalah peningkatan stok minyak mentah di AS. Data Badan Informasi Energi (EIA) menunjukkan bahwa stok minyak AS naik lebih dari perkiraan, dengan tambahan 4,1 juta barel menjadi 427,9 juta barel per 7 Februari. Angka ini lebih tinggi dari prediksi analis dalam survei Reuters yang memperkirakan kenaikan 3 juta barel.

    “Penurunan harga minyak ini terjadi setelah beberapa minggu berturut-turut stok minyak mentah AS mengalami kenaikan,” ujar analis komoditas di Phillip Nova, Darren Lim.

    Ia menambahkan, perkembangan geopolitik, seperti usulan perdamaian Ukraina-Rusia, bisa semakin menekan harga minyak. Selain itu, ancaman Trump yang ingin memberlakukan tarif balasan terhadap negara-negara yang mengenakan bea masuk pada barang impor AS turut memicu kekhawatiran perlambatan ekonomi global.

    Jika kebijakan ini diterapkan, bisa berdampak pada menurunnya permintaan minyak akibat potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi di berbagai negara.

    Negosiasi Perdamaian Rusia-Ukraina

    [caption id="attachment_119853" align="alignnone" width="1880"] Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden AS Donald Trump. Foto: kremlin.ru.[/caption]

    Setelah kemarin memuji pertukaran tahanan antara AS dan Rusia sebagai sinyal awal hubungan yang lebih baik, baru-baru ini Trump bicara soal perang Ukraina. “Kami ingin menghentikan jutaan kematian di perang Rusia-Ukraina,” tulis Trump di media sosialnya. Bahkan, katanya, Putin sampai mengadopsi slogan kampanyenya, “COMMON SENSE.”

    Masalahnya, meski Trump tampak antusias, Putin belum menunjukkan niat kuat untuk menyudahi perang yang ia yakini masih menguntungkan Rusia. Meskipun serangan Rusia di medan tempur lambat dan menimbulkan banyak korban, mereka tetap maju. Dari sisi Ukraina, gencatan senjata dengan kondisi saat ini berarti harus merelakan 20 persen wilayahnya jatuh ke tangan Rusia—sesuatu yang pasti sulit diterima.

    Trump juga berbicara dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, membahas peluang mencapai perdamaian dan perkembangan teknologi drone Ukraina. “Ukraina lebih dari siapa pun menginginkan perdamaian,” ujar Zelensky, dikutip dari The Wall Street Journal.

    Sebelumnya, Zelensky bertemu dengan Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, di Kyiv. Salah satu topik yang mereka bahas adalah potensi kerja sama dalam eksplorasi mineral Ukraina, sesuatu yang Trump ingin jadikan sebagai imbal balik atas bantuan militer AS. Bessent pun menyerahkan dokumen kemitraan keamanan dan ekonomi yang ditargetkan bakal disepakati dalam konferensi keamanan di Munich pekan ini.

    Tapi ada satu hal yang bikin penasaran, Trump sama sekali tak menjelaskan peran Ukraina dalam negosiasi damai. Padahal, di era Biden, AS selalu menegaskan bahwa pembicaraan perdamaian harus melibatkan Ukraina.

    Tim negosiator AS dalam urusan Ukraina akan diisi oleh Menteri Luar Negeri Marco Rubio, Direktur CIA John Ratcliffe, Penasihat Keamanan Nasional Michael Waltz, dan utusan khusus Timur Tengah Steve Witkoff—yang kebetulan bertemu Putin saat menjemput tahanan AS, Marc Fogel, di Moskow.

    Putin sendiri bulan lalu menyatakan terbuka untuk berdialog dengan pemerintahan Trump soal perang ini. Menurutnya, Rusia ingin perdamaian jangka panjang yang menghormati kepentingan semua pihak di kawasan. Tapi di saat yang sama, ia tetap menegaskan operasi militernya bertujuan untuk melindungi kepentingan Rusia.

    Trump berkampanye dengan janji akan segera mengakhiri perang di Ukraina. Tanda-tanda perubahan sikap AS pun mulai kelihatan. Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, mengatakan target mengembalikan Ukraina ke batas wilayah sebelum 2014 adalah “tujuan yang tidak realistis.” Ini cukup mengejutkan, mengingat selama pemerintahan Biden, AS selalu menekankan Rusia harus bernegosiasi langsung dengan Ukraina.

    Saat berada di Brussel, Hegseth menegaskan bahwa AS tidak akan mengirim pasukan ke Ukraina dan solusi keamanan bagi Kyiv harus ditopang oleh kekuatan militer Eropa dan negara-negara non-Eropa. Ia juga menutup kemungkinan Ukraina masuk NATO dalam kesepakatan damai.

    Zelensky sendiri bulan lalu mengatakan ia bisa menerima gencatan senjata selama sisa wilayah Ukraina mendapat perlindungan dari NATO. Tapi dengan pernyataan terbaru Hegseth, harapan Ukraina untuk masuk NATO bisa dibilang makin samar.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).