KABARBURSA.COM - Indonesia dan Jepang resmi menekan perpanjangan IJEPA atau Indonesia-Jepang Economic Partnership Agreement.
Kesepakatan terjadi setelah Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan melakukan penandatanganan secara sirkuler virtual di Kementerian Perdagangan (Kemendag)
"Barusan saja saya dengan Menlu (Menteri Luar Negeri) Jepang tanda tangan. Walaupun sederhana tapi ini sejarah 20 tahun kita selesaikan hari ini," ujar Zulkifli kepada media. Jakarta, 8 Agustus 2024.
Perlu diketahui, IJEPA ini sudah berjalan sejak 2008 silam dan telah dibahas perpanjangan sedari 2019 lalu. Namun pengesahaan IJEPA kali ini masih menunggu ratifikasi di DPR.
Zulkifli memaparkan isi dari perjanjian tersebut di antaranya ialah amandemen serta peningkatan komitmen untuk perdagangan barang.
Perjanjian ini juga membuat Indonesia membuka akses pasar sebesar 25 pos tarif untuk Jepang. Tak hanya itu, Jepang juga akan membuka akses pasar 112 pos tarif untuk Indonesia.
"Perdagangan barang Jepang, ada perbaikan pasar untuk 112 pos tarif. Perbaikan jasa pasar untuk 25 pos tarif, antara lain produk besi, baja, serta otomotif," kata menteri yang biasa disapa Zulhas itu.
Selain itu, perjanjian IJEPA juga bakal membuat ekspor produk segar dan bahan olahan makanan laut seperti ikan tuna, lobster, cakalang, dan kerang berpotensi bebas bea masuk ke Negeri Sakura.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat pertumbuhan nilai ekspor komoditas kelautan dan perikanan di semester I 2024. Jika dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya, nilai ekspor kelautan dan perikanan meningkat 1 persen, menjadi USD2,71 miliar dari USD2,69 miliar.
Dominasi Ekspor Komoditas
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan, Budi Sulistiyo menuturkan, Amerika Serikat (AS) masih mendominasi ekspor komoditas kelautan dan perikanan Indonesia. Di posisi kedua, disusul oleh China, kemudian negara-negara Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara atau ASEAN, Jepang, dan Uni Eropa.
Dia merinci, ekspor AS sebesar 32,8 persen, kemudian China 20 persen, kawasan ASEAN 13 persen, Jepang 10,5 persen, dan Uni Eropa 7,1 persen. Adapun komoditas unggulan ekspor ke lima kawasan tersebut di antaranya udang sebanyak 27,8 persen dengan nilai USD755,79 juta.
Selain udang, tercatat juga tuna, tongkol, cakalang dengan total keseluruhan 16,8 persen dengan nilai ekspor USD456,64 juta, kemudian cumi, sotong, gurita, 14,6 persen senilai USD396,94 juta, kemudian kepiting dan rajungan 10 persen senilai USD275,25 juta, dan rumput laut 6 persen sebesar USD162,38.
“Jadi ini adalah, kalau kita lihat, ini adalah komoditas yang menjadi, komoditas unggulan yang menjadi primadonanya ekspor di Indonesia,” kata Sulistiyo dalam paparan kinerja KKP semester I 2024 di Gedung Mina Bahari IV, Jakarta Pusat, Jumat, 26 Juli 2024.
Meski begitu, Sulistiyo tak menampik impor komoditas kelautan dan perikanan masih terjadi hingga saat ini. Pada semester I 2024, nilai impor RI tercatat USD219,54 juta, atau sekitar 8,09 persen persen terhadap nilai ekspor komoditas kelautan dan perikanan RI.
Meski begitu, angka tersebut mengalami penurunan signifikan sebesar 35,15 persen jika dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya. Dengan capaian tersebut, Sulistiyo meyakini Indonesia segera menjadi negara eksportir komoditas kelautan dan perikanan.
“Jadi dengan kondisi sekarang, Indonesia dapat dinyatakan sebagai negara next exporter (eksportir berikutnya) produk perikanan,” ungkapnya.
Di sisi lain, berdasarkan data neraca perdagangan pada komoditas perikanan mengalami surplus hingga USD2,49 miliar atau sekitar Rp40,67 triliun. Angka tersebut 6,2 persen jika dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Di sisi lain, Kemendag menyatakan bahwa potensi ekspor Indonesia hingga akhir 2024 tetap positif, meskipun terdapat kekhawatiran mengenai kemungkinan resesi di Amerika Serikat.
Sekretaris Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag) Kemendag, Ari Satria, mengatakan ekspor Indonesia untuk saat ini masih terbilang stabil.
“Kalau melihat dari data sebenarnya, kita masih stabil,” kata Ari Satria di Jakarta, Rabu, 7 Agustus 2024.
Ari pun optimis dalam empat bulan ke depan, hingga akhir 2024, ekspor Indonesia akan tetap stabil. Namun, dia berharap pemerintahan yang akan datang dapat menyusun strategi untuk meningkatkan nilai ekspor.
“Tapi yang justru yang perlu dicermati adalah nanti pemerintahan baru kita ini, 2025, be and beyond, dan bagaimana pemerintahan baru bisa menyusun strategi yang lebih tepat untuk peningkatan ekspor,” ujar dia.
Nilai Investasi Jepang
Nilai investasi Jepang ke Indonesia antara tahun 2019 hingga 2023 mencapai USD18,3 miliar, dengan sektor-sektor utama mencakup energi, otomotif, dan properti.
Saat ini, Indonesia juga mendorong masuknya investasi asing ke sektor energi terbarukan sebagai bagian dari komitmen untuk mencapai emisi nol bersih (net zero emission) pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga, menyatakan bahwa Indonesia dan Jepang perlu memperkuat kerja sama dalam menghadapi krisis global. Peluang kerja sama di sektor energi terbarukan sangat penting bagi kebutuhan energi Jepang.
“Salah satunya adalah penyediaan produk biomassa, seperti cangkang sawit (palm kernel shell) dan pelet kayu (wood pellet) dari Indonesia,” tambah Jerry dalam keterangannya pada Jumat, 5 Juli 2024.
Pada tahun 2023, nilai ekspor cangkang sawit Indonesia ke Jepang mencapai USD550,98 juta, meningkat 40 persen dibandingkan tahun 2022. Selain itu, ekspor pelet kayu Indonesia ke Jepang mencapai USD10,2 juta, meningkat 45 persen dibandingkan tahun 2022.(*)