KABARBURSA.COM – Saham Louis Vuitton (LVMH) menjadi penyelamat bursa saham Eropa menutup pada penutupan perdagangan Rabu waktu setempat, atau Kamis pagi WIB, 16 Oktober 2025. Pasar ditutup dengan kinerja solid, dan berhasil lepas dari jerat tarif perdagangan tinggi antara Amerika Serikat dan China.
Produsen tas kulit, parfum, dan gaun haute couture ini mengalami lonjakan sebesar 12,2 persen, dan menjadi kenaikan harian tertinggi sejak Januari. Raksasa mode Prancis, pemilik merek seperti Louis Vuitton dan Dior, melaporkan penjualan kuartal III melampaui ekspektasi karena adanya lonjakan permintaan dari konsumen China.
Pasar yang semula pesimis terhadap prospek luxury goods kini berbalik arah. Menurut analis Benedicte Lowe dari BNP Paribas, hasil ini menunjukkan bahwa fase pesimisme ekstrem di sektor barang mewah kemungkinan telah berakhir.
Efek domino kenaikan ini terasa pada saham merek-merek premium seperti Hermès, Kering, Richemont, dan Moncler. Mereka ikut meroket antara 4,7 persen hingga 7,8 persen, dan menambahkan sekitar USD80 miliar kapitalisasi pasar gabungan dalam indeks STOXX Europe Luxury.
Di sisi indeks utama, CAC 40 Prancis menjadi bintang dengan lonjakan sebesar 1,99 persen ke 8.077,00. Lonjakan ini terdorong dominasi saham-saham luxury brand.
Indeks kawasan STOXX 600 juga naik 0,57 persen ke 567,77, dan menandai sesi positif meski sebagian bursa besar lainnya justru tertahan. DAX Jerman turun 0,23 persen ke 24.181,37, sementara FTSE 100 Inggris melemah 0,30 persen ke 9.424,75, terseret saham komoditas dan kejatuhan harga logam industri.
Namun, reli di Eropa bukan hanya hasil glamor dari dunia fashion. Sejumlah laporan keuangan juga memperkuat kepercayaan pasar, bahwa siklus pelemahan laba korporasi mulai berbalik arah.
Saham ASML Holding naik 3,1 persen setelah melaporkan pesanan chip yang melampaui ekspektasi kuartal III serta proyeksi kuartal IV yang optimistis. Ini menjadi pertanda bahwa permintaan semikonduktor global mulai pulih, sekaligus memberikan napas segar bagi sektor teknologi Eropa yang sempat tertinggal dari Amerika dan Asia.
Di sektor energi, TotalEnergies juga naik 3,7 persen setelah memperkirakan laba kuartalannya akan meningkat berkat produksi hulu yang kuat dan margin penyulingan yang membaik, meski harga minyak dunia tengah melemah.
Laporan ini membantu menstabilkan persepsi investor terhadap sektor energi, yang belakangan ini goyah akibat fluktuasi harga komoditas dan ketegangan geopolitik.
Data dari LSEG IBES menegaskan arah yang sama: proyeksi pertumbuhan laba perusahaan di indeks STOXX kini naik menjadi 0,5 persen, dari perkiraan sebelumnya yang negatif 0,6 persen. Meski masih jauh dari pertumbuhan 7,8 persen di periode yang sama tahun lalu, tren pembalikan ini menjadi sinyal bahwa “dasar siklus” kemungkinan telah dilewati.
Nada Dovish Powell Dorong Kenaikan
Faktor eksternal juga ikut menguatkan sentimen. Pernyataan Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, yang bernada dovish membuka peluang pemangkasan suku bunga tahun ini, memberikan dorongan psikologis bagi pasar saham global.
Kabar baik ini melengkapi laporan laba kuat dari bank-bank besar AS, yang meningkatkan kepercayaan investor terhadap stabilitas sektor keuangan global.
Sementara itu, kabar dari sektor otomotif turut menambah semarak. Saham Stellantis melonjak 3,2 persen setelah mengumumkan rencana investasi besar senilai USD13 miliar di Amerika Serikat. Ini menjadi sebuah strategi yang dinilai mampu mengimbangi dampak kebijakan tarif perdagangan tinggi yang sedang menghantam industri manufaktur global.
Namun, tidak semua saham menikmati euforia ini. Aurubis, produsen tembaga asal Jerman, justru anjlok 6,5 persen setelah pemegang saham mayoritasnya, Salzgitter, mengumumkan penerbitan obligasi senilai 500 juta euro yang dapat dikonversi menjadi saham Aurubis.
Langkah ini memicu kekhawatiran akan potensi dilusi kepemilikan, dan menjadi satu dari sedikit titik gelap di tengah hari yang cerah bagi pasar Eropa.
Secara keseluruhan, performa bursa Eropa kali ini menunjukkan kombinasi menarik antara fundamental yang mulai membaik dan sentimen investor yang pulih, terutama di sektor-sektor berbasis merek global dan teknologi tinggi.
Meski risiko makro seperti perlambatan ekonomi dunia dan kebijakan tarif tetap membayangi, pasar tampaknya memilih untuk fokus pada sisi optimistis: bahwa bahkan di tengah inflasi, perang dagang, dan ketegangan geopolitik, masyarakat dunia tampaknya belum berhenti membeli tas Louis Vuitton.
Dengan kata lain, tas mewah kini menjadi indikator ekonomi Eropa yang lebih jujur daripada data PDB.(*)