KABARBURSA.COM - Rupiah dibuka melemah pada Jumat, 16 Agustus 2024 pagi ini ketika Sidang Tahunan MPR/DPR-RI dimulai, yang akan menyajikan pidato kenegaraan terakhir Presiden Joko Widodo menjelang akhir masa jabatannya.
Pelemahan rupiah ini diduga disebabkan oleh tekanan jual yang terjadi di pasar surat utang negara sejak awal pembukaan pasar pagi ini. Berdasarkan data realtime dari BloombergEconomics, hampir semua yield atau imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) menunjukkan peningkatan, yang mengindikasikan adanya tekanan jual di pasar.
Yield SBN dengan tenor 2 tahun naik ke 6,557 persen, sementara yield SBN dengan tenor 5 tahun juga naik ke 5,597 persen. Yield SBN dengan tenor 10 tahun sedikit naik ke 6,737 persen. Sementara itu, SBN dengan tenor 15 tahun yang sebelumnya mengalami kenaikan harga, kini berbalik arah dan tertekan, dengan imbal hasilnya naik ke 6,784 persen.
Tekanan di pasar surat utang ini berdampak pada nilai tukar rupiah, yang sempat menyentuh level Rp15.750 per dolar AS pada awal transaksi pagi ini, dan saat ini bergerak di kisaran Rp15.728 per dolar AS.
Meskipun pasar surat utang tertekan, investor di pasar saham tampak masih optimis dengan memborong saham. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau menguat 0,38 persen dan berada di kisaran 7.434.
Arus Modal Masuk Menguat
Tekanan jual yang terjadi di pasar surat utang kini mengancam reli pembelian Surat Berharga Negara (SBN) oleh investor asing, yang sebelumnya telah berlangsung stabil selama lima hari berturut-turut.
Selama sepekan terakhir, investor asing tercatat melakukan pembelian besar-besaran di pasar keuangan Indonesia. Langkah ini didorong oleh sentimen positif terhadap arah kebijakan suku bunga Federal Reserve yang semakin meningkatkan minat terhadap aset-aset di pasar berkembang, termasuk Indonesia. Kondisi ini mencerminkan kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi Indonesia serta daya tarik yang dimiliki oleh SBN di mata mereka.
Data menunjukkan bahwa sejak pekan lalu, investor asing secara konsisten mencatatkan posisi beli bersih di pasar SBN selama lima hari berturut-turut. Khusus untuk periode tiga hari terakhir pekan ini, yakni pada tanggal 12 hingga 14 Agustus, investor asing telah membeli obligasi negara dengan nilai mencapai Rp6,06 triliun. Ini menunjukkan betapa besar minat dan keyakinan investor terhadap prospek jangka panjang dari surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia.
Sementara itu, di pasar saham, investor asing juga menunjukkan aktivitas pembelian yang signifikan. Mereka mencatatkan reli pembelian selama tujuh hari berturut-turut sejak tanggal 7 Agustus. Dalam empat hari perdagangan pekan ini saja, investor asing membukukan pembelian saham bersih (net buy) di bursa domestik sebesar Rp2,18 triliun. Langkah ini tidak hanya menunjukkan optimisme terhadap prospek pasar saham Indonesia, tetapi juga mengindikasikan adanya arus modal masuk yang kuat ke dalam negeri.
Besarnya minat dari investor asing ini turut mendorong penguatan nilai tukar rupiah selama bulan Agustus, menjadikannya mata uang dengan performa terbaik di Asia. Rupiah tercatat mengalami penguatan sebesar 3,47 persen sepanjang bulan ini (month-to-date), mengungguli mata uang lain di kawasan, seperti ringgit Malaysia yang naik 2,89 persen, peso Filipina yang naik 2,06 persen, dan baht Thailand yang naik 1,71 persen. Penguatan ini mencerminkan sentimen positif terhadap ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global, serta menegaskan daya tarik pasar keuangan Indonesia bagi investor internasional.
Kekhawatiran Fiskal
Pelaku pasar akan mencermati pidato Jokowi hari ini dalam Sidang Tahunan MPR/DPR-RI, yang akan menjadi pidato terakhirnya setelah 10 tahun berkuasa.
Jokowi juga akan menyampaikan Nota Keuangan APBN 2025 yang akan memberikan gambaran tentang kebijakan fiskal pemerintahan baru di bawah Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Investor tertarik untuk mengetahui bagaimana anggaran pemerintah ke depan akan memastikan kesinambungan kebijakan Jokowi sambil mengakomodasi program-program unggulan Prabowo. "Kami tidak berpikir pemerintahan Prabowo akan menimbulkan kekhawatiran, terutama ketika pasar masih gelisah dan ada kekhawatiran tentang disiplin fiskal," komentar Brian Lee, ekonom Maybank Securities, seperti dilaporkan oleh BloombergNews.
Perhitungan dari BloombergEconomics menunjukkan bahwa jika Prabowo mempertahankan defisit anggaran sebesar 3 persen dari PDB, utang akan tetap stabil di kisaran 40 persen dari PDB. Asumsi ini dibuat dengan memperkirakan suku bunga akan sejalan dengan kurva pasar dan tidak ada gangguan signifikan terhadap mata uang atau pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Namun, dalam skenario defisit fiskal sebesar 4 persen dari PDB atau lebih, utang akan terus meningkat setidaknya hingga tahun 2050, bukannya stabil. Menaikkan rasio utang menjadi 50 persen dari PDB pada akhir masa jabatan lima tahun Prabowo akan membutuhkan defisit anggaran lebih dari 5 persen dari PDB, menurut estimasi ekonom BloombergEconomics, Tamara Mast Henderson. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.