KABARBUSA.COM - Pemerintah Indonesia langsung mengambil langkah diplomasi strategis menyusul pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang berencana memberlakukan tarif tambahan sebesar 10 persen kepada negara-negara yang dinilai "berpihak pada kebijakan anti-Amerika BRICS", termasuk Indonesia.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dijadwalkan tiba di Washington D.C. pada Selasa (8/7) untuk mengadakan pertemuan dengan sejumlah pejabat tinggi AS, dalam rangka mengamankan posisi Indonesia di tengah ketegangan perdagangan yang meningkat.
Menurut Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Haryo Limanseto, kunjungan ini merupakan bagian dari strategi cepat pemerintah untuk menyikapi potensi dampak kebijakan dagang baru AS terhadap kepentingan ekonomi nasional.
“Menko Airlangga akan mengadakan pertemuan dengan perwakilan Pemerintah AS guna membahas keputusan tarif Presiden Trump terhadap Indonesia,” ungkap Haryo dalam keterangan resmi pada Selasa 8 Juli 2025.
Jaga Akses Ekspor dan Hubungan Dagang
Ditegaskan Haryo, pertemuan tersebut tidak hanya bersifat simbolis. Pemerintah melihat masih adanya ruang untuk membuka dialog sebelum kebijakan tarif diberlakukan secara penuh.
“Karena masih tersedia ruang untuk merespons sebagaimana yang disampaikan oleh Pemerintah AS, Pemerintah Indonesia akan mengoptimalkan kesempatan yang tersedia demi menjaga kepentingan nasional ke depan,” jelasnya.
Langkah diplomasi ini sangat penting mengingat AS merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia, khususnya dalam sektor tekstil, alas kaki, elektronik, dan produk pertanian. Tarif tambahan berpotensi melemahkan daya saing ekspor nasional di pasar Amerika, serta memperbesar risiko penurunan neraca perdagangan bilateral.
Kebijakan Trump dan Ketegangan BRICS–AS
Pernyataan Presiden Trump yang menyasar negara-negara BRICS dan mitra dekatnya—termasuk Indonesia—mengemuka di sela-sela pertemuan BRICS yang berlangsung di Brasil pekan ini. Dalam pernyataan resminya, Trump menyebut negara-negara yang “berpihak pada kebijakan anti-Amerika” akan dikenai tarif tambahan sebesar 10 persen, sebagai bentuk penegasan ulang kebijakan perdagangan “America First”.
Indonesia sendiri, meskipun bukan anggota penuh BRICS, saat ini tergabung dalam format perluasan BRICS+ dan semakin aktif menjalin hubungan dagang dengan negara-negara anggota seperti China, India, dan Rusia.
Meski demikian, pemerintah menegaskan bahwa kebijakan luar negeri dan perdagangan Indonesia tetap berprinsip non-blok dan berorientasi pada kepentingan nasional, bukan keberpihakan geopolitik.
Diplomasi Ekonomi Jadi Prioritas
Langkah cepat Menko Airlangga ini dinilai sebagai sinyal kuat bahwa diplomasi ekonomi menjadi prioritas utama pemerintahan Prabowo di tengah ketidakpastian global. Pemerintah tidak ingin eskalasi tarif ini memicu ketidakstabilan di sektor ekspor, investasi, atau menekan sektor manufaktur yang tengah mencoba bangkit pasca perlambatan ekonomi global.
“Pemerintah Indonesia terus memantau dan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar dampak kebijakan perdagangan global tidak merugikan kepentingan ekonomi dalam negeri,” tutup Haryo.(*)