KABARBURSA.COM - Program pembentukan Koperasi Desa Merah Putih (Kop Des Merah Putih) yang terus digencarkan pemerintah pusat saat ini sudah dalam tahap menggandeng pemerintah daerah (pemda) sebagai mitra utama dalam pendampingan dan percepatan realisasi.
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menegaskan bahwa peran aktif kepala daerah menjadi kunci suksesnya pembentukan koperasi ini di tingkat desa dan kelurahan.
“Satgas Kopdeskel di daerah tidak hanya bertugas memastikan ketersediaan anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) untuk biaya pencatatan akta notaris. Satgas juga berperan mengawal hingga koperasi tersebut benar-benar terdaftar, serta membantu memberikan pemahaman kepada para pengurus terkait pengelolaan koperasi,” ujar Bima melalui keterangan resmi yang diterima Kabarbursa.com pada Jumat, 30 Mei 2025.
Bima baru saja menghadiri acara Peluncuran dan Dialog Percepatan Musyawarah Desa/Kelurahan Khusus Pembentukan Kopdeskel Merah Putih di Auditorium Kantor Gubernur Sumatera Barat, Kamis, 29 Mei 2025 kemarin
Ia menjelaskan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian telah mengeluarkan surat edaran pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Kopdeskel yang melibatkan kepala daerah dan sekretaris daerah. Satgas ini diharapkan menjadi motor penggerak di lapangan, memastikan seluruh tahapan dari musyawarah hingga legalisasi koperasi berjalan tuntas.
Dalam kesempatan tersebut, Bima turut mengapresiasi capaian Pemda Sumatera Barat yang berhasil merampungkan pembentukan Kopdeskel melalui mekanisme Musyawarah Desa/Kelurahan Khusus. Ia mengingatkan, keberhasilan program ini turut mencerminkan kinerja kepala daerah.
“Mari kita kawal sama-sama pendampingannya agar pengurusnya paham,” tambahnya.
Kemendagri disebut akan memberikan pendampingan lebih lanjut kepada pengurus koperasi melalui Balai Pemerintahan Desa. Kolaborasi antar kementerian juga dipastikan berjalan, termasuk dengan Kementerian Koperasi serta Kementerian Kelautan dan Perikanan yang memiliki instrumen pembinaan dan penguatan kelembagaan koperasi.
Tak hanya kementerian, badan usaha milik negara (BUMN) juga akan dilibatkan dalam pengembangan usaha Kopdeskel Merah Putih. Unit usaha seperti Pos Indonesia dan Bulog akan menjadi bagian dari ekosistem koperasi desa dan kelurahan yang digerakkan sesuai potensi masing-masing wilayah.
Ia menambahkan, inisiatif Kopdeskel Merah Putih merupakan bagian dari strategi besar Presiden Prabowo dalam mendorong pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif hingga ke akar rumput.
Acara peluncuran ini turut dihadiri Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono, Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah, serta perwakilan kementerian dan lembaga terkait, kepala daerah se-Provinsi Sumbar, dan para pejabat yang terlibat langsung dalam pengembangan koperasi skala lokal.
Dengan sinergi lintas sektor dan pendampingan intensif dari pemerintah pusat maupun daerah, Kopdeskel Merah Putih diharapkan dapat menjadi tulang punggung ekonomi kerakyatan yang tangguh dan berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045.
KopDes Merah Putih Jadi Tantangan Baru Perbankan?
Diberitakan sebelumnya, pendirian KopDes Merah Putih sempat dikhawatirkan menjadi tantangan baru skema kredit mikro. Presiden Prabowo Subianto menggulirkan wacana besar dari Istana: pembentukan Koperasi Desa Merah Putih atau Kop Des Merah Putih di 80 ribu desa di seluruh Indonesia, dengan misi ambisius, yakni mendorong kemandirian ekonomi desa dan mengubah lanskap pembiayaan mikro nasional.
Namun di balik semangat merah putih itu, yang sejalan dengan gebrakan Prabowo yang populis pro-desa, muncul tantangan baru: ancaman terhadap dominasi kredit usaha rakyat (KUR) dan potensi gesekan dengan sektor perbankan, khususnya PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI).
Diberitakan Kabarbursa.com sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menyatakan program ini akan menjangkau 70 ribu desa di seluruh Indonesia.
“Distribusi pangan jadi lebih efisien dan desa bisa makin mandiri,” ujar Zulhas, sapaan akrabnya.
Lebih lanjut, setiap desa diperkirakan membutuhkan Rp3-5 miliar untuk mendirikan koperasi. Dana desa yang mencapai Rp1 miliar per tahun disebut bisa menutup kebutuhan itu secara bertahap selama lima tahun. Selain itu, Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) akan terlibat lewat skema cicilan jangka menengah.
“Rp5 miliar cukup untuk membangun koperasi yang kuat dan berkelanjutan,” tegas pria yang juga menjabat Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Sementara itu, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi menjelaskan bahwa pengembangan Kop Des Merah Putih akan menggunakan tiga pendekatan: membangun koperasi di desa yang belum punya, merevitalisasi koperasi yang mati suri, dan mengembangkan koperasi aktif agar bisa naik kelas.
Ia mengklaim sudah ada 64 kelompok tani yang siap bertransformasi menjadi koperasi. “Dengan sistem yang lebih tertata, produsen dan konsumen bisa mendapat harga lebih baik tanpa perantara berlebih,” tuturnya, pada 3 Maret 2025.
Menteri Desa Yandri Susanto menyatakan bahwa program ini akan didukung dengan revisi regulasi penggunaan dana desa. Tujuannya agar implementasi koperasi tidak sekadar seremoni, tetapi punya dampak ekonomi yang nyata.
“Intinya, desa semua maju, desa semua berkembang. Kita bangun desa, kita bangun Indonesia,” kata Yandri.
Di balik parade jargon kemandirian dan optimisme desa, realitas di lapangan tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Dengan desain yang ambisius, Kop Des Merah Putih bukan hanya mengisi celah dalam rantai distribusi dan akses modal di akar rumput, ia bisa menjadi kekuatan baru yang mengubah struktur pembiayaan mikro nasional. Dan di titik ini, koperasi desa tak lagi sekadar "solusi lokal", tapi mulai menapak wilayah dominasi lembaga-lembaga keuangan mapan.
Jika Kop Des Merah Putih benar-benar terwujud seperti yang digadang, maka lanskap perbankan, terutama pemain utama seperti BRI, tak bisa lagi beroperasi seperti biasa. Gelombang baru sedang datang dari desa dan bisa saja membawa arus balik ke pusat.
Kop Des Merah Putih sebagai Pesaing Baru BRI?
Dalam satu dekade terakhir, lanskap koperasi di Indonesia mengalami dinamika signifikan. Pada tahun 2014, tercatat sekitar 209.488 unit koperasi, namun jumlah ini menurun drastis menjadi 130.119 unit pada akhir 2023 akibat program reformasi dan penataan ulang yang menghapus koperasi tidak aktif.
Menariknya, pada tahun 2024, jumlah koperasi meningkat menjadi 131.617 unit, menunjukkan pertumbuhan sekitar 1 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Provinsi Jawa Timur menjadi wilayah dengan jumlah koperasi terbanyak, diikuti oleh Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Di balik penyusutan kuantitas, kualitas menunjukkan sinyal hijau. Dari sisi kinerja keuangan, Koperasi Simpan Pinjam (KSP) menunjukkan tren positif. Rata-rata Sisa Hasil Usaha (SHU) per KSP mencapai Rp210 juta pada tahun 2020, meningkat dari Rp183 juta pada 2019. Wilayah Jawa mencatat rata-rata SHU tertinggi sebesar Rp231 juta, diikuti oleh Sulawesi dan Kalimantan.
Untuk memperkuat pengawasan, pemerintah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 47 Tahun 2024 yang mengatur koperasi di sektor jasa keuangan. Peraturan ini menetapkan bahwa koperasi yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan harus memenuhi persyaratan tertentu dan berada di bawah pengawasan OJK.
Sementara itu, di sektor perbankan, BRI masih memegang kendali dominan dalam penyaluran kredit usaha rakyat atau KUR. Pada 2024, total KUR yang disalurkan mencapai Rp184,98 triliun, dengan 60,83 persen mengalir ke sektor produksi.
Dari angka itu, sektor pertanian menjadi tulang punggung, menyerap Rp73,61 triliun atau hampir 40 persen dari total KUR BRI. Hingga akhir November 2024, sebanyak 3,7 juta pelaku UMKM sudah menikmati pembiayaan senilai Rp175,66 triliun.
Pada semester I 2024, segmen mikro BRI mencatatkan kredit macet atau non-performing loan (NPL) di level 2,95 persen, meningkat dari 2,23 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh dampak pandemi yang masih dirasakan oleh pelaku usaha mikro. BRI fokus pada perbaikan kualitas kredit dengan strategi penyaluran yang selektif dan monitoring ketat.
Namun, lanskap ini tak lagi bisa dianggap aman-nyaman. Munculnya Kop Des Merah Putih bisa menjadi disruptor baru bagi BRI, dengan rencana pemerintah menggelontorkan dana jumbo hingga Rp400 triliun langsung ke desa. Angka ini dua kali lipat dari total penyaluran KUR BRI tahun lalu. Bagi BRI, ini bukan sekadar gangguan kecil, karena ini bisa jadi guncangan struktural dalam ekosistem pembiayaan mikro nasional.
Di tengah potensi lonjakan koperasi desa sebagai kekuatan baru dalam pembiayaan mikro, BRI enggak tinggal diam. Direktur Utama BRI, Sunarso, menyampaikan bahwa pihaknya mendukung penuh inisiatif Kop Des Merah Putih, sambil tetap menjaga stabilitas dan kesehatan bisnis perseroan.
“Pembiayaan awal pembentukan koperasi desa ini kami pastikan aman dan tidak berdampak negatif terhadap kinerja BRI,” ujar Sunarso dalam wawancara eksklusif bersama Kabarbursa.com pada Rabu, 12 Maret 2025.
Menurutnya, sumber pelunasan pinjaman koperasi berasal dari dana desa yang telah dialokasikan pemerintah, nilainya diproyeksikan mencapai Rp2 miliar per desa per tahun. Artinya, dari sisi perbankan, risiko kredit bisa dibilang relatif terkendali, selama dana tersebut benar-benar turun dan dikelola sesuai rencana.
Tak hanya sebagai pemberi dana, BRI juga tampil sebagai mitra strategis koperasi desa dalam membangun infrastruktur operasional. Mulai dari gerai sembako, apotek, poliklinik, fasilitas pertanian, hingga gudang penyimpanan, semua itu butuh modal awal, dan BRI siap memfasilitasi.
Tapi bukan cuma uang. BRI juga kasih tools digital dan layanan transaksi yang bikin koperasi bisa beroperasi dengan gaya fintech kekinian: QRIS, AgenBRILink, Tabungan BRI, sampai BRImo masuk ke dalam ekosistem ini.
QRIS atau Quick Response Code Indonesian Standard milik BRI mengalami peningkatan signifikan sebesar 186 persen year-on-year (yoy) pada 2024. Jumlah AgenBRILink meningkat 24,6 persen yoy menjadi 627.000 agen, dengan nilai transaksi mencapai Rp1.298 triliun, tumbuh 13,5 persen yoy.
Hingga Desember 2024, jumlah pengguna BRImo mencapai 38,61 juta, meningkat 22,12 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Total transaksi yang diproses melalui BRImo mencapai 4,34 miliar transaksi, naik 40,54 persen yoy, dengan nilai transaksi mencapai Rp5.596 triliun, naik 34,57 persen yoy. Layanan ini memberikan kemudahan bagi koperasi dan anggotanya dalam melakukan transaksi perbankan secara digital.
Meski banyak yang melihat potensi “adu jotos” antara koperasi dan bank, BRI justru menawarkan narasi berbeda: kerja sama, bukan persaingan. Dengan koperasi desa di barisan depan, dan BRI di belakang layar sebagai penyokong sistem keuangan, sinergi ini bisa membuka babak baru ekonomi akar rumput yang lebih tangguh.
Tapi, BRI juga menyelipkan warning halus: tanpa regulasi yang jelas, pengawasan yang ketat, dan sinergi yang konkret, Kop Des Merah Putih berisiko jadi proyek besar yang kehilangan arah. Pemerintah harus memastikan bahwa dana benar-benar sampai ke koperasi, dan koperasi bisa bertanggung jawab penuh atas penggunaannya.
“Visi kami tetap sama, mendorong pertumbuhan UMKM dan memperluas inklusi keuangan. Kalau koperasi desa bisa jadi kendaraan baru untuk itu, kami siap jadi mesin penggeraknya,” kata Sunarso.
Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Liza Camelia Suryanata, juga menyebut program itu rencananya membentuk koperasi di 70.000 hingga 80.000 desa di seluruh Indonesia dengan anggaran pembangunan dan pengembangan per desa yang diperkirakan mencapai Rp3-5 miliar.
“Saat ini, ketersediaan anggaran masih terbatas pada Rp1 miliar per desa per tahun, sehingga pendanaan awal diproyeksikan akan bergantung pada skema pembiayaan dari Himbara,” ungkap Liza kepada Kabarbursa.com, Selasa, 4 Maret 2025.
Menurutnya himpunan bank-bank BUMN yang terdiri dari Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Mandiri (BMRI), Bank Negara Indonesia (BBNI), dan Bank Tabungan Negara (BBTN) diminta untuk memberikan kredit awal guna mendukung pendirian dan operasional Kop Des Merah Putih.
Berdasarkan proyeksi awal, jika 80.000 desa menerima pendanaan sebesar Rp3 miliar per desa, maka total kebutuhan pendanaan bisa mencapai Rp240 triliun per tahun.
Jika dana ini dibagi secara merata ke empat bank Himbara, maka setiap bank akan menanggung sekitar Rp60 triliun, angka yang setara dengan 18,5 persen dari total penyaluran kredit BBRI pada tahun sebelumnya yang hampir mencapai Rp1.300 triliun.
Risiko Kredit Macet
Liza menerangkan rencana ini selaras dengan target pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen, dengan menggenjot belanja masyarakat melalui UMKM, yang selama ini berkontribusi 60 persen terhadap PDB dan menyerap 97 persen tenaga kerja.
“Berhubung sebelumnya Presiden Prabowo juga menginstruksikan untuk menghapus kredit macet petani dan nelayan, maka ide baru ini dipercaya sebagai langkah untuk menggalakkan belanja masyarakat sekaligus meningkatkan volume kredit perbankan,” ujar Liza.
Namun, menurut Liza, terdapat dilema yang harus diwaspadai, yaitu apakah prinsip kehati-hatian perbankan akan dikompromikan. Skema ini berisiko mengulang kembali episode kredit macet petani dan nelayan, yang berujung pada write-off besar-besaran di laporan keuangan bank, serta potensi tekanan terhadap profitabilitas sektor perbankan.
“Pemerintah telah menghapus piutang macet untuk lebih dari 10.000 UMKM per 17 Januari 2025, dan menargetkan penghapusan piutang 67.000 UMKM pada tahap pertama. Jika skema ini berjalan tanpa mitigasi risiko yang jelas, potensi tekanan bagi sektor keuangan semakin besar,” tambahnya.
Sementara sisa dari piutang macet yang belum dihapus direncanakan akan diproses pada Februari dan Maret 2025. Diprediksi, akan ada gelombang besar penghapusan piutang macet pada Maret, terutama setelah persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) BRI dan BTN yang dijadwalkan awal bulan tersebut.
“Sebagai contoh, BBRI mencatatkan write-off UMKM terbesar tahun lalu mencapai Rp71 triliun. Laporan kinerja Januari 2025 sudah menunjukkan kontraksi laba bersih sebesar -58 persen YoY, yang mendorong harga saham BBRI turun ke level terendah dalam empat tahun terakhir,” jelas Liza.(*)