Logo
>

Minyak Berjangka Rebound Pasca OPEC+ Lakukan ini

Ditulis oleh Yunila Wati
Minyak Berjangka Rebound Pasca OPEC+ Lakukan ini

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pada Kamis, 5 September 2024, minyak berjangka berhasil rebound. Harga minyak mengalami penguatan setelah sebelumnya jatuh ke level terendah dalam beberapa bulan. Penguatan ini dipicu oleh kemungkinan penundaan peningkatan produksi yang direncanakan oleh produsen utama dan penurunan stok minyak di Amerika Serikat. Meskipun demikian, kekhawatiran terhadap permintaan global masih membatasi kenaikan harga.

    Minyak mentah berjangka Brent untuk kontrak pengiriman November, patokan internasional, naik 18 sen atau 0,25 persen, menjadi USD72,88 per barel pada pukul 13.30 WIB. Ini setelah mengalami penurunan 1,4 persen pada sesi sebelumnya, yang merupakan penutupan terendah sejak 27 Juni 2023.

    Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Oktober bertambah 19 sen atau 0,27 persen, menjadi USD69,39 per barel, setelah merosot 1,6 persen pada Rabu, yang juga merupakan penutupan terendah sejak 11 Desember.

    Sentimen pasar mulai membaik setelah data dari American Petroleum Institute (API) menunjukkan penurunan stok minyak mentah AS sebesar 7,431 juta barel minggu lalu, melebihi ekspektasi penarikan 1 juta barel. Data ini memberikan dukungan harga minyak dan memberikan harapan akan penurunan stok yang signifikan jika data resmi dari Energy Information Administration (EIA) menunjukkan angka serupa.

    Selain itu, pasar juga merespons berita bahwa OPEC+ sedang mempertimbangkan untuk menunda peningkatan produksi yang direncanakan pada Oktober, akibat jatuhnya harga minyak dan potensi berakhirnya perselisihan yang menghentikan ekspor Libya. Keputusan ini menjadi perhatian utama, mengingat sebelumnya OPEC+ berencana untuk menambah produksi sebesar 180.000 barel per hari sebagai bagian dari rencana untuk secara bertahap menghentikan pemotongan produksi terbarunya sebesar 2,2 juta barel per hari.

    Namun, kekhawatiran terhadap permintaan global masih membatasi kenaikan harga minyak. Data dari China menunjukkan aktivitas manufaktur yang merosot ke level terendah dalam enam bulan terakhir, yang mencerminkan permintaan minyak yang lemah di pasar terbesar dunia tersebut. Hal ini turut mempengaruhi sentimen pasar, meskipun beberapa analis memperkirakan bahwa spekulan jangka pendek mungkin ragu untuk mengambil posisi bearish baru pada minyak WTI dalam waktu dekat.

    Pasar akan menunggu data ekonomi makro AS lebih lanjut yang akan dirilis, yang diharapkan dapat memberikan gambaran lebih jelas tentang kondisi ekonomi dan dampaknya terhadap pasar minyak global.

    Pada perdagangan pagi ini, harga minyak mentah mengalami penurunan signifikan lebih dari USD1 per barel di tengah fluktuasi pasar yang cukup tinggi. Para pelaku pasar mulai khawatir terhadap prospek permintaan minyak dalam beberapa bulan ke depan, sementara produsen minyak memberikan sinyal yang bervariasi terkait kemungkinan peningkatan pasokan.

    Berdasarkan laporan dari Reuters, minyak mentah Brent mencatat penurunan sebesar USD1,05 atau 1,42 persen, ditutup pada harga USD72,70 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga mengalami penurunan sebesar USD1,14 atau 1,62 persen menjadi USD69,20 per barel.

    Sepanjang sesi perdagangan, harga minyak mentah Brent dan WTI bergerak naik turun, dengan pergerakan di kisaran penurunan hingga USD1 dan kenaikan sebesar USD1. Ini terjadi setelah muncul kabar bahwa OPEC+ sedang mempertimbangkan penundaan rencana peningkatan produksi. Penundaan ini didiskusikan karena adanya ekspektasi peningkatan produksi minyak dari Libya dalam waktu dekat.

    Di tengah penurunan harga yang cukup besar, minyak Brent telah merosot hingga 11 persen, atau sekitar USD9, mencapai level terendah sebesar USD72,63 pada hari Rabu. Penurunan harga ini juga didorong oleh data ekonomi yang kurang menggembirakan dari Amerika Serikat (AS) dan China, yang semakin memperkuat ekspektasi perlambatan ekonomi global, serta menurunnya permintaan minyak di pasar internasional.

    “Ini jelas mengindikasikan kekhawatiran akan pelambatan di sektor manufaktur,” ujar Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group. Menurut Flynn, hal tersebut menjadi faktor negatif utama yang memengaruhi pasar minyak saat ini.

    Di sisi lain, para pelaku pasar juga memperkirakan bahwa sengketa yang telah menghentikan ekspor minyak dari Libya mungkin akan segera berakhir. Jika hal ini terjadi, maka pasokan minyak mentah dari negara tersebut akan kembali mengalir ke pasar dan memberikan tekanan tambahan pada harga.

    Beberapa pasokan diperkirakan akan kembali ke pasar ketika delapan anggota OPEC dan afiliasinya, yang dikenal sebagai OPEC+, dijadwalkan untuk meningkatkan produksi sebesar 180 ribu bpd pada Oktober. Rencana ini kemungkinan akan tetap berjalan terlepas dari kekhawatiran tentang permintaan, menurut sumber industri.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79