Logo
>

Investor Perlu Hati-hati, Tarif Trump Bisa Picu Volatilitas

Ekspor ke AS dikenakan tarif 19 persen, produk AS dibebaskan bea masuk. Analis memperkirakan ekonomi Indonesia tertekan dan investor perlu bersiap.

Ditulis oleh Hutama Prayoga
Investor Perlu Hati-hati, Tarif Trump Bisa Picu Volatilitas
Ilustrasi: Sebuah pelabuhan yang tampak banyak tumpukan peti kemas. (Foto: Dok. KabarBursa)

KABARBURSA.COM - Kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump terhadap Indonesia dinilai bakal menimbulkan beberapa dampak siginifikan. 

Diketahui, Donald Trump telah menetapkan tarif sebesar 19 persen terhadap barang ekspor asal Indonesia. Sebaliknya, barang ekspor AS ke Indonesia tidak dikenakan biaya atau nol persen. 

Analis Stocknow.id, Abdul Haq Al Faruqy, mengatakan kebijakan tarif tersebut menunjukkan ketimpangan struktural dalam hubungan dagang kedua negara.

Menurut Abdul, kebijakan itu menimbulkan beban besar bagi eksportir Indonesia karena produk mereka menjadi kurang kompetitif di pasar AS.

"Terutama pada sektor manufaktur padat karya seperti tekstil, alas kaki, elektronik, dan komponen otomotif yang selama ini bergantung pada ekspor ke AS," ujar dia kepada Kabarbursa.com dikutip, Sabtu, 19 Juli 2025.

Sebaliknya, jelas Abdul, produk dari AS dapat masuk ke pasar Indonesia tanpa hambatan tarif, membuatnya lebih kompetitif dibandingkan produk lokal, dan berpotensi mengancam pelaku usaha kecil serta industri dalam negeri.

Dari sisi makroekonomi, Abdul memperkirakan tarif ini bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,3 hingga 0,5 poin persentase, terutama karena pelemahan ekspor akan mengurangi kontribusi terhadap PDB.

"Selain itu, tekanan terhadap nilai tukar rupiah dan risiko penurunan aliran investasi asing turut memperburuk ketahanan ekonomi domestik. Sebagai langkah antisipasi, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuannya menjadi 5,25 persen pada Juli 2025 untuk mendorong permintaan domestik dan menjaga stabilitas moneter," terangnya. 

Tarif Nol Produk AS: Potensi Cuan Negara Hilang Rp9 Trilun per Tahun

Sebelumnya, kebijakan pembebasan tarif bea masuk untuk produk-produk asal Amerika Serikat (AS) menuai kritik dari Pengamat kebijakan publik, Sabeth Abilawa.

Ia menilai langkah ini menguntungkan AS secara sepihak, sementara Indonesia berpotensi kehilangan pendapatan signifikan dari sektor perdagangan. 

Menurut Sabeth, potensi kerugian fiskal sangat tergantung pada jenis dan nilai barang yang dibebaskan dari tarif. Ia mencontohkan, pada tahun 2023 nilai impor Indonesia dari AS mencapai USD11,7 miliar.

Jika diberlakukan tarif rata-rata 5 persen, maka potensi penerimaan negara yang hilang bisa mencapai USD585 juta atau sekitar Rp9 triliun per tahun.

“Ini angka kasar dan sangat tergantung pada coverage produk yang mendapat pembebasan tarif,” ujar Sabeth kepada Kabarbursa.com, Kamis 17 Juli 2025.

Ia mengingatkan bahwa penghapusan tarif juga memiliki risiko struktural terhadap industri dalam negeri. Bila barang-barang bernilai tinggi seperti elektronik, pangan strategis, atau alat transportasi dibebaskan dari tarif, maka efek terhadap sektor produksi lokal akan semakin besar. Sementara pajak seperti PPN dan PPh 22 impor, menurut Sabeth, tidak dapat sepenuhnya menggantikan peran bea masuk.

“PPN bersifat consumption tax, dan dalam sistem PPN, pajak ini bisa dikreditkan jika barangnya digunakan sebagai input produksi,” ujarnya.

Sabeth menilai bahwa bea masuk tidak hanya berfungsi sebagai instrumen fiskal, tetapi juga pelindung industri dalam negeri. Maka dari itu, kebijakan tarif nol persen seharusnya ditinjau ulang dan dievaluasi secara berkala dengan prinsip timbal balik yang adil. (*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Hutama Prayoga

Hutama Prayoga telah meniti karier di dunia jurnalistik sejak 2019. Pada 2024, pria yang akrab disapa Yoga ini mulai fokus di desk ekonomi dan kini bertanggung jawab dalam peliputan berita seputar pasar modal.

Sebagai jurnalis, Yoga berkomitmen untuk menyajikan berita akurat, berimbang, dan berbasis data yang dihimpun dengan cermat. Prinsip jurnalistik yang dipegang memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan tidak hanya faktual tetapi juga relevan bagi pembaca.