KABARBURSA.COM - Kementerian Perdagangan, melalui Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag), berupaya mendorong transformasi ritel modern di era digital. Saat ini, pola perilaku konsumen dalam membeli produk ritel telah mengalami perubahan signifikan.
Perubahan ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pelaku usaha di sektor ritel untuk terus bertahan dan berkembang dalam bisnis mereka. Kementerian Perdagangan mendorong transformasi ritel modern di era digital dalam memanfaatkan semua sarana pemasaran, termasuk niaga-el (e-commerce).
“Pergeseran pola perilaku konsumen dalam membeli produk ritel menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para pelaku usaha sektor ritel,” ujar Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan, Kasan, di Jakarta, Kamis, 15 Agustus 2024.
Kasan mengungkapkan bahwa digitalisasi menjadi suatu keharusan di era baru pascapandemi dalam tatanan perekonomian global, termasuk di Indonesia. Berbagai sektor perdagangan, termasuk ritel modern, harus terus beradaptasi dan berinovasi untuk memanfaatkan situasi saat ini.
Menurut data dari Bank Indonesia, penjualan produk ritel pascapandemi telah mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari Indeks Penjualan Riil (IPR) yang diperkirakan mencapai 212 pada Juli 2024, menunjukkan pertumbuhan sebesar 4,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
“Meningkatnya penjualan eceran didorong oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau, serta subkelompok sandang. Selain itu, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Juli 2024 tercatat senilai 123,4Angka ini mengalami sedikit penurunan dibandingkan pada tahun lalu sebesar 123,5,” paparnya.
Meski demikian, angka tersebut masih berada dalam posisi optimistis terhadap kondisi ekonomi ke depan. Dengan melihat potensi konsumsi masyarakat yang masih tinggi dan tingkat penjualan ritel yang masih prospektif, perlu upaya mendorong sektor ritel modern.
Proyeksi Niaga-el
Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerja Sama Ekonomi Internasional Bappenas Pande Nyoman Laksmi Kusumawati mengutarakan, niaga-el diproyeksikan menjadi saluran ritel dengan pertumbuhan tercepat.
Niaga-el diproyeksikan mampu memberikan kontribusi sebesar 24 persen pada penjualan ritel di tahun 2027. Angka tersebut meningkat dibandingkan pada 2023 yang nilai kontribusinya mencapai 21 persen.
“Ritel dengan sarana pemasaran niaga-el juga diproyeksikan menunjukkan peningkatan penjualan yang kuat yaitu mencapai USD 1,4 triliun pada 2022—2027. Potensi ini diperkirakan datang dari pasar negara berkembang senilai lebih dari 64 persen,” kata Laksmi
Selain itu, dompet-el terus menjadi pilihan pembayaran. Penggunaan dompet-el diperkirakan akan meningkat dari 49 persen pada 2022 menjadi 54 persen pada 2026
Laksmi menambahkan, saat ini pelaku usaha sektor ritel semakin banyak yang berinvestasi dalam mengembangkan strategi omnichannel guna mendorong terciptanya ekosistem perdagangan digital.
Omnichannel adalah strategi yang memadukan penjualan luring dan daring. Menurut Laksmi, negara-negara di Asia Pasifik diperkirakan akan memimpin perdagangan digital dengan pertumbuhan pesat di Tiongkok, Indonesia, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan India.
Toko Digital dan Non Digital
Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey, menegaskan bahwa di era digital saat ini, perbedaan antara toko fisik dan toko online sudah tidak relevan lagi. Transformasi yang signifikan dari toko fisik ke platform online dan sebaliknya mencerminkan perubahan besar dalam cara konsumen berbelanja.
Menurut Roy, fenomena ini menunjukkan bahwa konsumen kini menginginkan kemudahan dan fleksibilitas dalam berbelanja, yang mendorong sektor ritel untuk beradaptasi dengan tren yang ada.
“Untuk tetap relevan dan bersaing, toko ritel harus mengikuti tren berbelanja saat ini. Jika tidak, ada risiko besar bahwa mereka akan menjadi usang dan kalah bersaing. Aprindo sebagai asosiasi dan representasi korporasi ritel, memiliki komitmen kuat untuk mendukung pelaku usaha ritel, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), agar mereka dapat berkembang dan meningkatkan daya saingnya di era digital ini, baik di level nasional maupun global,” ujar Roy.
Ekonom Senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, menjelaskan bahwa transformasi digital membawa berbagai keuntungan bagi bisnis ritel. Hal ini termasuk peningkatan loyalitas pelanggan, penyediaan data pasar yang berguna, dan pelaksanaan kampanye pemasaran yang lebih efektif dan efisien. Transformasi digital memungkinkan bisnis ritel untuk menawarkan pengalaman belanja yang lebih personal dan relevan bagi konsumen.
Di samping itu, Tauhid menambahkan bahwa digitalisasi juga berpotensi memperbaiki layanan pelanggan dan mempermudah manajemen inventaris. “Digitalisasi merupakan keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Ini menuntut adanya inovasi serta perubahan dalam model bisnis ritel. Meski demikian, penting untuk menerapkan kebijakan yang adaptif terhadap perkembangan teknologi. Selain itu, penguatan kapasitas pelaku usaha ritel, terutama UMKM, sangat penting untuk mempercepat adaptasi mereka dalam menghadapi dunia teknologi yang berkembang pesat,” jelas Tauhid.
Dia juga menekankan bahwa untuk memastikan keberhasilan transformasi digital, diperlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, asosiasi industri, dan lembaga pendidikan, untuk memberikan pelatihan dan sumber daya yang diperlukan bagi pelaku usaha ritel dalam mengoptimalkan teknologi digital. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.