KABARBURSA.COM - Pemerintah Indonesia mulai menyusun langkah strategis dalam menghadapi dampak kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap sejumlah negara.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa Indonesia tidak sendiri dalam merespons tekanan ini. Melalui jalur ASEAN, Indonesia mendorong konsolidasi sikap regional yang mengutamakan negosiasi, bukan konfrontasi.
“Indonesia sendiri akan mendorong beberapa kesepakatan dengan beberapa negara ASEAN. Menteri Perdagangan atau Komers saya juga berkomunikasi, selain dengan Malaysia, juga dengan DPM Singapura, dengan Kamboja, dan yang lain, untuk mengkalibrasi sikap bersama ASEAN,” ujar Airlangga dalam konferensi pers di kantornya, pada Senin, 7 April 2025.
Menurutnya, para pemimpin atau menteri perdagangan negara-negara ASEAN dijadwalkan bertemu pada 10 April mendatang untuk membahas respons kolektif terhadap tarif tinggi AS. Menteri Perdagangan Indonesia dijadwalkan hadir dalam pertemuan tersebut.
“ASEAN akan mengutamakan negosiasi. Jadi ASEAN tidak mengambil angka retaliasi, tetapi Indonesia dan Malaysia akan mendorong yang namanya Trade and Investment Framework Agreement (TIFA),” lanjut Airlangga.
TIFA yang dimaksud merupakan perjanjian kerja sama dagang dan investasi yang secara bilateral ditandatangani sejak 1996. Namun, Airlangga menyebut isi perjanjian itu kini sudah tidak lagi relevan dengan kondisi perdagangan saat ini, sehingga perlu diperbarui dan dimasukkan isu-isu strategis terkini.
Tak hanya fokus pada kerja sama regional dan bilateral, pemerintah juga memperhatikan arah kebijakan impor yang selaras dengan arahan Presiden. Hal ini menyangkut pengelolaan selisih neraca ekspor-impor Indonesia yang mencapai USD18 miliar.
“Nah selanjutnya beberapa non-tariff measures, kemudian terkait dengan tarif, dan bagaimana kita meningkatkan import, arahan Bapak Presiden bagaimana delta daripada import–ekspor kita yang bisa sampai 18 bilion dolar itu diisi dengan produk-produk yang kita import, termasuk gandum, cotton, bahkan juga salah satunya adalah produk migas,” jelas Airlangga.
Ia menambahkan, proyek-proyek strategis nasional seperti pembangunan kilang (refinery) akan terus berlanjut, dan komponen-komponen tertentu bisa jadi dibeli dari Amerika Serikat sebagai bagian dari hubungan dagang yang saling menguntungkan.
“Jadi itulah beberapa hal yang ingin kami sampaikan,” ujarnya.
Ajak 100 Asosiasi Bahas Tarif Trump
Meski tarif tersebut cukup signifikan, Airlangga menyebut bahwa beban terhadap Indonesia masih lebih ringan dibandingkan sejumlah negara tetangga.
“Pengenaan terhadap negara-negara ASEAN juga relatif lebih tinggi dari kita, apakah itu Vietnam, Kamboja, kemudian juga Thailand. Yang lebih rendah dari kita adalah Malaysia, kemudian Filipina, dan Singapura,” jelasnya.
Dua sektor utama yang paling terdampak adalah makanan dan pakaian (food and apparel), yang selama ini menjadi kekuatan ekspor nasional. Namun, Indonesia masih punya keunggulan kompetitif karena tarif terhadap negara-negara pesaing seperti China, Bangladesh, hingga Vietnam dan Kamboja justru lebih tinggi.
“Kompetitor kita di sektor ini apakah itu China, Bangladesh, Vietnam, Kamboja itu bea masuknya di atas kita. Jadi itu juga menjadi pertimbangan shifting produk itu juga kita perhatikan,” kata Airlangga.
Ia juga menekankan bahwa tantangan ini harus dilihat sebagai peluang. Amerika tetap menjadi pasar ekspor besar, dan komunikasi diplomatik telah dibuka dengan United States Trade Representative (USTR).
“Kedutaan besar di Indonesia juga sudah melakukan komunikasi dengan USTR dan tentunya dalam waktu dekat USTR menunggu proposal konkret dari Indonesia,” ungkapnya.
Indonesia Ajak ASEAN Hadapi Tarif AS
Sebelumnya, sebagai bagian dari upaya negosiasi, pemerintah telah menyiapkan berbagai langkah untuk merespons permasalahan yang diangkat oleh AS dalam laporan National Trade Estimate (NTE) 2025 yang diterbitkan oleh US Trade Representative.
Presiden Prabowo telah menginstruksikan Kabinet Merah Putih untuk segera mengambil langkah strategis guna memperkuat daya saing nasional.
Langkah-langkah yang akan diambil mencakup perbaikan struktural, kebijakan deregulasi, serta penyederhanaan regulasi guna menghilangkan hambatan perdagangan, khususnya terkait Non-Tariff Barrier (NTB).
“Langkah kebijakan strategis lainnya akan ditempuh oleh Pemerintah Indonesia untuk terus memperbaiki iklim investasi dan peningkatan pertumbuhan ekonomi serta penciptaan lapangan kerja yang luas,” lanjutnya.
Di sisi lain, Indonesia juga telah berkomunikasi dengan Malaysia sebagai pemegang Keketuaan ASEAN guna merumuskan langkah bersama, mengingat seluruh negara ASEAN terdampak oleh tarif AS.
“Indonesia telah berkomunikasi dengan Malaysia selaku pemegang Keketuaan ASEAN mengingat 10 negara ASEAN seluruhnya terdampak pengenaan tarif AS,” tutupnya.
Sebagai informasi, kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Amerika Serikat berdampak luas, dengan setidaknya 100 mitra dagang terkena kebijakan ini. Di antara negara-negara tersebut, 10 di antaranya adalah anggota ASEAN. Artinya, seluruh negara di Asia Tenggara juga ikut merasakan dampaknya.
Adapun negara-negara seperti Kamboja dan Laos mengalami tarif tertinggi, masing-masing sebesar 49 persen dan 48 persen, dengan tarif balasan yang mereka kenakan terhadap AS mencapai 97 persen dan 95 persen.
Sementara itu, Vietnam dan Myanmar menghadapi tarif 46 persen dan 44 persen, dengan kebijakan balasan terhadap AS sebesar 90 persen dan 88 persen.
Thailand dan Indonesia juga tidak luput dari kebijakan ini, dengan tarif resiprokal masing-masing sebesar 36 persen dan 32 persen. Sebagai respons, Thailand mengenakan tarif 72 persen terhadap AS, sementara Indonesia memberlakukan tarif 64 persen.
Malaysia dan Brunei terkena tarif sebesar 24 persen dan merespons dengan tarif balasan sebesar 47 persen. Sementara itu, Filipina menghadapi tarif 17 persen dan menerapkan kebijakan balasan sebesar 34 persen.
Singapura dan Timor-Leste tercatat memiliki tarif paling rendah dalam daftar ini, yaitu sebesar 10 persen, dengan kebijakan balasan yang setara terhadap AS, yakni 10 persen. (*)