KABABURSA.COM - Demi menghindari beban tarif tinggi dari Amerika Serikat, pemerintah Indonesia menyiapkan lima “kompensasi” besar agar Washington—di bawah pemerintahan Donald Trump—membatalkan kebijakan dagang resiprokalnya. Tak cuma diplomasi, upaya ini mencakup penyesuaian kebijakan dalam negeri yang cukup strategis.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut pendekatan itu merupakan bagian dari negosiasi intensif antara Indonesia dan AS yang sudah berlangsung dalam beberapa waktu terakhir. Ia mengakui bahwa pemerintah Indonesia perlu merespons dengan serius tekanan dagang dari Negeri Paman Sam.
“Pemerintah (Indonesia) telah menjajaki proses, menjalankan komunikasi, dan proses negosiasi dengan Pemerintah AS di dalam merespons kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan AS kepada Indonesia dan negara-negara lain di dunia,” jelasnya dalam Konferensi Pers KSSK secara virtual, Kamis, 24 April 2025.
Salah satu poin yang dinegosiasikan adalah penyesuaian tarif bea masuk terhadap produk-produk tertentu dari AS. Ini menjadi langkah pertama dalam rangka mengurangi ketegangan dagang yang mengancam ekspor RI.
“Dalam pelaksanaan negosiasi ini dilakukan beberapa langkah, yaitu (pertama) penyesuaian tarif bea masuk untuk produk-produk selektif dari Amerika Serikat,” ungkap Sri Mulyani.
Tak berhenti di sana, pemerintah juga bersedia membuka keran impor lebih besar untuk barang-barang dari Amerika, terutama sektor energi, teknologi, dan pertanian. Meskipun langkah ini bisa dipandang strategis, ada kekhawatiran bahwa Indonesia terlalu membuka diri terhadap produk luar.
“Tiga, melakukan langkah reformasi di bidang perpajakan dan kepabeanan,” kata Ani.
Reformasi perpajakan dan kepabeanan disebut sebagai langkah ketiga. Sementara langkah keempat berkaitan dengan penyesuaian aturan non-tarif, seperti TKDN, kuota impor, hingga berbagai persyaratan teknis lintas kementerian.
“(Keempat) penyesuaian langkah-langkah non-tariff measures. Dalam hal ini beberapa poin yang menjadi perhatian, yaitu tingkat komponen dalam negeri (TKDN), kuota impor, deregulasi, pertimbangan teknis (pertek) di berbagai kementerian atau lembaga,” tuturnya.
Langkah kelima, lanjut Sri Mulyani, adalah komitmen Indonesia untuk menangani banjir barang impor melalui kebijakan trade remedies. Artinya, jika ada lonjakan impor yang merugikan industri lokal, Indonesia akan menanganinya secara cepat.
“Berbagai kebijakan dan reform tersebut dilakukan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, tetap menjaga stabilitas kebijakan makroekonomi, dan tentu keberlanjutan dari APBN,” tegasnya.
Meski fokus diplomasi diarahkan ke AS, Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah tak tinggal diam dalam memburu pasar alternatif. Sejumlah blok ekonomi menjadi target ekspansi ekspor, termasuk negara-negara Asia Timur dan BRICS.
Ia menyebut langkah diversifikasi ini sebagai penyeimbang di tengah tekanan tarif yang bisa mencapai 32 persen.
“Indonesia juga mengincar pasar ekspor ke blok ekonomi Brasil, Rusia, India, China, South Africa (BRICS) dan negara-negara Eropa,” ujarnya.
Optimistis Ekonomi Tumbuh 5 Persen
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyatakan keyakinannya bahwa Indonesia berada dalam posisi yang cukup tangguh untuk menghadapi tekanan global yang penuh dengan ketidakpastian. Fokus utama KSSK saat ini adalah menjaga kestabilan sektor keuangan serta mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi.
Menteri Keuangan sekaligus Ketua KSSK, Sri Mulyani Indrawati, tetap yakin bahwa pertumbuhan ekonomi nasional pada 2025 akan bertahan di kisaran 5 persen.
“Ke depan, ekonomi Indonesia berpeluang untuk terus tumbuh secara berkesinambungan. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2025 diperkirakan tetap positif meskipun ketidakpastian global meningkat,” kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa konsumsi rumah tangga tetap stabil selama tiga bulan pertama tahun ini. Di samping itu, belanja pemerintah turut menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi, khususnya melalui penyaluran tunjangan hari raya (THR), bantuan sosial, dan berbagai stimulus fiskal yang diberikan menjelang hingga selama kuartal pertama 2025, termasuk saat momen Idul Fitri 1445 H.
Kegiatan investasi juga mengalami peningkatan, yang dipicu oleh keberlanjutan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) serta pertumbuhan sektor properti swasta. Tingginya kepercayaan pelaku usaha terhadap arah perekonomian tercermin dari aktivitas manufaktur yang masih berada di zona ekspansi.
“Investasi, khususnya non-bangunan, tetap menopang pertumbuhan ekonomi. Hal ini tercermin dari meningkatnya impor barang modal, terutama impor alat-alat berat,” terang Sri Mulyani.
Ia juga menyampaikan bahwa kinerja ekspor Indonesia menunjukkan tren yang menggembirakan. Ekspor nonmigas pada Maret 2025 mencatatkan pertumbuhan yang cukup signifikan, terutama dari produk seperti kelapa sawit, besi dan baja, serta mesin dan peralatan listrik.
Dalam kondisi perdagangan internasional yang menantang, pemerintah tetap berupaya memperluas akses pasar ekspor ke berbagai negara tujuan baru, termasuk kawasan ASEAN Plus 3, negara-negara BRICS, dan kawasan Eropa, guna merespons kebijakan dagang saling balas dari Amerika Serikat.
“Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 diperkirakan tetap akan mencapai sekitar 5 persen,” ungkap Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga menyoroti kestabilan nilai tukar rupiah. Menurutnya, peran Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai tukar sangat krusial di tengah tekanan global yang terus berlangsung.
Nilai tukar rupiah dianggap masih sejalan dengan tren mata uang di kawasan serta tetap mencerminkan kekuatan fundamental ekonomi domestik.
“Ke depan, nilai tukar rupiah diperkirakan stabil, didukung oleh komitmen Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas, imbal hasil yang kompetitif, inflasi yang rendah, serta prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik,” ujarnya.(*)