KABARBURSA.COM -Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Nurul Ichwan, menegaskan bahwa industri padat karya Indonesia berada di titik krusial, di mana pemerintah perlu memastikan tenaga kerja Indonesia siap bersaing di pasar global yang semakin ketat.
Ichwan menjelaskan bahwa meskipun Indonesia adalah negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, tantangan utama yang dihadapi adalah menciptakan lapangan pekerjaan yang layak dan sesuai dengan kebutuhan pasar industri global.
“Untuk Indonesia mencapai kesejahteraan, kita harus fokus pada penciptaan lapangan kerja. Tanpa pekerjaan yang cukup untuk masyarakat, kita tidak bisa berharap bisa makmur,” ujar Ichwan saat dihubungi Kabarbursa.com, di Jakarta, Rabu, 1 Januari 2025
Menurutnya, negara dengan populasi besar seperti Indonesia harus lebih fokus pada peningkatan kompetensi tenaga kerja agar bisa berkontribusi pada sektor industri yang berkembang.
Ichwan menyebutkan bahwa meskipun Indonesia memiliki banyak tenaga kerja, salah satu tantangan besar adalah memastikan bahwa pekerja tersebut memiliki keterampilan yang sesuai dengan permintaan pasar internasional.
“Proyek-proyek global, termasuk yang dilakukan oleh investor asing, mensyaratkan tenaga kerja dengan keahlian yang terstandarisasi. Misalnya, dalam sektor konstruksi, pekerja seperti tukang las harus memiliki sertifikasi tertentu yang diakui secara internasional,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa meskipun sektor konstruksi di Indonesia biasanya menggunakan pekerja dengan keterampilan yang lebih sederhana, para investor global mensyaratkan sertifikasi bagi pekerja mereka. Jika hal ini tidak dipenuhi, proyek-proyek tersebut berisiko gagal memenuhi standar global, yang pada akhirnya dapat memengaruhi kredibilitas Indonesia sebagai tujuan investasi.
“Jika kita tidak bisa menyediakan tenaga kerja yang memiliki sertifikasi sesuai standar global, investor internasional akan kesulitan untuk berinvestasi di Indonesia, bahkan jika mereka diwajibkan mempekerjakan tenaga kerja lokal tanpa sertifikat. Hal ini bisa menghambat perkembangan industri kita,” tegas Ichwan.
Lebih lanjut, ia menyarankan pentingnya pendidikan vokasi dan pelatihan keterampilan yang lebih terfokus pada kebutuhan industri, khususnya yang berkaitan dengan teknologi dan inovasi terbaru.
Pemerintah, menurut Ichwan, harus menciptakan peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas dan kualifikasi mereka, sehingga Indonesia dapat menjadi pusat investasi dan industri yang kompetitif di Asia Tenggara.
Dengan pasar tenaga kerja yang lebih terampil dan tersertifikasi, Indonesia akan lebih siap menarik investasi global, mempercepat hilirisasi industri, dan memastikan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Industri Besar dan Kecil Jadi Kunci Penciptaan Lapangan Kerja
Ahli ekonomi senior, Hendri Saparini, menekankan pentingnya menciptakan keterkaitan yang lebih erat antara industri besar dan kecil sebagai strategi untuk meningkatkan penciptaan lapangan kerja di Indonesia. Langkah ini, menurutnya, dapat mempercepat hilirisasi produk lokal sekaligus membuka peluang ekonomi yang lebih luas.
“Beberapa waktu lalu, saya berdiskusi dengan seorang pembeli dari Eropa. Saya bilang, coba investasi di hilirisasi produk mangga. Indonesia dapat mengolah mangga menjadi produk bernilai tambah, seperti selai atau jus mangga. Kita sudah memiliki produk segar, tetapi jarang ada yang memproduksi olahan seperti selai mangga,” ungkap Hendri di Gedung CORE Indonesia, Jakarta, Sabtu, 21 Desember 2024.
Hendri menjelaskan bahwa Indonesia memiliki banyak potensi produk yang belum dimanfaatkan secara optimal. Namun, salah satu kendala utama adalah kurangnya koordinasi antar lembaga terkait, yang sering kali membuat investor kebingungan mengenai jalur komunikasi yang tepat.
“Kita memerlukan lembaga yang dapat menjembatani sektor pertanian dan industri, sehingga proses hilirisasi produk lokal dapat berjalan lebih efektif,” katanya.
Ia juga menyarankan agar pemerintah memfokuskan perhatian pada sektor-sektor tertentu yang memiliki potensi besar untuk menciptakan nilai tambah. Hendri mencontohkan produk berbasis kelapa atau rumput laut yang banyak ditemukan di daerah tertentu. Produk ini dapat diolah menjadi barang bernilai tinggi dan disalurkan melalui industri kecil.
“Sebagai contoh, jika kita mengidentifikasi lima produk yang selama ini kita impor, seperti tepung tapioka, tepung ikan, dan tepung kelapa, kita bisa mulai dengan kebijakan yang spesifik untuk memproduksi barang-barang ini di dalam negeri. Dengan memanfaatkan anggaran yang ada, seperti dana desa, kita dapat menginvestasikan dana tersebut untuk mendirikan pabrik kecil yang mengolah produk tersebut,” jelasnya.
Namun, Hendri menegaskan bahwa keberhasilan inisiatif ini membutuhkan perubahan paradigma dalam kepemimpinan dan kebijakan. Ia menekankan pentingnya pemerintah untuk berpikir layaknya wirausahawan, yakni berani mengambil risiko dan berinovasi. Strategi ini bisa dimulai dengan pendekatan yang lebih terarah, seperti yang dilakukan Jepang dalam mengembangkan sektor baru.
“Jepang, misalnya, mereka beralih dari otomotif dan elektronik ke sektor jasa. Pendidikan mereka juga menyesuaikan perkembangan tersebut. Ini bukan hanya soal regulasi, tetapi tentang bagaimana strategi pemerintah menciptakan ekosistem yang mendukung sektor yang ingin dikembangkan,” ujarnya.
Menurut Hendri, jika strategi ini diterapkan dengan baik, Indonesia berpotensi menciptakan sekitar dua juta lapangan kerja baru setiap tahun. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan perekonomian nasional, tetapi juga mengurangi angka pengangguran.
“Dengan mengintegrasikan sektor kecil dan sektor besar, kita tidak hanya menciptakan lapangan kerja, tetapi juga meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global,” pungkasnya. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.