Logo
>

Memanasnya Tensi Politik Bakar Harga Minyak Dunia: Brent & WTI Membara

Harga minyak Brent dan WTI melambung tajam dipicu sanksi baru AS terhadap Rusia, turunnya stok minyak AS, serta optimisme kesepakatan dagang AS-India.

Ditulis oleh Yunila Wati
Memanasnya Tensi Politik Bakar Harga Minyak Dunia: Brent & WTI Membara
Harga minyak dunia, baik Brent maupun WTI, naik disokong oleh tingginya permintaan, berkurangnya stok minyak AS, dan isu kesepakatan dagang AS-India. Foto: Freepik.

KABARBURSA.COM - Harga minyak dunia kembali menunjukkan reli kuat pada pertengahan pekan ini. Memanasnya teksi geopolitik membakar harga minyak dunia. Baik Brent dan West Texas Intermediate (WTI) pada Kamis pagi WIB, 23 Oktober 2025, membara.

Harga minyak mentah berjangka Brent, yang menjadi acuan internasional, melonjak USD2,44 atau 3,98 persen ke level USD63,76 per barel. Sebelumnya, Brent juga sudah naik USD1,27 atau 2,07 persen ke posisi USD62,59 per barel. 

Sementara itu, minyak mentah berjangka WTI, patokan untuk pasar Amerika Serikat, melesat USD2,42 atau 4,23 persen menjadi USD59,66 per barel. Sebelumnya, WTI juga naik USD1,26 atau 2,20 persen menjadi USD58,50 per barel. 

Dengan kenaikan ini, harga minyak berhasil menembus level psikologis baru dengan dorongan kuat dari sisi permintaan dan sentimen global.

Faktor paling dominan dalam reli ini datang dari pengumuman Menteri Keuangan AS Scott Bessent. Ia menyebutkan bahwa Amerika Serikat akan memberlakukan sanksi baru terhadap Rusia. Sanksi tambahan ini akan diumumkan dalam waktu dekat. 

Langkah ini semakin memperburuk kekhawatiran akan gangguan pasokan minyak global, mengingat Rusia masih menjadi salah satu eksportir minyak terbesar di dunia. Ketegangan ini berpotensi mendorong harga minyak naik, karena pasar menilai ada risiko terhadap kestabilan suplai, terutama ke pasar Asia dan Eropa.

Stok Minyak AS Turun

Selain faktor geopolitik, penguatan harga minyak juga mendapat dukungan dari data fundamental yang positif di Amerika Serikat. Energy Information Administration (EIA) melaporkan bahwa stok minyak mentah AS turun 961.000 barel menjadi 422,8 juta barel pada pekan lalu. persediaan bensin dan distilat juga ikut menurun. 

Penurunan ini berbanding terbalik dengan ekspektasi pasar yang memprediksi adanya kenaikan sekitar 1,2 juta barel. Sementara, permintaan bahan bakar di tengah meningkatnya aktivitas kilang masih cukup tinggi.

Menurut analis energi Price Futures Group Phil Flynn, laporan ini menjadi sinyal penting bahwa permintaan minyak di AS masih tangguh meskipun biasanya periode akhir Oktober cenderung menjadi fase jeda permintaan.

Dengan tidak adanya indikasi kelebihan pasokan, pasar kini melihat keseimbangan yang lebih sehat antara suplai dan konsumsi. Inilah yang kemudian mendukung pandangan bahwa harga minyak berpotensi bertahan di level tinggi dalam jangka pendek.

Perundingan Dagang AS-India jadi Penyemangat Baru

Dari sisi eksternal, perhatian investor juga tertuju pada dinamika hubungan dagang AS-China. Rencana pertemuan antara Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping kembali diselimuti ketidakpastian.

Namun kabar mengenai perundingan dagang AS-India memberi sentimen positif baru. India disebut tengah mendekati kesepakatan dagang dengan AS, yang mencakup pembatasan impor minyak dari Rusia. 

Jika kesepakatan ini terwujud, India berpotensi meningkatkan pembelian minyak dari sumber lain, termasuk dari Timur Tengah dan Amerika Serikat, yang secara tidak langsung memperkuat permintaan global untuk minyak non-Rusia.

Turunnya stok minyak dan potensi peningkatan konsumsi memberi sinyal bullish bagi harga. Namun di sisi lain, sanksi terhadap Rusia, ketidakpastian diplomasi AS-China, dan pergeseran arah perdagangan energi global menambah elemen volatilitas yang tinggi.

Dari perspektif teknikal, penguatan tajam yang terjadi dalam dua sesi terakhir menunjukkan momentum beli (buying momentum) yang cukup solid. Jika Brent mampu bertahan di atas level USD63 per barel dan WTI di atas USD59 per barel, potensi kenaikan lanjutan menuju USD65–67 per barel (untuk Brent) dan USD61–62 per barel (untuk WTI) cukup terbuka. 

Namun, investor tetap perlu mewaspadai potensi koreksi teknikal jangka pendek, terutama jika sanksi baru terhadap Rusia tidak seketat yang diantisipasi atau jika permintaan minyak melemah di November.

Secara keseluruhan, kombinasi antara faktor geopolitik, penurunan stok minyak AS, dan optimisme terhadap kesepakatan dagang baru antara AS dan India menciptakan fondasi kuat bagi reli harga minyak dunia. 

Meskipun volatilitas tetap tinggi, tren jangka menengah masih menunjukkan kecenderungan bullish, dengan Brent dan WTI berpeluang mempertahankan momentum positifnya hingga akhir bulan.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79