Logo
>

Investasi Dunia Turun Lagi di Tahun Ketiga karena Ketegangan Politik

Laporan PBB menyebut investasi asing global turun tiga tahun berturut karena perang dagang, tarif impor, dan ketegangan geopolitik lintas negara.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Investasi Dunia Turun Lagi di Tahun Ketiga karena Ketegangan Politik
Ilustrasi: Investasi global anjlok akibat ketegangan geopolitik dan tarif. PBB mencatat FDI turun tiga tahun terakhir, investor dunia masih menahan ekspansi. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Dunia usaha kembali menahan napas. Laporan tahunan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB menyebutkan, investasi langsung luar negeri atau foreign direct investment (FDI) secara global anjlok sebelas persen pada 2024. Ini bukan kabar baru. Pada 2023, nilainya juga sudah jeblok. Yang bikin geleng-geleng, awal 2025 justru memperlihatkan tanda-tanda negatif.

    Tarif yang naik, perang dagang, sampai ketegangan geopolitik yang belum reda membuat perusahaan-perusahaan ragu untuk memutuskan lokasi pabrik baru. “Ketegangan perdagangan, ketidakpastian kebijakan, dan polarisasi geopolitik berisiko memperburuk tren yang sudah berat,” ujar Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, dikutip dari The Wall Street Journal, Jumat, 20 Juni 2025. “Penghalang makin menjulang. Globalisasi mulai surut.”

    Sejak bertahun-tahun lalu, perusahaan multinasional mulai ogah memproduksi barang di negara jauh. Bukan cuma karena biaya logistik, tapi juga ancaman tarif impor dan tudingan mengancam keamanan nasional. Praktik offshoring yang dulu jadi primadona kini berubah jadi beban. Apalagi sejak masa pertama Presiden Donald Trump, tarif digunakan sebagai senjata buat “memanggil pulang” manufaktur yang telanjur hijrah ke luar negeri.

    Data 2024 menunjukkan Amerika Serikat masih jadi tujuan utama FDI, dengan total USD279 miliar (setara Rp4.575 triliun), naik 19,6 persen dari tahun sebelumnya. Tapi lucunya, perusahaan-perusahaan AS justru memangkas investasinya di luar negeri sebesar 26,1 persen. Sementara itu, prospek 2025 suram. Menurut Konferensi PBB untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD), jumlah proyek dan kesepakatan investasi pada awal tahun ini mendekati titik terendah sepanjang sejarah.

    Tarif memang sempat bikin beberapa perusahaan mengumumkan proyek baru untuk memperbaiki rantai pasok. Tapi secara keseluruhan, efek utamanya adalah ketidakpastian investor yang makin akut. “Banyak yang nunggu dan liat-liat dulu,” tulis UNCTAD.

    Trump kembali bikin ulah di semester pertama 2025 dengan pengumuman tarif-tarif baru yang belum jelas arahnya. China pun tak tinggal diam. Mereka membalas dengan membatasi ekspor mineral rare earth yang krusial buat industri elektronik.

    Di balik geger politik dagang ini, ada kekhawatiran yang lebih dalam. Jika FDI terus turun, negara-negara berkembang bisa kehilangan jalur percepatan pembangunan. Investasi asing selama ini bukan cuma bawa uang, tapi juga teknologi, manajemen modern, dan kesempatan kerja yang layak.

    Pada 2024, aliran FDI ke negara berkembang stagnan di angka USD867 miliar (Rp14.218 triliun). Tapi itu pun tidak merata. Di Asia, FDI turun tiga persen akibat anjloknya investasi ke China sebesar 29 persen—dua tahun berturut-turut.

    Sebaliknya, kawasan ASEAN justru mencetak rekor baru. Investasi asing ke sepuluh negara Asia Tenggara naik 10 persen menjadi USD225 miliar (Rp3.690 triliun). Di Afrika, lonjakan terlihat jelas: naik 75 persen ke angka USD97 miliar (Rp1.590 triliun).

    Tapi jangan buru-buru girang. Hampir sepertiga dari angka itu berasal dari satu proyek jumbo, yakni investasi USD35 miliar (Rp574 triliun) dari Uni Emirat Arab ke Mesir untuk mengembangkan kawasan Ras El-Hekma. Tanpa proyek itu, FDI Afrika hanya naik 12 persen menjadi USD64 miliar (Rp1.049 triliun).

    Adapun sepanjang 2023, arus investasi langsung asing (FDI) global tercatat turun dua persen menjadi USD1,3 triliun (setara Rp21.320 triliun). Namun, angka itu bisa menyesatkan bila tak dibedah.

    Menurut laporan UNCTAD, jika aliran dana yang hanya mampir ke negara perantara atau conduit economies—seperti Luksemburg atau Belanda—dikeluarkan dari hitungan, penurunannya justru bisa menembus lebih dari sepuluh persen. Artinya, tren pelemahan investasi sudah terjadi jauh sebelum 2024, ketika tensi geopolitik dan perang tarif kian menekan nyali investor.

    Narasi besar globalisasi yang dulu dielu-elukan sebagai penyamarataan kesejahteraan kini mulai macet di jalan. Dunia bisnis sedang menggigil karena ketidakpastian yang terus menganga.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).