KABARBURSA.COM - Calon presiden dari Partai Demokrat, Kamala Harris, menyampaikan pidato penutup kampanyenya di gereja historis komunitas kulit hitam dan bertemu komunitas Arab-Amerika di Michigan pada Minggu, 3 November 2024. Sementara itu, lawannya dari Partai Republik, Donald Trump, menggunakan retorika keras dalam kampanye di Pennsylvania.
Dikutip dari Reuters, survei menunjukkan persaingan ketat antara keduanya. Harris, 60, mendapat dukungan kuat dari pemilih perempuan, sedangkan Trump, 78, menguat di kalangan pemilih Hispanik, terutama laki-laki.
Meskipun survei Reuters/Ipsos menunjukkan keduanya tidak populer di mata pemilih, hal itu tidak menghalangi partisipasi pemilih. Lebih dari 78 juta orang telah memberikan suara lebih awal menjelang Hari Pemilu pada Selasa, mendekati separuh dari total 160 juta suara pada 2020, di mana partisipasi pemilih mencapai rekor tertinggi dalam lebih dari satu abad.
Kendali atas Kongres juga diperebutkan pada pemilu ini. Partai Republik diperkirakan merebut mayoritas di Senat, sementara Partai Demokrat berpeluang membalikkan mayoritas tipis Partai Republik di DPR. Presiden yang partainya tidak menguasai kedua kamar sering kesulitan meloloskan undang-undang besar.
“Dalam dua hari, kita memiliki kekuatan untuk menentukan nasib bangsa ini untuk generasi mendatang,” ujar Harris di hadapan jemaat di Greater Emmanuel Institutional Church of God in Christ, Detroit. “Kita harus bertindak. Tidak cukup hanya berdoa, tidak cukup hanya bicara.”
Di East Lansing, Michigan, Harris berbicara kepada komunitas Arab-Amerika, membuka pidatonya dengan menyoroti korban sipil dalam perang Israel di Gaza dan Lebanon. "Tahun ini sangat sulit, mengingat skala kematian dan kehancuran di Gaza, serta korban sipil dan pengungsian di Lebanon. Sebagai presiden, saya akan melakukan segala upaya untuk mengakhiri perang di Gaza," kata Harris yang disambut tepuk tangan.
Komunitas Arab dan Muslim Amerika serta kelompok aktivis anti-perang mengecam dukungan AS terhadap Israel di tengah puluhan ribu kematian sipil di Gaza dan Lebanon serta pengungsian jutaan orang. Israel menyatakan pihaknya menargetkan kelompok militan Hamas dan Hezbollah.
Trump mengunjungi Dearborn, Michigan, pusat komunitas Arab-Amerika, pada Jumat dan berjanji mengakhiri konflik Timur Tengah tanpa menjelaskan caranya.
Alih-alih menyebut Trump secara langsung, Harris menyoroti rekam jejak lawannya di hari terakhir kampanyenya.
Trump, dalam salah satu dari tiga kampanye di Pennsylvania pada Minggu, sering menyimpang dari teks pidato dengan pernyataan spontan. Ia mengecam hasil survei yang menunjukkan pergerakan dukungan untuk Harris, menyebut Demokrat sebagai “partai jahat,” mengejek Presiden Demokrat Joe Biden, dan menyinggung harga apel yang tinggi.
Trump, yang selamat dari percobaan pembunuhan pada Juli lalu ketika peluru mengenai telinganya di Butler, Pennsylvania, mengeluh tentang celah di kaca anti peluru saat berbicara kepada pendukungnya. Ia bercanda bahwa penyerang harus menembak melewati media untuk mengenainya. “Untuk menembak saya, seseorang harus menembak melalui berita palsu, dan saya tidak terlalu keberatan dengan itu,” kata Trump, yang telah lama mengkritik media.
Minggu lalu, Trump menyarankan Liz Cheney, kritikus dari Partai Republik, seharusnya ditembaki dalam pertempuran atas kebijakan luar negerinya yang keras, sehingga jaksa di Arizona membuka investigasi.
Juru bicara kampanye, Steven Cheung, mengeluarkan pernyataan bahwa komentar Trump bukan ditujukan kepada media, melainkan terkait ancaman terhadap dirinya yang dipicu oleh retorika berbahaya dari Demokrat.
Trump kemudian berpidato di Kinston, Carolina Utara, dan Macon, Georgia, di mana ia mengkritik laporan pekerjaan minggu lalu yang menunjukkan ekonomi AS hanya menambah 12.000 pekerjaan bulan lalu.
Di hadapan kerumunan besar, Trump menyebut laporan itu sebagai tanda bahwa AS adalah “negara yang menurun,” bahkan memperingatkan tanpa bukti kemungkinan terulangnya Depresi Besar 1929, “orang-orang melompat dari gedung.”
Pejabat senior kampanye Harris menyebutkan bahwa argumen penutup Harris ditargetkan untuk menarik pemilih yang masih ragu. Hal ini berbeda dengan Trump, yang tetap berfokus pada pidato standar untuk memotivasi pendukung setianya.
“Kampanye Kamala dibangun di atas kebencian dan demonisasi,” ujar Trump.
Menjelang akhir pidatonya di Pennsylvania, Trump – yang klaim palsunya bahwa kekalahan pada 2020 disebabkan kecurangan menginspirasi serangan 6 Januari 2021 di Capitol – mengatakan ia seharusnya tidak menyerahkan kekuasaan.
“Kami memiliki perbatasan teraman dalam sejarah negara ini pada hari saya pergi. Seharusnya saya tidak pergi. Sebenarnya, karena kami melakukannya dengan sangat baik,” ujar Trump.
Trump menyatakan bahwa hasil pemilu seharusnya diumumkan pada malam Hari Pemilu, meskipun pejabat di beberapa negara bagian memperingatkan bahwa hasil akhir bisa memakan waktu beberapa hari.
Demokrat mengklaim mereka telah memiliki rencana jika Trump mencoba mengklaim kemenangan sebelum waktunya.
Keunggulan Harris Menipis dalam Jajak Pendapat Terbaru
Laporan elektabilitas berdasarkan jajak pendapat Reuters/Ipsos yang dirilis pada Selasa, 29 Oktober 2024, lalu menunjukkan keunggulan Kamala Harris atas Donald Trump semakin tipis menjelang pemilu AS, dengan selisih hanya satu poin, yakni 44 persen untuk Harris dan 43 persen untuk Trump. Survei tiga hari tersebut menunjukkan persaingan yang sangat ketat menjelang pemungutan suara pada 5 November, dengan margin kesalahan sekitar tiga poin.
Dilansir dari Reuters, sejak memasuki pemilihan pada Juli, Harris terus memimpin dalam jajak pendapat Reuters/Ipsos. Namun, keunggulannya terhadap Trump mulai menipis sejak akhir September. Dalam survei sebelumnya, yang dilakukan pada 16-21 Oktober, Harris unggul dua poin atas mantan Presiden Trump.
Jajak pendapat terbaru, yang melibatkan 1.150 warga AS dewasa, termasuk 975 pemilih terdaftar, menunjukkan Trump memiliki keunggulan dalam sejumlah isu penting di mata pemilih.
Ketika ditanya siapa yang memiliki kebijakan lebih baik dalam hal ekonomi, pengangguran, dan pekerjaan, 47 persen memilih Trump, dibandingkan 37 persen yang mendukung Harris. Trump telah unggul dalam isu ekonomi sepanjang kampanye, dengan 26 persen pemilih menyebut lapangan kerja dan ekonomi sebagai masalah utama negara, diikuti oleh ekstremisme politik (24 persen) dan imigrasi (18 persen).
Keunggulan terbesar Trump tampak pada isu imigrasi, di mana ia mengusulkan kebijakan keras, termasuk deportasi massal bagi migran ilegal. Sebanyak 48 persen pemilih mendukung pendekatan Trump pada imigrasi, dibandingkan 33 persen yang memilih Harris.
Harris sedikit lebih unggul dalam menangani ekstremisme politik dan ancaman terhadap demokrasi, meskipun keunggulan ini menyusut. Sebanyak 40 persen pemilih menganggap pendekatan Harris lebih baik, sementara 38 persen memilih Trump, dengan selisih hanya dua poin dari sebelumnya tujuh poin pada survei 16-21 Oktober.(*)