Logo
>

Industri Manufaktur Tetap Tumbuh, IKI November Capai 52,95

Ditulis oleh Dian Finka
Industri Manufaktur Tetap Tumbuh, IKI November Capai 52,95

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Sebanyak 75 persen produk industri manufaktur dalam negeri dipasarkan di pasar domestik, sementara sisanya 25 persen diekspor. Tim Analis Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Kementerian Perindustrian menyimpulkan bahwa kinerja industri manufaktur, yang terus mengalami ekspansi meskipun kondisi global tidak stabil, sangat dipengaruhi oleh kestabilan ekonomi dan daya beli di pasar domestik.

    Adapun Indeks Kepercayaan Industri November 2024 mencapai 52,95 (ekspansi), naik 0,20 poin dari Oktober 2024 dan 0,52 poin dibandingkan November 2023.

    “Meningkatnya IKI bulan Oktober ini ditopang oleh ekspansi 21 subsektor dengan kontribusi terhadap PDB Industri Manufaktur Nonmigas Triwulan II 2024 sebesar 99,3 persen,” ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif dalam keterangan tertulis, Kamis, 28 November 2024.

    Peningkatan IKI November didorong oleh kenaikan indeks pesanan baru yang naik 2,58 poin menjadi 54,2, serta ekspansi indeks persediaan meski turun 1,18 poin menjadi 54,68. Namun, indeks produksi kembali kontraksi, turun 2,84 poin menjadi 49,72, akibat penguatan Dollar AS yang meningkatkan harga bahan baku impor.

    Diketahui peningkatan IKI juga dipengaruhi respon positif industri domestik terhadap program pemerintah, seperti hilirisasi industri dan pemberian makan bergizi gratis. Sementara itu, industri ekspor masih menghadapi penurunan permintaan global.

    Lanjutnya peningkatan IKI November didorong oleh tiga subsektor utama: Industri Peralatan Listrik, Industri Minuman, dan Industri Pencetakan serta Media Reproduksi. Industri Peralatan Listrik meningkat seiring dengan penyelesaian proyek PLN dan pengadaan peralatan pengisi daya baterai untuk SPKLU kendaraan listrik.

    Sementara itu, kinerja Industri Minuman dan Pencetakan didorong oleh persiapan Pilkada dan momen Natal serta Tahun Baru, yang meningkatkan permintaan di kedua sektor tersebut.

    Adapun dua subsektor mengalami kontraksi, yaitu Industri Pengolahan Lainnya dan Reparasi serta Pemasangan Mesin dan Peralatan. Industri Pengolahan Lainnya terimbas penurunan ekspor produk seperti bulu mata palsu, perhiasan, dan alat musik akibat melambatnya ekonomi negara tujuan ekspor.

    Sementara itu, kontraksi pada subsektor Reparasi dan Pemasangan Mesin disebabkan oleh penurunan permintaan domestik, yang dipengaruhi oleh peningkatan efisiensi di tengah ketidakpastian global.

    Di sisi lain, Tim Analis IKI menganalisis nilai IKI berdasarkan orientasi pasar industri manufaktur, yang menunjukkan bahwa industri berorientasi domestik memiliki nilai IKI lebih tinggi dibandingkan industri ekspor. IKI industri domestik tercatat 53,33, sementara ekspor hanya 52,39.

    Ekspansi pada IKI domestik didorong oleh 20 subsektor, namun terdapat kontraksi pada subsektor Industri Pengolahan Tembakau, Industri Pengolahan Lainnya, dan Reparasi serta Pemasangan Mesin. Penurunan pada Industri Pengolahan Tembakau disebabkan oleh meningkatnya penggunaan rokok ilegal di pasar domestik.

    “Dapat dikatakan bahwa IKI pada November 2024 meningkat karena peningkatan permintaan domestik yang cukup tinggi, karena didukung adanya program pemerintah,” ujar Febri

    Ia menambahkan, keyakinan masyarakat yang tinggi terhadap terbentuknya pemerintahan baru tercermin dari kondisi umum kegiatan usaha bulan November ini yang sedikit lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya. Proporsi industri yang menyatakan kondisi usahanya pada bulan November 2024 membaik adalah sebanyak 30.8 persen, sedangkan yang mengatakan menurun sebesar 22.2 persen.

    Demikian juga pandangan dunia usaha terkait optimisme dalam enam bulan ke depan yang mengalami peningkatan 0,1 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

    Meski begitu, Febri menyoroti hasil pengamatan analis IKI yang menyebutkan bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri juga terdampak oleh peningkatan ketegangan geopolitik dan situasi pemilihan presiden Amerika Serikat.

    Hal tersebut ditengarai sebagai faktor yang mendorong perlambatan produksi di dalam negeri dan depresiasi Rupiah pada bulan November ini. Selain itu, produsen juga diduga masih menahan produksi dan menunggu kebijakan yang dikeluarkan Presiden Amerika Serikat terpilih.

    Febri menyampaikan, dengan kondisi penjualan pada pasar domestik yang menopang kinerja industri manufaktur, diperlukan upaya dan koordinasi untuk menjaga agar produk dalam negeri tetap menguasai pasar domestik.

    “Kemenperin berpendapat bahwa kebijakan pro-industri yang dikeluarkan oleh Kementerian/Lembaga lain akan mendukung keyakinan para pelaku industri serta dapat meningkatkan nilai IKI. Di antaranya, kebijakan yang mampu membatasi masuknya produk jadi impor. Adanya kebijakan tersebut adalah bentuk perlindungan pasar domestik dan perlindungan industri dalam negeri,” tutup Febri.

    Dampak PPN 12 Persen

    Rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen pada awal 2025 disinyalir akan memukul sektor industri Indonesia. Hal ini diperparah lantaran kondisi perekonomian terus melandai. Efeknya antara lain terlihat dari turunnya daya beli, merosotnya konsumsi rumah tangga, hingga inflasi beruntun yang terjadi.

    Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, mengatakan penerapan PPN 12 persen sebaiknya ditunda. Di tengah turunnya daya beli masyarakat, kata Faisal, penerapan PPN 12 persen akan memukul industri terkait.

    “Industri juga mengalami kontraksi dan kalau itu industri kontraksi, efek lanjutannya bisa sampai penurunan, pengurangan jumlah karyawan, PHK dan lain-lain,” ungkap Faisal kepada  KabarBursa.com, Senin, 25 November 2024.

    Konsumsi masyarakat memiliki kaitan erat dengan kemampuan produksi manufaktur suatu negara. Ketika daya beli masyarakat melemah, permintaan terhadap produk barang dan jasa manufaktur lokal juga menurun, yang pada akhirnya memengaruhi kinerja industri manufaktur.

    Pada Oktober 2024, Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers Index/PMI) Manufaktur Indonesia tercatat di level 49,2. Laporan bulanan dari S&P ini menunjukkan performa manufaktur Indonesia berada dalam fase kontraksi, mengingat indeks di bawah 50 mencerminkan kondisi tersebut. Tren kontraksi ini berlanjut dari bulan sebelumnya, di mana PMI Manufaktur berada di angka 48,9 pada Agustus 2024. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.