Logo
>

Lagi, Harga Batu Bara Terjungkal: Ekspor Indonesia Melempem

Reli harga batu bara berakhir di tengah tekanan ekspor dan lemahnya permintaan global. China masih jadi penopang sementara, tapi tren dekarbonisasi dunia mulai mengubah arah pasar energi.

Ditulis oleh Yunila Wati
Lagi, Harga Batu Bara Terjungkal: Ekspor Indonesia Melempem
Ilustrasi batu bara. Foto: AI untuk KabarBursa.

KABARBURSA.COM – Setelah mengalami reli selama tiga hari berturut-turut, harga batu bara dunia akhirnya tersandung di level psikologis USD113 per ton. Data Refinitiv mencatat pada perdagangan Rabu, 5 November 2025, harga batu bara melemah tipis 0,13 persen. Pelemahan seolah menjadi jeda pendek setelah lonjakan 5,5 persen dalam tiga hari sebelumnya. 

Namun, di balik penurunan kecil itu tersimpan sinyal penting, bahwa tren pemulihan harga batu bara global mulai kehilangan tenaga. Tekanan pertama datang dari aksi ambil untung (profit taking) yang muncul setelah reli cepat pekan ini. Selain itu, ada kabar buruk dari dua pusat konsumsi energi dunia, Jepang dan Eropa.

Di Jepang, impor batu bara pada September merosot tajam 15,86 persen dibanding bulan sebelumnya. Merosotnya impor bukan karena penurunan permintaan, tetapi kondisi di Australia sebagai pemasok utama batu bara termal dan metalurgi ke Negeri Sakura. 

Permintaan listrik dan industri melemah seiring masuknya periode bahu-musim (shoulder season), ketika konsumsi energi menurun secara alami. Penurunan impor juga terlihat dari Indonesia dan Rusia, yang menandakan bahwa permintaan spot turun drastis karena pembangkit memilih mengandalkan kontrak jangka panjang.

Uni Eropa Sepakat Kurangi Target Emisi Gas Rumah Kaca

Dari Eropa, tekanan datang dalam bentuk yang lebih struktural. Uni Eropa resmi menyetujui target pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 90 persen pada tahun 2040. 

Kebijakan yang diumumkan menjelang KTT iklim COP30 di Brasil ini mempertegas arah kebijakan energi blok tersebut, bahwa batu bara perlahan kehilangan tempatnya di lanskap energi Eropa. Meski dampaknya tidak langsung, arah kebijakan ini justru memperkuat tren dekarbonisasi yang akan memangkas permintaan batu bara secara permanen dalam jangka panjang.

Permintaan China Hentikan Kesuraman

Namun, kabar dari Asia tidak seluruhnya suram. China, sebagai konsumen dan produsen batu bara terbesar dunia, justru memberikan napas sementara bagi pasar. Harga batu bara termal di pelabuhan utama seperti Qinhuangdao, Caofeidian, dan Jingtang melonjak ke level tertinggi tahun ini. 

Pembatasan produksi di sejumlah provinsi, cuaca dingin yang mulai menekan pasokan listrik, serta kenaikan permintaan dari sektor utilitas, mendorong harga domestik. Aktivitas restocking di pelabuhan meningkat karena pelaku pasar bersiap menghadapi musim dingin.

Kondisi ini menciptakan paradoks, bahwa China menopang sentimen harga jangka pendek lewat permintaan musim dingin atau pasar global di luar Asia tetap diliputi ketidakpastian. Permintaan Eropa menurun karena faktor kebijakan, sementara Jepang dan Korea Selatan menghadapi pelemahan industri dan tekanan efisiensi energi.

Ekspor Batu Bara Indonesia Melemah

Dari sisi domestik, pemerintah Indonesia mulai membaca arah perubahan ini dengan realistis. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan ekspor batu bara tahun ini turun signifikan, hanya sekitar 500 juta ton dibanding realisasi 555 juta ton tahun lalu. 

Artinya, ada potensi penurunan 20–30 juta ton yang terutama disebabkan dari perlambatan ekonomi di China dan India, yang menjadi dua pasar utama ekspor Indonesia.

Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Ditjen Minerba Surya Herjuna menegaskan, penurunan ekspor bukan karena kualitas atau daya saing yang melemah, melainkan karena negara-negara tujuan kini memperkuat produksi domestik. 

“China dan India sedang menaikkan produksi dalam negerinya, otomatis kebutuhan impor mereka berkurang,” ujar Herjuna.

Filipina ‘Target’ Baru Ekspor Indonesia

Namun tidak semua kabar buruk. Permintaan dari Filipina justru meningkat pesat dan mulai menjadi pilar baru ekspor batu bara Indonesia. Negara itu kini disebut sebagai backbone baru ekspor dan memberi harapan akan diversifikasi pasar yang lebih berimbang.

Meskipun ekspor turun, pemerintah dan pelaku industri tetap optimistis. Target produksi nasional sebesar 735 juta ton memang sulit tercapai, tetapi proyeksi harga batu bara untuk 2025–2027 masih positif. 

ESDM memperkirakan kenaikan harga 5–10 persen dalam tiga tahun ke depan. Perkiraan ini didukung oleh pasokan global yang terbatas dan biaya produksi yang terus meningkat di negara produsen utama.

Pelaksana Tugas Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Gita Mahyarani menilai, harga batu bara global tahun depan kemungkinan akan stabil di kisaran saat ini. 

“Rasanya tidak akan ada perubahan signifikan terhadap harga. Belum akan turun tajam juga, kecuali jika ada kejadian geopolitik besar seperti perang Rusia–Ukraina,” jelasnya.

Dengan harga saat ini di kisaran USD111 per ton, yang turun 12 persen sejak awal tahun dan 22 persen dibanding 2024, pasar tampak mencari keseimbangan baru. Reli harga tahun lalu yang didorong masalah geopolitik, kini digantikan oleh siklus normalisasi permintaan dan produksi.

Dalam konteks ini, industri batu bara Indonesia sedang berjalan di garis tipis antara adaptasi dan ketahanan. Diversifikasi pasar menjadi kunci, bukan hanya dari sisi geografis, tetapi juga kualitas produk, terutama untuk pasar Asia Tenggara yang pertumbuhannya masih kuat.

Namun jika ekspor terus menyusut sementara konsumsi domestik tidak tumbuh signifikan, tekanan terhadap margin dan arus kas perusahaan tambang bisa meningkat. Investor juga akan menilai seberapa jauh kemampuan produsen Indonesia bertahan tanpa ketergantungan pada dua raksasa lama, yaitu China dan India.

Dengan demikian, pelemahan harga saat ini bukan sekadar koreksi teknikal, melainkan refleksi dari keseimbangan baru di pasar energi global. Dunia sedang beralih, dan batu bara harus menemukan bentuk perannya yang baru di tengah transisi menuju energi yang lebih bersih.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79