KABARBURSA.COM - Pemerintah tengah menggodok skema insentif bagi aparatur sipil negara (ASN) yang akan dipindahkan ke Ibu Kota Nusantara (IKN).
Rencana ini mengemuka setelah Analis Kebijakan Utama Kedeputian Sumber Daya Manusia Aparatur Kementerian PAN-RB, Arizal, memaparkan dalam forum ASN Fest 2024 bahwa pejabat setingkat eselon I akan mendapat insentif sebesar Rp100 juta. Insentif ini, kata Arizal, akan diberikan dalam bentuk tunjangan kerja untuk mendukung kehidupan ASN di IKN yang disebut-sebut akan dilengkapi dengan fasilitas internasional.
Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia atau PAN-RB, Muhammad Averrouce, memberikan konfirmasi terkait rencana insentif tersebut. Ia menyatakan skema ini masih dalam tahap kajian yang melibatkan Kementerian Keuangan dan kementerian/lembaga terkait lainnya.
“Usulan-usulan dari berbagai pihak memang ada, tapi semuanya masih sebatas usulan. Kami belum bisa menjawab detail (jumlah besaran) karena kajiannya masih difinalisasi dan akan dituntaskan dalam waktu dekat,” ujar Averrouce saat dikonfirmasi Kabar Bursa, Senin, 12 Agustus 2024.
Averrouce menjelaskan ASN yang akan dipindahkan ke IKN nantinya akan mendapatkan biaya pemindahan. Komponen biaya pemindahan ini mencakup biaya transportasi, pengepakan barang, dan biaya tunggu, termasuk penginapan sementara jika dibutuhkan. Skema ini, menurut dia, merupakan mekanisme yang wajar, seperti yang sering diterapkan di sektor swasta.
“Misalnya Anda wartawan tugas di Jakarta, lalu pindah tugas ke Makassar, misalnya; pasti sama kantor akan diberi biaya transportasi, biaya penginapan sementara sambil menunggu dapat tempat tinggal, biaya kirim kendaraan, dan sejenisnya," jelasnya.
Selain itu, pemerintah juga sedang mengkaji usulan pemberian insentif tambahan berupa tunjangan pionir bagi ASN yang dipindahkan pada tahap awal ke IKN. Tunjangan ini diusulkan mengingat infrastruktur dan kebutuhan pokok di IKN pada tahap awal pemindahan mungkin belum selengkap yang tersedia di Jakarta. "Untuk insentif yang lain, yang kami sebut sebagai insentif pionir, sedang dikaji," katanya.
Tak Menarik Bagi ASN
Di balik rencana ini, muncul kritik dari kalangan pengamat ekonomi yang melihat pemberian insentif tersebut sebagai bentuk upaya pemerintah untuk mengatasi resistensi ASN yang enggan pindah ke IKN. Analis Senior Indonesia Strategic and Economics Action Institution, Ronny P Sasmita, menilai insentif ini lebih menyerupai sogokan agar ASN bersedia dipindahkan ke IKN. Hal ini tentu menandakan IKN tak menarik bagi pegawai pemerintah sendiri.
“Pemberian insentif yang tergolong cukup 'menonjok' tersebut mengindikasikan betapa tingginya resistensi dari ASN untuk pindah ke IKN, sehingga harus diiming-imingi dengan nominal yang besar," ujar Ronny saat dihubungi Kabar Bursa, Senin, 12 Agustus 2024.
Ronny menjelaslan, insentif yang besar ini mencerminkan tingginya tingkat ketidakpastian yang dirasakan ASN mengenai keberlanjutan pembangunan IKN di masa mendatang. Menurutnya, semakin besar ketidakpastian, semakin besar pula insentif yang ditawarkan oleh pemerintah, layaknya sebuah investasi yang memiliki risiko tinggi.
“Insentif semakin diperbesar karena tingkat ketidakpastian yang dirasakan ASN semakin tinggi, terutama soal ketidakpastian keberlanjutan pembangunan IKN di masa mendatang," ujarnya.
Dari sisi dampak fiskal terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Ronny mengungkapkan pemberian insentif ini tergantung pada jumlah ASN yang akan direlokasi ke IKN. Jika ada 10.000 ASN yang dipindahkan, maka biaya insentifnya sekitar Rp1 triliun, yang menurutnya masih bisa ditoleransi oleh APBN.
Namun, jika jumlah ASN yang dipindahkan mencapai 100.000 orang, Ronny mengatakan biaya insentifnya bisa membengkak hingga Rp10 triliun. Kondisi ini, menurutnya, bisa memaksa Kementerian Keuangan untuk berpikir ulang dan melakukan perhitungan ulang karena kondisi fiskal pemerintah saat ini sedang sulit.
“Kondisi fiskal pemerintah memang sedang tak mudah, baik tahun ini maupun setahun dua tahun mendatang," kata Ronny.
Prioritas Anggaran Pemerintah
Ronny juga menyoroti pemberian insentif sebesar Rp100 juta ini tidak sejalan dengan prioritas anggaran pemerintah, terutama dalam konteks pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Menurutnya, belanja fiskal sebesar itu memiliki dampak ekonomi yang sangat kecil dan hanya berpengaruh di satu kawasan kecil, yaitu IKN.
"Tentu tidak kompatibel dengan tujuan makro pemerintah dalam menggairahkan kembali perekonomian nasional, karena belanja fiskal sebesar itu imbas ekonominya akan sangat kecil di satu sisi dan hanya berpengaruh di satu kawasan kecil di sisi lain," kritik Ronny.
Ronny memperkirakan sebagian besar dana insentif tersebut kemungkinan besar akan berakhir sebagai tabungan di tangan ASN yang menerimanya, sebagai dana cadangan menghadapi ketidakpastian keberlanjutan IKN di masa depan.
Ia menambahkan, ASN yang menerima insentif tersebut mungkin akan menyimpan dana tersebut sebagai cadangan jika mereka harus kembali ke Jakarta apabila ketidakjelasan mengenai IKN mulai muncul. "Dugaan saya, dana tersebut akan parkir di rekening perbankan milik ASN yang bisa dipakai untuk kembali ke Jakarta di saat ketidakjelasan IKN mulai terkuak," kata Ronny.
Menurut Ronny, pemberian insentif ini bukanlah langkah untuk mendukung kinerja ASN di IKN, melainkan lebih sebagai upaya untuk menarik ASN agar bersedia pindah. Ia juga mengkritik insentif ini tidak ada kaitannya dengan efektivitas kinerja ASN di sana. "Toh sebagaimana sering diberitakan, mereka sudah dijamin akan mendapatkan akomodasi di sana dan berbagai fasilitas kerja lainnya," ucap Ronny.(*)