Logo
>

Mengintip Peluang Kenaikan Nikel dari Pembatasan Ekspor Rusia

Ditulis oleh Yunila Wati
Mengintip Peluang Kenaikan Nikel dari Pembatasan Ekspor Rusia

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Presiden Rusia Vladimir Putin, melemparkan isu terkait rencana pembatasan ekspor Nikel dari negaranya. Rusia diketahui menjadi salah satu eksportir nikel terbesar dunia, dengan pangsa pasar sekitar 20 persen dari total ekspor global. Rencana penerapan pembatasan ekspor sangat dimungkin akan berdampak signifikan bagi dunia.

    Jika benar terjadi, maka akan menyebabkan kekurangan pasokan di pasar internasional. Akibatnya, harga nikel diperkirakan akan meningkat tajam. Hal ini dapat berdampak langsung pada industri yang sangat bergantung pada nikel.

    Industri yang dimaksud adalah:

    • Industri baterai: Nikel digunakan dalam baterai lithium-ion yang menjadi komponen utama kendaraan listrik (EV). Dengan pembatasan pasokan, produsen EV dan baterai kemungkinan akan mengalami kenaikan biaya produksi, yang pada gilirannya bisa menaikkan harga produk akhir.
    • Industri baja tahan karat (stainless steel): Nikel juga merupakan komponen penting dalam pembuatan baja tahan karat, yang digunakan di berbagai sektor seperti konstruksi, peralatan medis, dan infrastruktur. Kekurangan nikel akan mempengaruhi kapasitas produksi baja tahan karat, menaikkan biaya, dan memperlambat proyek infrastruktur.

    Norilsk Nickel dan Ketergantungan pada Ekspor

    Norilsk Nickel, perusahaan tambang besar asal Rusia, sangat bergantung pada pasar ekspor untuk sebagian besar pendapatannya (85 persen pada 2023). Pembatasan ekspor akan mengurangi pendapatan perusahaan secara drastis karena pasar domestik mungkin tidak cukup besar untuk menyerap produksi yang biasanya diekspor.

    Harga di pasar domestik sering kali lebih rendah daripada harga internasional, sehingga ini dapat berdampak negatif pada kinerja keuangan perusahaan.

    Reaksi Pasar Global:

    Dengan adanya pembatasan pasokan dari Rusia, pasar global akan merespons dengan kenaikan harga. Menurut direktur strategi di Finam, ini bisa berdampak langsung pada harga nikel, menyebabkan peningkatan yang akan merugikan produsen yang sangat bergantung pada logam ini.

    Negara-negara pengimpor besar seperti China, Eropa, dan AS, akan mencari sumber pasokan alternatif, seperti dari Indonesia dan Filipina, yang merupakan produsen nikel terbesar lainnya. Namun, tidak semua produsen dapat dengan cepat meningkatkan kapasitas produksi untuk mengisi kesenjangan yang ditinggalkan oleh Rusia.

    Lonjakan harga yang dipicu oleh pembatasan pasokan dapat menyebabkan spekulasi di pasar komoditas, lebih lanjut memperkuat volatilitas harga nikel.

    Industri EV, yang terus berkembang pesat, akan menjadi sektor yang paling terdampak oleh pembatasan ini. Nikel adalah bahan penting untuk baterai EV karena membantu meningkatkan kapasitas energi dan memperpanjang jarak tempuh kendaraan. Kekurangan pasokan nikel akan menyebabkan:

    • Kenaikan harga baterai: Dengan naiknya harga nikel, harga baterai EV juga akan meningkat, yang mungkin mengurangi permintaan atau memperlambat adopsi kendaraan listrik di seluruh dunia.
    • Riset dan inovasi: Produsen baterai mungkin mulai mencari alternatif bahan untuk mengurangi ketergantungan pada nikel, seperti penggunaan teknologi baterai berbasis lithium besi fosfat (LFP) yang lebih murah meskipun dengan kapasitas yang lebih rendah.

    Dampak bagi Indonesia

    Jika Rusia menerapkan pembatasan ekspor nikel, dampaknya terhadap pasar global juga akan mempengaruhi perkembangan saham di Indonesia, terutama perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor tambang nikel dan industri terkait.

    Berikut adalah beberapa analisis dampaknya terhadap pasar saham Indonesia dan kinerja emiten di sektor terkait, seperti:

    • PT Vale Indonesia Tbk (INCO)
    • PT Aneka Tambang Tbk (ANTM)
    • PT Harum Energy Tbk (HRUM)
    • PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), yang juga memiliki portofolio nikel.

    Dengan adanya kenaikan harga nikel, pendapatan dan laba emiten nikel Indonesia bisa meningkat karena mereka dapat menjual nikel dengan harga lebih tinggi di pasar global.

    Kenaikan ini bisa mendongkrak harga saham perusahaan-perusahaan tersebut di Bursa Efek Indonesia (BEI), membuatnya lebih menarik bagi investor lokal dan internasional. Selain itu, prospek positif dari penguatan ekspor akan meningkatkan sentimen pasar terhadap saham-saham di sektor pertambangan nikel.

    Peningkatan Investasi di Industri Hilir

    Indonesia sedang fokus untuk mengembangkan industri hilir nikel, terutama untuk memproduksi baterai kendaraan listrik (EV). Dengan kenaikan harga nikel akibat pembatasan Rusia, minat untuk berinvestasi di sektor hilir nikel di Indonesia dapat meningkat.

    Emiten yang terlibat dalam proyek baterai EV, seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Harita Nickel, bisa melihat peningkatan permintaan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

    Ini juga akan memperkuat daya tarik Indonesia sebagai hub pengembangan baterai EV, sehingga investor mungkin akan lebih memilih saham emiten yang terlibat dalam ekosistem ini. Prospek pertumbuhan jangka panjang untuk sektor baterai di Indonesia juga dapat mendorong harga saham perusahaan-perusahaan tersebut.

    Dampak pada Emiten di Sektor Otomotif dan Baterai

    Meski harga nikel yang lebih tinggi bisa meningkatkan laba bagi perusahaan tambang, dampaknya bisa negatif bagi perusahaan di sektor otomotif dan baterai yang bergantung pada nikel, terutama dalam pembuatan baterai EV.

    Harga yang lebih tinggi dapat menyebabkan kenaikan biaya produksi bagi emiten yang terlibat dalam manufaktur baterai atau komponen kendaraan listrik, seperti:

    • PT Industri Baterai Indonesia (IBC), yang merupakan konsorsium beberapa BUMN.
    • PT Astra International Tbk (ASII), yang mulai memasuki sektor kendaraan listrik.

    Kenaikan harga baterai akibat kenaikan harga nikel dapat mengurangi permintaan kendaraan listrik, yang akan berimbas pada emiten di sektor otomotif yang berencana untuk mengembangkan kendaraan Listrik.

    Biaya produksi yang meningkat mungkin juga mengurangi margin laba perusahaan-perusahaan ini.

    Secara umum, pembatasan ekspor nikel dari Rusia dapat menciptakan sentimen positif bagi pasar saham Indonesia, terutama di sektor pertambangan dan hilir nikel.

    Investor global mungkin akan melihat Indonesia sebagai penyedia alternatif untuk memenuhi kebutuhan nikel, meningkatkan arus modal masuk ke saham-saham nikel di BEI.

    Namun, perlu diperhatikan bahwa volatilitas harga nikel yang disebabkan oleh pembatasan ekspor bisa menciptakan ketidakpastian di pasar. Kenaikan harga yang terlalu cepat juga dapat menghambat permintaan di sektor-sektor downstream, seperti industri baja tahan karat dan EV, yang bisa menekan harga saham perusahaan terkait.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79