Logo
>

Kementan Ajak Polisi Stabilkan Harga Ayam: Pengaruh?

Ditulis oleh Pramirvan Datu
Kementan Ajak Polisi Stabilkan Harga Ayam: Pengaruh?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Satgas Pangan Polri untuk menstabilkan harga ayam hidup (livebird) guna melindungi peternak lokal dari fluktuasi pasar.

    Kebijakan ini mulai berlaku pada 10 September 2024, dengan menetapkan harga minimal ayam hidup ukuran 1,6–2,0 kg sebesar Rp20.000 per kg di wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Seperti dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa 10 September 2024.

    Kebijakan ini merupakan hasil dari rapat evaluasi Kementan dan Konsolidasi Stabilisasi Perunggasan Nasional. Dalam rapat tersebut, hadir berbagai pemangku kepentingan, termasuk asosiasi perunggasan, perusahaan terintegrasi, serta Satgas Pangan Polri. Salah satu langkah yang diambil adalah optimalisasi penyerapan ayam oleh perusahaan terintegrasi, di mana mereka diwajibkan memotong lebih dari 30 persen produksi internal di Rumah Pemotongan Hewan Unggas (RPHU) untuk mengurangi kelebihan pasokan.

    Selain itu, harga anak ayam betina sehari (DOC FS) akan ditetapkan sebesar 25 persen dari harga ayam hidup. Setengah dari produksi DOC FS akan dijual kepada peternak lain untuk mendukung peternak mandiri.

    Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Agung Suganda, menegaskan akan ada sanksi bagi pihak yang melanggar, termasuk peninjauan kembali alokasi grand parent stock (GPS) dan bahan baku pakan. Satgas Pangan Polri, di bawah kepemimpinan Brigjen Helfi Assegaf, siap mengawasi kebijakan ini untuk mencegah tindakan yang merugikan peternak dan konsumen.

    Kenaikan Harga Pangan

    Beban masyarakat kelas menengah semakin meningkat, imbas dari kenaikan harga pangan yang masih tinggi tanpa diimbangi kenaikan pendapatan. Kondisi ini bisa membuat kelas menengah rentan jatuh ke jurang kemiskinan.

    Berbeda dengan masyarakat kelas bawah, kelas menengah minim mendapatkan bantuan fiskal dari pemerintah karena dianggap mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Akibatnya, tabungan mereka makin menipis untuk memenuhi kebutuhan harian yang tak terduga.

    Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Wahyu Utomo, menyatakan bahwa pemerintah telah membuat kebijakan fiskal untuk masyarakat kelas menengah. Diantaranya, pemberdayaan UMKM melalui kredit usaha rakyat (KUR), insentif perumahan hingga Rp 5 miliar dengan pemberian pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP), serta dukungan fiskal untuk mobil listrik melalui PPN DTP dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).

    Namun, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menilai bahwa insentif dan program yang diberikan pemerintah belum cukup. Menurutnya, kenaikan harga pangan tahunan yang masih tinggi dan tekanan biaya bahan baku industri akibat pelemahan nilai tukar rupiah menjadi masalah utama kelas menengah saat ini.

    “Pemberdayaan UMKM lewat KUR perlu didorong lebih besar ke sektor produktif dengan plafon yang lebih besar. Perluasan bantuan sosial juga mendesak ke kelompok menengah rentan, bukan hanya orang miskin,” ujar Bhima.

    Bhima mencatat, 40 persen masyarakat kelas menengah pada Maret 2024 memiliki kontribusi 37 persen terhadap konsumsi nasional. Sehingga, sepertiga hidup matinya ekonomi bergantung pada kelas menengah. Dengan tekanan yang terus berlanjut, Bhima khawatir konsumsi rumah tangga hanya akan tumbuh 4,2 persen hingga 4,7 persen pada 2024, dan mencapai 4,6 persen di 2025.

    Pada 2023, proporsi kelas menengah dalam struktur penduduk Indonesia tercatat sebesar 17,44 persen, turun 4 persen poin dibandingkan level pra pandemi yang mencapai 21,45 persen pada 2019. Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, menyatakan bahwa penurunan jumlah kelas menengah ini perlu menjadi perhatian serius pemerintah. Peran kelas menengah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi sangat penting.

    “Kelas menengah adalah target utama pasar barang dan jasa. Jika jumlah mereka turun, risiko perlambatan ekonomi tidak terhindarkan,” tutur Eko. Ia menilai, upaya yang diperlukan adalah mengurangi kebijakan yang berujung pada tergerusnya daya beli kelas menengah, terutama menengah rentan.

    “Misalnya wajib asuransi kendaraan, rencana PPN 12 persen, tiket pesawat, dan seterusnya. Selain itu, perlu kemudahan mendapatkan lapangan pekerjaan,” kata Eko.

    Indikator Harga Komoditas

    Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengklaim bahwa harga pangan di Indonesia mengalami penurunan. Hal ini tercermin dari beberapa indikator harga berbagai komoditas utama yang menunjukkan tren penurunan selama beberapa bulan terakhir.

    Penurunan harga ini didorong oleh berbagai faktor, termasuk peningkatan produksi pangan domestik, distribusi yang lebih efisien, dan stabilitas cuaca yang mendukung hasil panen. Bapanas juga bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memastikan pasokan pangan yang cukup, mengurangi rantai distribusi yang panjang, dan mengatasi hambatan logistik.

    Beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain beras, gula, minyak goreng, dan telur. Penurunan harga beras misalnya, disebabkan oleh panen yang melimpah dan kebijakan pemerintah yang mempercepat distribusi stok beras dari gudang Bulog ke pasar.

    Selain itu, harga gula dan minyak goreng turun karena adanya kebijakan subsidi dan pengawasan ketat terhadap distribusi untuk menghindari penimbunan yang bisa menyebabkan lonjakan harga. Sedangkan untuk telur, penurunan harga disebabkan oleh peningkatan produksi dari peternak yang merespons permintaan pasar yang lebih rendah dari biasanya.

    Kendati demikian, Bapanas tetap waspada terhadap potensi fluktuasi harga di masa depan, terutama menjelang hari-hari besar keagamaan dan perubahan cuaca yang bisa mempengaruhi hasil panen. Mereka terus memonitor dan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas harga pangan di Indonesia.

    Klaim penurunan harga ini tentunya membawa angin segar bagi masyarakat, terutama di tengah tekanan ekonomi yang masih dirasakan akibat pandemi. Diharapkan, dengan harga pangan yang lebih stabil dan terjangkau, daya beli masyarakat bisa meningkat dan membantu pemulihan ekonomi secara keseluruhan.

    Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS),Pada Juni 2024, Indonesia mencatat inflasi year on year (y-on-y) sebesar 2,51 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai 106,28. Inflasi tertinggi pada tingkat provinsi terjadi di Papua Pegunungan, mencapai 5,65 persen dengan IHK sebesar 111,29. Sementara itu, inflasi terendah tercatat di Kepulauan Bangka Belitung sebesar 1,08 persen dengan IHK sebesar 103,95.

    Untuk tingkat kabupaten/kota, inflasi tertinggi terjadi di Minahasa Utara sebesar 7,86 persen dengan IHK 110,53, dan yang terendah di Timor Tengah Selatan sebesar 0,02 persen dengan IHK 104,64.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Pramirvan Datu

    Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.