KABARBURSA.COM - PT PLN (Persero) memamerkan keberhasilannya membangun Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Tambak Lorok Blok 3 sebagai bentuk komitmen terhadap transisi dari energi berbasis fosil menuju energi terbarukan.
PLTGU Tambak Lorok 3 diresmikan pada Jumat, 30 Agustus 2024.
Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo menjelaskan soal perbedaan antara PLTGU Tambak Lorok Blok 3 dengan Blok 1 dan Blok 2, khususnya dalam hal kecepatan respon pembangkit.
Kata Darmawan, PLTGU Lorok Blok 3 memiliki kemampuan “ramping rate” yang jauh lebih unggul, yakni mencapai 70 megawatt per jam. Ini artinya, PLTGU Tambak Lorok Blok 3 mampu menyesuaikan kapasitas pembangkitnya sepuluh kali lebih cepat dibandingkan Blok 1 dan Blok 2 yang hanya mampu mencapai 6 megawatt per jam.
“Today is a moment of pride, the transision of energy is taking place very fast. Dengan komunikasi intens bagaimana kita bisa menjalankan transisi energi yang sebelumnya fosil menjadi rewnable energy base,” katanya dalam peresmian PLTGU Tambak Lorok Blok 3 secara daring, Jumat 30 Agustus 2024.
Perbedaan kecepatan penyesuaian ini sangat penting dalam menghadapi tantangan integrasi energi terbarukan seperti tenaga surya yang bersifat intermiten, di mana perubahan output energi bisa sangat cepat dan dinamis.
“Begitu ada renewable energy, itu namanya intermiten atau kita sebut dengan variable renewable energy,” tutur dia.
Dengan kemampuan ramping rate yang lebih tinggi, PLTGU Tambak Lorok Blok 3 dapat dengan lebih efisien menyesuaikan produksi listrik sesuai dengan fluktuasi energi terbarukan yang masuk ke sistem, menjadikannya jauh lebih handal dibandingkan pembangkit sebelumnya.
Pembangkit ini mencapai 61 persen dibandingkan pembangkit lain yang berada di Blok 1 dan Blok 2 yang hanya sekitar 36 persen.
“Sehingga dengan jumlah yang sama, maka produksi listriknya bisa meningkat dua kali lebih cepat,” terang Darmawan.
Di samping itu, dia juga menjelaskan emisi gas rumah kaca yang sebelumnya mencapai 600 gram per kWh dapat turun menjadi 380 gram per kWh. Ini mencerminkan peningkatan efisiensi dan produktivitas listrik, serta penurunan emisi gas rumah kaca secara signifikan.
“ini adalah efesiensi peningkatan produktivitas listriknya dengan sumber energi yang sama dan juga pengurangan gas emisi rumah kaca dengan satu tarikan nafas,” kata dia.
Darmawan juga menekankan bahwa pencemaran udara, baik dari partikel debu (particulate matter), sulfur oksida (SOx), maupun nitrogen oksida (NOx), akan jauh lebih rendah dengan pembangkit ini.
“Tentu saja ini pencemaran udaranyanya juga jadi sangat kecil baik itu partikular meter maupun SOx maupun NOx," ujar dia.
Adapun dalam sistem kelistrikan, khususnya dengan adanya energi terbarukan seperti tenaga surya, fluktuasi produksi listrik dapat terjadi dengan cepat dan drastis. Misalnya, pada pukul 10 pagi, ketika tenaga surya menghasilkan tambahan 5 gigawatt (GW) listrik, PLN harus mengurangi produksi listrik dari pembangkit lain sebesar 5 GW.
Sebaliknya, pada pukul 2 siang hingga 6 sore, ketika produksi tenaga surya menurun 5 GW, PLN harus kembali meningkatkan produksi listrik dari pembangkit lainnya.
“Ini yang pertama harus diperlukan adalah ramping rate, bagaimana kita bisa ngegas dan ngerem dengan cepat,” jelas Darmawan.
Sebagai informasi, PLTGU Tambak Lorok Blok 3 memiliki kapasitas 779 Megawatt (MW) ini diharapkan dapat berperan penting dalam memenuhi kebutuhan listrik di wilayah Jawa dan Bali.
Executive Vice President (EVP) Sekretaris Hutama Karya, Adjib Al Hakim mengatakan rampungnya proyek ini memperkuat portofolio perusahaan dalam proyek Engineering, Procurement & Construction (EPC).
“Penyelesaian proyek ini menambah rekam jejak Hutama Karya dalam menggarap proyek-proyek EPC,” kata Adjib dalam keterangannya, Jumat, 30 Agustus 2024.
PLTGU Tambak Lorok Blok 3 adalah proyek yang dimiliki oleh anak perusahaan PT PLN (Persero), yaitu PT PLN Indonesia Power. Proyek ini merupakan hasil kerja sama operasi antara Hutama Karya dengan General Electric (GE) dan Marubeni Corporation (MC).
Dikerjakan sejak 2017 dengan investasi sebesar Rp4,8 triliun, PLTGU Tambak Lorok Blok 3 menjadi pembangkit listrik pertama di Asia Pasifik yang menggunakan teknologi turbin gas HA (High efficiency Air cooled).
Adjib menjelaskan, bahwa teknologi ini memungkinkan efisiensi energi yang optimal dengan kombinasi pembangkit tenaga gas dan uap yang sudah sesuai dengan standar manajemen kualitas lingkungan internasional. Namun, penyelesaian proyek ini tidak lepas dari tantangan, terutama karena area proyek yang berada di Pelabuhan Tanjung Emas yang sering kali mengalami banjir rob. Selain itu, proyek ini juga harus melewati masa sulit akibat di masa pandemi COVID-19.
Selain PLTGU Tambak Lorok Blok 3, Hutama Karya juga telah mengantongi portofolio proyek pembangkit listrik lainnya sejak tahun 2010. Beberapa proyek tersebut antara lain PLTM Parmonangan 2 dengan kapasitas 2x5 MW di Sumatera Utara, PLTM Gunung Wugul dengan kapasitas 2x1,5 MW di Jawa Barat, dan PLTM Harjosari dengan kapasitas 3x3,3 MW di Jawa Tengah.
Tak hanya itu, Hutama Karya juga terlibat dalam beberapa proyek besar pembangkit listrik lainnya, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya dengan kapasitas 2x1000 MW di Cilegon (Banten), PLTGU Muara Tawar dengan kapasitas Add on 650 MW di Bekasi (Jawa Barat), dan PLTU Grati di Pasuruan, Jawa Timur. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.