Logo
>

Membedah Bagaimana Cara Kerja Tarif Trump dan Dampaknya pada Harga-harga

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Membedah Bagaimana Cara Kerja Tarif Trump dan Dampaknya pada Harga-harga

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kebijakan tarif selalu menjadi senjata utama Donald Trump dalam negosiasi perdagangan internasional, termasuk saat ia menjabat sebagai Presiden AS di periodepertama. Dalam upayanya melindungi industri dalam negeri dan menekan negara-negara mitra dagang seperti Meksiko, Kanada, dan China, Trump berencana memberlakukan tarif besar-besaran yang berpotensi mengubah dinamika harga barang impor di pasar domestik. Namun, di balik kebijakan ini, terdapat pertanyaan mendasar: bagaimana tarif ini bekerja, siapa yang sebenarnya membayar, dan seperti apa dampaknya terhadap harga dan ekonomi secara keseluruhan?

    Tarif kembali menjadi sorotan setelah Presiden terpilih Donald Trump berjanji akan menerapkan tarif 25 persen untuk impor dari Meksiko dan Kanada, serta bea tambahan sebesar 10 persen untuk barang-barang dari China. Ancaman ini ditujukan untuk menekan negara-negara tersebut menghentikan arus imigran ilegal dan narkoba ke AS.

    Dilansir dari Business Insider, Jumat, 29 November 2024, ancaman tarif Trump mungkin digunakan sebagai taktik negosiasi untuk mendapatkan kesepakatan yang lebih baik dengan tiga mitra dagang utama AS. Namun, jika tarif benar-benar diberlakukan, dampaknya bisa dirasakan pada harga barang, lapangan kerja, dan ekonomi AS secara keseluruhan. Selain itu, risiko balasan dari Meksiko, Kanada, dan China dalam bentuk tarif baru dapat memicu perang dagang.

    Apa Itu Tarif?

    Tarif adalah pajak yang diberlakukan pemerintah untuk membawa barang dari luar negeri ke dalam negara. Perbedaan tarif dengan pajak biasa adalah tarif hanya diterapkan pada barang impor.

    Tarif telah ada selama lebih dari 200 tahun dan dulunya digunakan untuk meningkatkan pendapatan negara. Sebelum pajak penghasilan diperkenalkan pada awal 1900-an, pemerintah AS mengandalkan tarif sebagai sumber pendapatan utama. Saat ini, tarif lebih sering digunakan untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan asing atau menghukum negara mitra dagang yang dianggap melanggar aturan.

    Jenis-Jenis Tarif

    1. Tarif Ad Valorem: Berdasarkan nilai barang. Contohnya, jika barang impor bernilai 10 USD dan tarifnya 10 persen, importir harus membayar 1 USD.
    2. Tarif Spesifik: Dikenakan per unit barang, terlepas dari nilainya. Misalnya, importir harus membayar USD1 untuk setiap pon biji kakao yang diimpor, baik untuk 10 atau 1.000 karung.
    3. Tarif Gabungan: Mengombinasikan tarif ad valorem dan spesifik. Contohnya, tarif pada barang tertentu bisa berupa 1 USD per pon atau 5 persen dari nilai barang, mana yang menghasilkan pendapatan lebih besar.
    4. Tarif Campuran: Menggunakan ad valorem dan tarif spesifik sekaligus. Misalnya, importir harus membayar 5 USD per pon dan tambahan 10 persen dari nilai barangnya.

    Siapa yang Membayar Tarif dan Bagaimana Cara Kerjanya?

    Ketika tarif diberlakukan, pihak yang membayar adalah individu atau bisnis yang mengimpor barang tersebut ke AS. Uang tarif kemudian disetor ke Departemen Keuangan AS.

    Sebagai contoh, jika perusahaan General Motors mengimpor suku cadang dari pabriknya di Meksiko untuk merakit mobil di AS, perusahaan itu harus membayar tarif atas suku cadang yang diimpor.

    Petugas Bea dan Cukai AS mengumpulkan tarif di 328 pintu masuk, termasuk pelabuhan, bandara, dan pos perbatasan.

    Bagaimana Tarif Mempengaruhi Harga dan Ekonomi?

    Tarif membuat biaya impor menjadi lebih mahal bagi para importir. Untuk menjaga agar keuntungan mereka tetap stabil, para importir biasanya membebankan tambahan biaya ini kepada pelanggan di dalam negeri, baik itu perusahaan maupun konsumen, dengan cara menaikkan harga jual barang mereka.

    Kenaikan harga ini dapat menguntungkan produsen lokal karena membuat barang mereka relatif lebih murah dibandingkan produk impor. Sebagai contoh, tarif dapat membantu produsen pakaian di AS bersaing dengan perusahaan mode cepat dari China seperti Shein dan Temu.

    Di sisi lain, tarif dapat mendorong produsen asing menurunkan harga mereka untuk tetap kompetitif, yang akhirnya dapat merugikan industri domestik mereka dan melemahkan ekonomi negara asal mereka. Selain itu, negara yang terlibat mungkin juga akan memperdagangkan produk dalam volume yang lebih rendah jika pasokan dan permintaan menurun akibat tarif.

    Penelitian tahun 2019 tentang dampak awal tarif pada masa jabatan pertama Trump menemukan bahwa tarif sepenuhnya diteruskan ke harga domestik barang impor, yang pada akhirnya mengurangi pilihan konsumen karena berkurangnya ketersediaan produk impor.

    Manfaat dan Kerugian Tarif

    Tarif sering dipromosikan sebagai alat untuk melindungi lapangan kerja domestik. Namun, sebuah makalah dari National Bureau of Economic Research yang diterbitkan pada Januari menemukan bahwa perang dagang 2018-2019 tidak berdampak pada pekerjaan di sektor-sektor yang dilindungi. Sebaliknya, tarif balasan dari negara lain justru berkontribusi pada hilangnya lapangan kerja di sektor domestik seperti pertanian, meskipun sebagian dampaknya diimbangi oleh subsidi federal.

    Manfaat tarif meliputi penguatan industri lokal, peningkatan pendapatan pemerintah, dan tekanan pada negara lain untuk menghentikan praktik perdagangan yang tidak adil serta mengatasi masalah seperti imigrasi ilegal dan perdagangan narkoba.

    Namun, kerugiannya mencakup kenaikan harga bagi konsumen, berkurangnya pilihan produk, dan risiko tarif balasan yang dapat menyebabkan hilangnya pekerjaan di beberapa industri serta memicu perang dagang besar-besaran.

    Studi yang diterbitkan di The Economic Journal pada 2021 juga menemukan bahwa tarif balasan “secara tidak proporsional menargetkan wilayah yang lebih banyak memilih Partai Republik,” yang menunjukkan bahwa langkah tersebut dirancang untuk memaksimalkan dampak politik terhadap basis pendukung Trump.

    Bagaimana Rencana Tarif Trump akan Bekerja

    Trump dikenal sering menggunakan tarif. Selama masa jabatan pertamanya, ia menyebut dirinya “Tariff Man” karena memberlakukan tarif pada produk seperti baja, aluminium, dan berbagai barang dari China. Ia juga menggantikan North American Free Trade Agreement (NAFTA) dengan United States-Mexico-Canada Agreement (USMCA). Hal ini memungkinkan sebagian besar barang tetap bebas melintas di antara ketiga negara tersebut.

    Namun, situasi dapat berubah jika Trump melanjutkan rencana tarif besar-besaran pada barang dari Meksiko dan Kanada. Barang yang masuk ke AS dari perbatasan utara dan selatan akan dikenakan tarif, dan dana yang terkumpul akan masuk ke Departemen Keuangan AS.

    Pertanyaan utama adalah apakah tarif ini akan memicu inflasi lebih tinggi. Inflasi, atau tingkat kenaikan harga tahunan, mencapai rekor tertinggi dalam 40 tahun sebesar lebih dari 9 persen pada 2022, yang mendorong Federal Reserve menaikkan suku bunga dari hampir nol menjadi lebih dari 5 persen hanya dalam waktu kurang dari 18 bulan.

    Dalam beberapa bulan terakhir, inflasi telah turun di bawah 3 persen. Kondisi ini memungkinkan Federal Reserve mulai menurunkan suku bunga. Namun, tarif Trump berpotensi mempercepat kenaikan harga lagi yang dapat menunda pemangkasan suku bunga lebih lanjut, terutama karena kekhawatiran publik terhadap biaya hidup yang lebih tinggi menjadi alasan utama mereka memilih Trump kembali.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).