KABARBURSA.COM - Pengamat Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), M. Firdaus menuturkan, Indonesia mengalami peningkatan produksi beras sejak lima tahun terakhir. Dia menilai, naiknya produksi beras tak terlepas dari program pompanisasi yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan).
Adapun hal itu dia ungkap mengacu pada data survei Kerangka Sampel Area Badan Pusat Statistik (KSA BPS) yang meramal produksi beras pada Agustus 2024 sebesar 2,84 juta ton, September 2,87 juta ton, dan Oktober 2,59 juta ton.
Angka tersebut dinilai berselisih signifikan bila dibandingkan produksi bulan yang sama pada 2023, secara berurutan selisihnya mencapai 325.673 ton, 356.329 ton, dan 396.604 ton.
Sedangkan mengacu data awal tahun, produksi beras tercatat terjadi defisit akibat kekeringan dan pergeseran masa tanam. Firdaus menilai, kondisi tersebut sangat berbahaya lantaran masa El Nino belum berakhir.
Meski begitu, langkah pompanisasi dan pengembalian volume alokasi pupuk bersubsidi menjadi 9,55 juta ton menjadi langkah strategis yang diambil Kementan. Dia menilai, langkah tersebut berdampak signifikan pada produksi beras dalam negeri.
“Dampak kebijakan melalui realokasi anggaran di Kementan untuk pengadaan pompa air hingga pengembalian kuantum alokasi pupuk bersubsidi 9,55 juta ton yang mencukupi masa tanam kedua, berdampak sangat signifikan," kata Firdaus dalam keterangannya, Sabtu, 24 Agustus 2024.
"Saat ini Kementan telah membagikan 36.525 unit pompa air dan terpasang di seluruh Indonesia, khususnya di daerah-daerah sentra pertanian. Produksi melejit dibandingkan 10 tahun terakhir,” imbuhnya.
Firdaus menilai, program pompanisasi terbukti berdampak pada produksi beras. Jika program tersebut mampu mengairi 1,1 juta hektare, tutur dia, produksi beras dalam negeri mampu mencapai surplus.
“Bila 63 ribu pompa air mampu mengairi 1,1 juta hektar lahan yang tadah hujan dan kekeringan, saya optimis produksi beras nasional akan surplus. Bahkan bukan mustahil tahun depan kita kembali swasembada beras,” ungkapnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan proyeksi peningkatan produksi beras nasional yang akan terjadi di bulan Agustus-September 2024. Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan, terjadi kenaikan luas panen di Agustus dan September 2024.
Begitu juga dengan produktivitasnya, pada bulan Agustus, produksi padi diprediksi mencapai 4,62 juta ton gabah kering giling (GKG) atau 2,84 juta ton beras, dan di bulan September sebesar 5,14 juta ton GKG atau setara 2,87 juta ton.
“Pompanisasi ini menjadi harapan bagi lahan-lahan tadah hujan kita yang hanya bisa bertanam sekali setahun, menjadi mampu 2-3 kali setahun karena air cukup. Irigasi adalah kunci produksi, disertai dengan pemupukan yang tepat dan cukup,” tutupnya.
Mitigasi Potensi Kemarau Panjang
Diketahui, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan signal adanya potensi kemarau panjang di 2024. Dalam rangka menekan risiko kemarau panjang, Kementan melakukan percepatan pemberian bantuan pompa air dan pembangunan irigasi perpompaan.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, sebelumnya sempat menyebut program pompanisasi menjadi langkah cepat-tanggap untuk meningkatkan produksi nasional di tengah iklim ekstrim kemarau panjang.
Pasalnya, kekeringan tahun yang diramal terjadi tahun ini disinyalir akan berdampak besar pada sektor pertanian, terutama dalam menurunkan produksi pangan.
"Pompa menjadi solusi cepat untuk menangani El Nino karena bisa membantu petani menanam dan berproduksi secara cepat dan maksimal," jelas Amran.
Percepatan pompanisasi diharapkan dapat membantu meningkatkan indeks pertanaman. Sawah yang sebelumnya hanya bisa menanam satu kali, menjadi dua sampai tiga kali per tahun.
Sepanjang 2024, Kementan telah mengalokasikan bantuan pompa air sebanyak 62.378 unit dan pembangunan irigasi perpompaan sebanyak 9.904 unit. Percepatan pompanisasi ini diharapkan bisa mengamankan produksi beras nasional.
Amran memastikan, program pompanisasi yang saat ini berjalan di seluruh Indonesia merupakan solusi cepat bagi para petani yang kesulitan berproduksi. Dia menilai, pompanisasi menjadi pilihan tepat bagi masa depan Indonesia yang tengah menghadapi ancaman darurat pangan.
Sementara itu, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Moch Arief Cahyono menegaskan terjadi surplus produksi padi hingga 700 ribu ton di periode Juni dan Juli 2024 seperti halnya yang disampaikan BPS beberapa waktu lalu.
Padahal saat ini pertanian ditengah kondisi El Nino yang belum berakhir, petani tak berdaya karena sebagian lahan mereka kering dan kerontang.
"Pompanisasi adalah upaya cepat pemerintah menghadapi cuaca saat ini. Kita butuh solusi cepat. Sudah ada bukti kok dibilang tidak efektif. Sumber air yang masih ada, kita tarik agar sawah di sekitarnya masih bisa bertani," kata Arief, 7 Agustus 2024.
Menurut Arief, strategi pemasangan pompa sudah mempertimbangkan kondisi lahan dan kebutuhan air untuk memaksimalkan pertanaman di berbagai daerah sentra pangan.
"Revitalisasi saluran irigasi tentu penting. Tapi itu butuh waktu lebih lama dan Kementan bergerak sesuai kewenangan. Kalau menunggu perbaikan irigasi, kapan sawahnya kita kasih air? Kekeringan sudah terjadi di beberapa tempat. Kita berkejaran dengan waktu. Telat tanam berarti kita tidak berproduksi,” tegasnya.(*)