Logo
>

Inilah Dampak Konflik Timur Tengah buat Indonesia Menurut Ekonom

Meski gencatan senjata Iran-AS mulai berlaku 25 Juni 2025 dan harga minyak turun, ekonom memperingatkan dampaknya masih bisa mengancam ekonomi Indonesia.

Ditulis oleh Desty Luthfiani
Inilah Dampak Konflik Timur Tengah buat Indonesia Menurut Ekonom
Ilustrasi: Kolase bendera Iran dan Israel (Foto: Wikimedia Commons)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Eskalasi konflik di Timur Tengah antara Israel, Iran, dan Amerika Serikat (AS) sempat memunculkan kekhawatiran global terhadap potensi pecahnya konflik berskala luas. 

    Namun dalam beberapa hari terakhir, tensi geopolitik sedikit mereda setelah Iran dan AS sepakat melakukan gencatan senjata mulai 25 Juni 2025. Meski begitu, para ekonom menilai kondisi ini hanya menandai jeda sesaat. 

    Di balik permukaan stabilitas, risiko gejolak lanjutan tetap besar dan bisa berdampak serius terhadap ekonomi nasional Indonesia.

    Ekonom senior dari IPB University, Didin S. Damanhuri, menyebut serangan Israel ke instalasi nuklir Iran, yang diduga kuat atas restu diam-diam AS di bawah kepemimpinan Donald Trump, telah memicu respons militer besar dari Iran yang membombardir infrastruktur Israel. 

    Ketegangan ini semakin meningkat ketika AS kemudian membalas dengan serangan langsung ke situs nuklir Iran.

    “Serangan ini menimbulkan guncangan besar terhadap pasar energi. Harga minyak brent sempat melonjak 5,7 persen menjadi 81,40 dolar AS per barel. Kalau Selat Hormuz ditutup, harga minyak bisa mencapai bahkan lebih dari 130 dolar AS per barel,” kata Didin pada Jumat, 27 Juni 2025.

    Ia menjelaskan, melonjaknya harga energi global akan menimbulkan efek domino, salah satunya lonjakan inflasi di negara-negara importir seperti Indonesia.

    Didin memperkirakan, inflasi nasional bisa naik hingga 8 persen. “Ini akan memukul daya beli masyarakat yang sudah lama melemah. Dengan konsumsi rumah tangga sebagai pendorong 57 persen PDB, maka pelemahan ini akan langsung memperlambat pertumbuhan ekonomi,” ujarnya. 

    Ia menambahkan, ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2025 tercatat tumbuh hanya 4,87 persen secara tahunan, dan dalam skenario terburuk bisa turun ke kisaran 4,6 persen atau lebih rendah.

    Rupiah juga diprediksi ikut tertekan akibat arus modal keluar ke aset lindung nilai seperti dolar AS dan emas. “Kurs rupiah bisa menembus Rp17.000 per dolar AS. Ini akan memperberat beban subsidi energi dan sosial,” tambah Didin. 

    Ia mencatat, per Januari 2025, utang luar negeri pemerintah sudah mencapai Rp8.909 triliun, atau 40 persen dari PDB. Jika digabungkan dengan utang luar negeri BUMN dan swasta, totalnya melebihi Rp20.000 triliun, atau setara 80 persen dari PDB.

    Namun situasi sempat membaik setelah gencatan senjata diumumkan. “Harga minyak turun kembali ke sekitar 90 dolar AS. Selat Hormuz tetap terbuka. Pasar kembali tenang. Inflasi, rupiah, dan asumsi makro dalam APBN masih bisa dikendalikan,” kata Didin. 

    Dengan begitu, ia menilai ekonomi Indonesia masih punya potensi tumbuh mendekati 5 persen tahun ini.

    Didin kembali menyerukan agar pemerintah Indonesia terus melakukan mitigasi risiko. “Kalau perang berlanjut, dampaknya ke Indonesia bisa sangat serius. Selain menjaga kestabilan ekonomi domestik, kita juga harus aktif mendorong perdamaian global. Jangan sampai kita hanya jadi korban dari dinamika geopolitik yang tidak kita kendalikan,” ujarnya.

    Meski demikian, peringatan juga datang dari Ekonom dari Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, yang menilai stabilitas saat ini hanyalah ilusi sementara. 

    “Doktrin Trump dibangun di atas pendekatan transaksional dan ofensif. Ia tahu siapa kawannya: Israel dan negara-negara Teluk,” ujar Syafruddin. 

    Menurutnya, strategi AS dan Israel bukan demi perdamaian, melainkan perluasan pengaruh geopolitik menuju terbentuknya Israel Raya.

    Ia menyebut, ketika Israel menyerang Iran, Trump menanggapi dengan serangan ke tiga fasilitas nuklir Iran dan langsung menyatakan gencatan senjata. 

    “Itulah wajah Trump Doctrine pukul cepat, tentukan tujuan terbatas, lalu dorong lawan ke meja perundingan dengan syarat AS,” katanya.

    Yang lebih mengkhawatirkan, menurut Syafruddin, adalah dukungan diam-diam negara-negara Teluk seperti Arab Saudi dan UEA terhadap operasi militer AS. “Mereka memberi lampu hijau selama Iran dilemahkan. Padahal yang dikorbankan adalah rakyat Gaza dan stabilitas regional,” ungkapnya.

    Ia menilai dunia telah gagal dalam menanggapi genosida terhadap warga Palestina. “Kalau Iran menyerang satu fasilitas, disebut teroris. Tapi kalau Israel menghancurkan satu kota, disebut membela diri. Dunia menyaksikan tapi tidak bertindak,” kata Syafruddin.

    Dalam konteks ini, ia mengingatkan bahwa kestabilan yang dibangun dari dominasi militer tanpa keadilan akan rapuh. “Stabilitas tanpa keadilan adalah ilusi. Luka hari ini akan menjadi dendam besok. Dunia harus memilih: perdamaian sejati atau dominasi kolonialistik,” tegasnya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Desty Luthfiani

    Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

    Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

    Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

    Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".