Logo
>

Menguji Daya Tahan Populisme Ekonomi Prabowo-Gibran

Secara keseluruhan, pemerintah memperkirakan defisit APBN 2025 akan tetap terkendali di kisaran 2,53 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB)

Ditulis oleh Uslimin Usle
Menguji Daya Tahan Populisme Ekonomi Prabowo-Gibran
Setahun sudah Presiden Prabowo Subianto – Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memimpin Pemerintahan Merah Putih

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Setahun sudah Presiden Prabowo Subianto – Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memimpin Pemerintahan Merah Putih (20 Oktober 2024-20 Oktober 2025). Dalam kalkulasi politik, setahun hanyalah pemanasan. Namun dalam logika ekonomi, periode ini cukup untuk menilai arah, apakah mesin pemerintahan benar-benar melaju di jalur janji, atau sekadar berputar di lingkar retorika. Apakah kebijakan ekonomi yang dianut dan diterapkan, sudah mengarah ke pemenuhan janji kampanye, atau justru meneruskan retorika populis yang rapuh di tengah realitas efisiensi dan realokasi anggaran?

    Hingga Agustus 2025, realisasi belanja negara tercatat sebesar Rp1.960,3 triliun, atau sekitar 55,6 persen dari outlook APBN 2025. Angka ini menunjukkan bahwa porsi belanja pemerintah belum tereksekusi penuh. Mau tidak mau, momentum sisa tahun perlu dimanfaatkan untuk percepatan.

    Pada semester I 2025, realisasi belanja APBN hanya mencapai sekitar 38,8 persen dari pagu tahunan, yakni ± Rp1.407,1 triliun. Upaya percepatan belanja dan alokasi prioritas sektor sangat krusial agar target pertumbuhan dan program prioritas tidak meleset.

    Di sisi pendapatan, hingga Agustus 2025, realisasi pendapatan negara tercatat Rp1.638,7 triliun. Sebagian besar dari penerimaan pajak dan pendapatan nonpajak. Namun tantangan utama adalah bahwa penerimaan pajak baru mencapai hanya 45,5  persen dari target pada 11 Agustus 2025. Ini menandakan tekanan signifikan terhadap ruang belanja, terutama bila banyak program membutuhkan dukungan fiskal besar.

    Secara keseluruhan, pemerintah memperkirakan defisit APBN 2025 akan tetap terkendali di kisaran 2,53 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB), meskipun tekanan penurunan pendapatan dan kebutuhan belanja publik terus membayangi. 

    Target & Ambisi Baru di APBN 2026

    RAPBN 2026 telah disepakati dan disahkan sebagai UU APBN 2026. Dari sana tergambar bahwa belanja negara ditargetkan Rp3.786,5 triliun, sementara pendapatan negara ditargetkan Rp3.147,7 triliun. Menyisakan celah defisit di kisaran Rp638,8 triliun atau ± 2,48 persen dari PDB. 

    Pemerintah juga menetapkan target pertumbuhan ekonomi 5,4 persen untuk 2026. Naik dari realisasi 2025 yang hingga Oktober diklaim di angka 5,12 persen. DPR dan pemerintah juga menyepakati asumsi makro yang moderat, yaitu inflasi antara 1,5-3,5 persen, kurs rupiah di kisaran Rp16.500–16.900/dolar, dan suku bunga SBN 10 tahun di kisaran 6,6–7,2 persen. 

    Komisi XI DPR menyetujui defisit APBN 2026 di rentang 2,48-2,53 persen dari PDB. Target pertumbuhan 5,2–5,8  persen juga telah disepakati antara pemerintah dan DPR sebagai rentang realistis. 

    Dalam rapat pembahasan, asumsi-asumsi ini disusun agar anggaran mendukung kedaulatan pangan, energi, dan pembangunan manusia. Namun, target 2026 ini bukan tanpa risiko. Dengan defisit yang mendekati batas aman, tekanan utang publik, dan ketidakpastian global, margin kesalahan kebijakan menjadi sempit. Kemampuan pemerintah menjaga efisiensi belanja, menyelaraskan prioritas, dan menjaga akuntabilitas akan sangat diuji.

    Program Prioritas di Tengah Tekanan

    Pilar populisme fiskal dalam pemerintahan bernama Makan Bergizi Gratis (MBG), tak bisa diabaikan. MBG telah menjadi program flagship yang anggarannya dinaikkan jauh melebihi estimasi awal, dari Rp71 triliun ke Rp120 triliun. Program ini menargetkan 83 juta penerima lintas jenjang pendidikan, dan berfungsi sebagai instrumen sosial dan politik.

    Efek ekonomi jangka pendek memang terasa di mana konsumsi publik meningkat, dan penciptaan permintaan lokal tumbuh. Bank Dunia memperkirakan dampaknya bisa menambah pertumbuhan 0,3–0,4 poin PDB. Namun risiko jangka menengah muncul. Beban subsidi dan ketergantungan konsumsi bisa menyempitkan ruang fiskal untuk belanja produktif jika produktivitas sektor pangan tidak tumbuh tajam.

    Pohon kebijakan ini tidak berdiri sendiri. Ia bersanding dengan Koperasi Desa Merah Putih, yang dirancang mencapai 80.000 unit koperasi di desa-desa. Hingga September 2025, tercatat 52.400 koperasi aktif, dengan aset senilai Rp187 triliun dan menyerap lebih dari 4,3 juta tenaga kerja bidang agrikultur, peternakan, dan energi terbarukan. Program ini dimaksudkan sebagai basis ekonomi desa, menguatkan rantai pasokan bahan pangan MBG dan mengurangi ketergantungan komoditas impor.

    Namun kenyataan menuntut koreksi. Hanya 37 persen koperasi desa memiliki akses pembiayaan formal (sisa masih bergantung mekanisme internal) menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Maka, banyak koperasi masih terbentur kendala modal, pemasaran, manajemen, dan kompetensi kelembagaan. Tanpa intervensi penguatan kapasitas (digitalisasi akuntansi, akses pasar, pelatihan manajerial), koperasi berpotensi stagnan menjadi organisasi simbolis yang lemah kontribusinya terhadap PDB.

    Jika koperasi desa benar-benar berfungsi baik, dampaknya luas. Paling tidak, memperbesar pendapatan petani kecil, menstabilkan harga bahan pangan, memberi basis produksi energi (nabi-bahan untuk biodesel lokal, misalnya), dan memperluas jejak ekonomi lokal ke hilir. Strategi sinergi antara koperasi, MBG, dan digitalisasi menjadi kunci agar populisme fiskal tidak menyedot ruang produktif negara.

    Digitalisasi, Jembatan atau Kesenjangan Baru?

    Sektor digital diposisikan sebagai lokomotif pertumbuhan dan modernisasi. Pemerintah menargetkan 30 juta Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM) digital pada 2026 dan mempercepat transformasi institusi melalui Komite Percepatan Transformasi Digital. Nilai ekonomi digital Indonesia diperkirakan menembus USD120 miliar tahun ini.

    Beberapa provinsi percontohan melaporkan efisiensi distribusi meningkat hingga 18 persen melalui e-logistik koperasi. Integrasi digital koperasi menjadi peluang untuk memperpendek rantai pasok dan menekan margin distribusi.

    Namun risikonya, survei Bank Indonesia menunjukkan bahwa hanya 41 persen UMKM di desa memahami transaksi digital secara menyeluruh. Tanpa literasi dan pelatihan berkelanjutan, transformasi digital bisa melebar jurang ekonomi antara kota dan desa. Investasi pada platform tanpa pengembangan SDM hanya menghasilkan infrastruktur kosong.

    Reshuffle dan Koreksi Kebijakan Arah Ekonomi

    Tahun pertama juga diwarnai reshuffle kabinet ekonomi, terutama di sektor pertanian, pangan, dan industri, sebagai sinyal bahwa eksekusi belum seirama visi strategi. Pergantian dua menteri ekonomi pada Agustus 2025 direspons positif oleh sebagian pakar sebagai kesempatan koreksi orientasi kebijakan.

    Hilirisasi yang semula fokus ekspor bijih, kini mulai bergeser ke hilirisasi domestik yang mendukung pangan dan energi nasional, bahwa pertumbuhan ekonomi tidak boleh sekadar mengandalkan ekspor mentah, tetapi perlu menopang konsumsi dan ketahanan nasional.

    Menjadi jelas bahwa masa depan ekonomi Indonesia tidak bisa ditopang oleh populisme belaka. Realisasi APBN 2025 menunjukkan bahwa kecepatan eksekusi masih bisa ditingkatkan. Sementara target APBN 2026 mengusung ambisi besar — tetapi margin kesalahan sangat tipis.

    Pembangunan manusia lewat MBG dan koperasi desa adalah arah yang benar, selama dibarengi reformasi kelembagaan, transparansi anggaran, penguatan kapasitas lokal, dan integrasi digital. Publik membutuhkan kepastian bahwa program-program besar itu bukan pelebaran angka, tetapi fondasi nyata kesejahteraan.

    Pemerintahan Prabowo–Gibran harus membuktikan bahwa populisme fiskal bisa dijinakkan menjadi strategi produktif. Bahwa pembelanjaan besar bisa diseimbangkan dengan reformasi. Dan, bahwa janji-janji kampanye bisa dibumikan menjadi realitas ekonomi yang berkelanjutan. Jika tidak, target 2026 hanya akan menjadi headline. Bukan warisan. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Uslimin Usle

    Jurnalis jenjang utama (November 2012) dan penguji nasional pada Aliansi Jurnalistik Independen sejak 2013. 
    Aktif sebagai jurnalis pertama kali pada Desember 1993 di koran kampus PROFESI IKIP Ujungpandang (kini Universitas Negeri Makassar). 
    Bergabung sebagai reporter Majalah Dwi Mingguan WARTA SULSEL pada 1996-1997. Hijrah ke majalah DUNIA PENDIDIKAN (1997-1998) dan Tabloid PANCASILA (1998), lalu bergabung ke Harian Fajar sebagai reporter pada Maret 1999. 
    Di grup media yang tergabung Jawa Pos Grup, meniti karier secara lengkap dan berjenjang (reporter-redaktur-koordinator liputan-redaktur pelaksana-wakil pemimpin redaksi hingga posisi terakhir sebagai Pemimpin Redaksi  pada Januari 2015 hingga Agustus 2016).
    Selepas dari Fajar Grup, bergabung ke Kabar Grup Indonesia sebagai Direktur Pemberitaan pada November 2017-Mei 2018, dan Juni 2023 hingga sekarang, merangkap sebagai Pemimpin Redaksi KabarBursa.Com (Januari 2024) dan KabarMakassar.Com (Juni 2023). (*)