KABARBURSA.COM – Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono, meresmikan Model Pengembangan Kawasan Berbasis Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Perairan Morodemak, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah pada Jumat, 11 Oktober 2024.
Adapun peresmian kawasan Morodemak itu merupakan implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Trenggono menyebut, PP tersebut menjadi kebijakan pengelolaan sedimentasi laut untuk tidak menurunkan daya dukung ekosistem pesisir.
"Peraturan Pemerintah ini adalah rule-based untuk mengelola hasil sedimentasi di laut agar tidak menurunkan daya dukung ekosistem pesisir dan laut, sekaligus memberi dampak positif dari aspek ekologi serta manfaat ekonomi," kata Trenggono dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu, 12 Oktober 2024.
Dalam pelaksanaan pengelolaan sedimentasi, Trenggono menyebut, KKP telah menyusun lokasi prioritas dan mendetailkannya pada dokumen perencanaan. Menurutnya, sedimentasi yang menurunkan daya dukung ekosistem pesisir harus segera diatasi agar tidak merusak fungsi ekosistem.
"Pada pilot project ini KKP mengembangkan kawasan dengan konsep rehabilitasi, penanaman mangrove, penataan kawasan, dan pengembangan silvofisheries, edu-mangrove, serta kuliner berbasis tangkapan lokal," jelasnya.
Trenggono menekankan, sedimentasi yang terjadi di perairan Morodemak telah mengganggu aktivitas nelayan sekitar, terutama di Muara Sungai Tuntang Lama. Dia menyebut, kondisi eksisting yang mencakup gosong pasir sepanjang 800 meter, alur kapal yang terganggu, serta rob dan land subsidence menjadi alasan utama pemilihan lokasi ini.
"Kegiatan ini memberikan manfaat besar bagi nelayan yang selama ini terkendala sedimentasi dan rob. Dari sisi ekonomi, pengembangan kawasan ini nantinya diharapkan dapat memulihkan ekonomi melalui sektor wisata dan kuliner terpadu," ungkapnya.
Tak hanya itu, Trenggono mengungkap, sisi sosial masyarakat rehabilitasi kawasan Morodemak menjadi sesuatu hal yang sangat ditunggu oleh masyarakat mengingat saat ini nelayan memerlukan waktu dan BBM yang cukup banyak dengan adanya pendangkalan, serta banjir dan rob yang semakin tinggi dari tahun ke tahun. Kondisi ini mengakibatkan tambak tidak produktif bahkan tidak dapat digunakan serta terbengkalai karena rob.
Sementara pada aspek lingkungan, Trenggono menyebut, pengelolaan sedimentasi ini merupakan salah satu langkah mitigasi terhadap kawasan pesisir yang berpotensi dan pernah mengalami bencana gelombang pasang, abrasi, rob dan land subsidence.
Di kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (PKRL), Victor Gustaaf Manoppo mengungkap, perairan Morodemak adalah kawasan prioritas yang dipulihkan ekosistemnya. Adapun hal itu tercantum dalam Keputusan Menteri Nomor 208 Tahun 2023.
“Kondisi sedimentasi yang berat di kawasan ini mengancam alur kapal ikan dan mengakibatkan abrasi serta rusaknya ekosistem mangrove dan tambak," ungkap Victor.
Victor juga menyebut KKP telah menyusun Masterplan Pengembangan Kawasan bersama Tim Universitas Diponegoro yang diimplementasikan dengan strategi utama revitalisasi fungsi ekologis, ekonomis, dan sosial.
"Kegiatan ini menjadi solusi atas tantangan sedimentasi, abrasi, serta bencana rob dan sea level rise yang mengancam kawasan pesisir Morodemak," tutupnya.
Bola Panas Ekspor Pasir
Beberapa waktu lalu, pemerintah di akhir kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali membuka keran ekspor bagi pasir laut. Adapun penanda dibuka kembali ekspor pasir laut mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024 dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024.
Kedua Permendag tersebut merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 yang mengatur tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut pada Mei tahun lalu. Lantas kebijakan tersebut menuai pro dan kontra di tengah publik, lantaran aktivitas pengerukan sedimentasi laut yang dikhawatirkan akan mengganggu mata pencaharian nelayan.
Adapun pelarangan ekspor pasir laut sebelumnya dilakukan pada masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kemudian di akhir kepemimpinan Presiden Jokowi, keran ekspor pasir laut kembali dibuka.
Menanggapi pro dan kontra ekspor pasir laut, Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Firman Soebagyo menuturkan, setidaknya terdapat dua persoalan ihwal pasir laut. Pertama, sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan laut sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Demak. Pendangkalan tersebut dinilai turut mempengaruhi hasil tangkapan nelayan sekitar.
“(Di Demak) itu sudah terjadi pendangkalan yang sedemikan rupa sehingga air laut itu malah melimpah masuk ke dalam kampung. Kapal lewat saja itu tidak secara bebas memiliki jalur, sehingga jalur itu hanya satu, pun itu nanti kalau suatu saat sudah terjadi sedimentasi itu akan mengalami soal yang sangat sulit bagi nelayan untuk mencari ikan,” kata Soebagyo saat dihubungi KabarBursa, Senin, 16 September 2024.
Persoalan kedua, Soebagyo menyebut ada oknum yang mengeksploitasi sedimentasi laut demi keuntungan pribadi. Dia mengungkap, aktivitas pengerukan pasir laut secara ilegal terus berlangsung meski ada pelarangan. Bahkan, dia menyebut ada oknum yang melindungi aktivitas ilegal tersebut.
“Terlepas diizinkan dan tidak diizinkan, itu ternyata kan ada orang yang melakukan ekspor secara ilegal. Secara ilegal, yang ekspor itu juga dibeking oleh oknum-oknum tertentu,” ungkapnya.(*)