Logo
>

Indonesia Perlu Lebih dari Lima Persen untuk Bersaing di Asia

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Indonesia Perlu Lebih dari Lima Persen untuk Bersaing di Asia

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Indonesia masih berjuang mempertahankan pertumbuhan ekonomi di tengah persaingan ketat dengan negara-negara Asia. Menurut laporan Mandiri Outlook Perekonomian Global dan Domestik 2024-2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di kisaran lima persen. Angka ini dianggap belum cukup untuk mengejar negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Filipina, yang pertumbuhannya diprediksi lebih tinggi.

    Vietnam, misalnya, diproyeksikan tumbuh hingga 6,1 persen tahun depan, didukung pemulihan ekspor, pariwisata, dan investasi asing langsung (FDI). Filipina juga mencatat angka yang solid dengan proyeksi 5,8 persen. Sementara itu, India melesat jauh dengan pertumbuhan hingga 7 persen. “Indonesia tidak cukup lagi hanya tumbuh di 5 persen karena negara pesaing tumbuh lebih tinggi,” tulis laporan Mandiri.

    [caption id="attachment_102784" align="alignnone" width="1179"] Pertumbuhan ekonomi Indonesia dibanding negara-negara dunia.[/caption]

    Meskipun konsumsi rumah tangga dan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) masih menjadi pendorong utama ekonomi, efisiensi investasi dan peran Indonesia dalam rantai pasok global (global value chain) masih dianggap lemah. Untuk bersaing, Indonesia perlu meningkatkan produktivitas dan menarik lebih banyak investasi asing di sektor strategis.

    Rekor Daya Saing Indonesia

    Di tengah tantangan pertumbuhan, Indonesia mencatatkan prestasi di kancah internasional. Dalam laporan World Competitiveness Ranking (WCR) 2024 yang dirilis oleh International Institute for Management Development (IMD), daya saing Indonesia naik tujuh peringkat ke posisi 27, rekor tertinggi sejak pertama kali dinilai pada 1997. Pencapaian ini sekaligus menempatkan Indonesia di tiga besar ASEAN, di bawah Singapura dan Thailand.

    Menurut Staf Khusus Bidang Hubungan dengan Daerah Kementerian Investasi/BKPM, Tina Talisa, kenaikan ini menunjukkan upaya pemerintah selama dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo telah membuahkan hasil. “Daya saing Indonesia melesat ke posisi 27, peringkat tertinggi sepanjang sejarah. Ini adalah sinyal positif bahwa kita semakin siap bersaing di kancah global,” ujar Tina.

    Dalam laporan tersebut, Indonesia mencatatkan peningkatan pada tiga dari empat faktor utama yang dinilai. Di faktor Economic Performance, Indonesia naik lima peringkat ke posisi 24. Untuk Government Efficiency, terjadi kenaikan delapan peringkat ke posisi 23, sementara Business Efficiency melesat enam peringkat ke posisi 14, menjadikan Indonesia hanya tertinggal dari Singapura di Asia Tenggara. Namun, faktor Infrastructure justru turun satu peringkat ke posisi 52.

    Kemudian ada tiga dari dua puluh indikator yang mencatatkan lonjakan signifikan tahun ini. Domestic Economy naik 18 peringkat, Institutional Framework melonjak 14 peringkat, dan Productivity & Efficiency meningkat 12 peringkat. Meski begitu, indikator Productivity & Efficiency dinilai masih belum optimal karena posisinya masih berada di level bawah.

    Kualitas SDM Jadi Tantangan Utama

    Di balik rekor daya saing global, kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia masih menjadi tantangan besar. Berdasarkan laporan World Talent Ranking (WTR) 2024, Indonesia berada di peringkat ke-46 dari 67 negara dengan perolehan poin 53,4. Meski naik satu peringkat dibanding tahun lalu, skor Indonesia masih jauh tertinggal dari Singapura (peringkat pertama di ASEAN) dan Malaysia (peringkat kedua).

    Laporan tersebut menilai SDM dari tiga aspek utama: investasi dan pengembangan, daya tarik, dan kesiapan tenaga kerja. Di aspek investasi dan pengembangan, Indonesia hanya mencatat skor 29,44. Penyebabnya adalah rendahnya anggaran pendidikan per siswa dan kurangnya pelatihan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Sebaliknya, di aspek daya tarik, Indonesia mencatat skor cukup baik, mencapai 54,19, yang menunjukkan tingginya minat tenaga kerja asing untuk bekerja di Indonesia.

    Belajar dari Vietnam dan Singapura

    Vietnam dan Singapura memberikan contoh bagaimana strategi yang tepat bisa mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan daya saing. Vietnam, misalnya, memanfaatkan ketegangan geopolitik antara AS dan Cina untuk menarik investasi asing langsung. Menurut laporan Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi Vietnam diproyeksikan mencapai 6,1 persen pada 2024 dan 6,5 persen pada 2025. Fokus Vietnam pada sektor manufaktur juga menjadi salah satu kunci keberhasilan mereka.

    “Vietnam punya populasi besar dan kelas menengah yang berkembang pesat, ditambah posisi strategis dalam persaingan kekuatan besar antara Cina dan AS,” kata peneliti di ISEAS Institute, Nguyen Khac Giang.

    Amerika Serikat saat ini menjadi mitra dagang terbesar kedua Vietnam sekaligus pasar ekspor utamanya. Pada September 2023, kedua negara itu memperkuat hubungan diplomatik dengan menandatangani kesepakatan “Kemitraan Strategis Komprehensif untuk Perdamaian, Kerja Sama, dan Pembangunan Berkelanjutan.” Perjanjian ini bertujuan untuk memperluas manfaat ekonomi bagi kedua negara.

    AS termasuk dalam daftar mitra strategis Vietnam yang terus berkembang, di samping negara seperti Australia, Cina, India, Rusia, Korea Selatan, dan yang terbaru, Prancis. Meski begitu, investasi besar dari AS dipandang sebagai peluang ekonomi utama bagi Vietnam.

    Salah satu contohnya adalah Apple, perusahaan teknologi raksasa asal AS, yang kembali menjadi perusahaan paling bernilai di dunia tahun ini. Dalam lima tahun terakhir, Apple telah menggelontorkan lebih dari USD15 miliar (sekitar Rp234 triliun) untuk pengembangan manufakturnya di Vietnam. Negara ini menawarkan daya tarik kuat dengan biaya tenaga kerja yang rendah serta populasi muda yang besar—sekitar 58 persen dari hampir 100 juta penduduknya berusia di bawah 35 tahun—menjadikan Vietnam salah satu lokasi investasi yang paling menjanjikan.

    Di sisi lain, Singapura lebih banyak bertumpu pada teknologi dan inovasi. Mengutip laman Aoshearman, negara ini terus menarik investasi di sektor semikonduktor, fintech, dan pusat data hijau. Pada 2023, Global Foundries menginvestasikan USD4 miliar untuk memperluas pabrik semikonduktor di Singapura, menciptakan 1.000 lapangan kerja baru. Pendekatan ini didukung kemitraan dengan universitas lokal seperti Universitas Teknologi Nanyang yang memastikan tenaga kerja lokal memiliki keterampilan sesuai kebutuhan pasar.

    Singapura setidaknya memegang peran besar dalam pasar semikonduktor global dengan kontribusi mencapai 11 persen. Angka ini diproyeksikan terus meningkat seiring ambisi negara itu untuk menjadi pusat manufaktur canggih dunia lewat visi “Manufaktur 2030.” Selain semikonduktor, sektor petrokimia dan kedirgantaraan juga menjadi bagian dari fokus utama.

    Di luar semikonduktor, Singapura serius mengembangkan ekonomi digitalnya. Negara ini semakin kokoh sebagai pusat regional untuk fintech dan pusat data. Pada 2022 saja, tercatat ada sekitar 1.580 perusahaan fintech yang berbasis di Singapura. Sebagai bagian dari strategi inovasi, Otoritas Moneter Singapura (MAS) menyuntikkan dana SGD100 juta untuk memperkuat kemampuan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan komputasi kuantum. Investasi ini masuk dalam program hibah FSTI 3.0 yang bertujuan mempercepat adopsi teknologi baru di industri jasa keuangan.

    Selain itu, pemerintah Singapura juga menerbitkan Peta Jalan Pusat Data Hijau di awal tahun ini. Rencana ini menargetkan tambahan kapasitas pusat data sebesar 300 MW, dengan fokus pada penggunaan teknologi hemat energi dan sumber daya terbarukan yang rendah karbon. Strategi ini semakin mempertegas posisi Singapura sebagai pemain utama dalam inovasi teknologi di kawasan.

    Senyampang negara-negara tetangga yang terus menunjukkan geliat kemajuan, Indonesia masih harus berupaya meningkatkan efisiensi investasi dan memperkuat pendidikan tenaga kerja. Langkah ini menjadi penting untuk memastikan momentum pertumbuhan ekonomi yang stabil, sekaligus menjaga daya saing di kawasan ASEAN.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).