Logo
>

Minyak Bumi China Diprediksi Capai Puncak Permintaan di 2029

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Minyak Bumi China Diprediksi Capai Puncak Permintaan di 2029

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - UBS Securities baru-baru ini memprediksi permintaan minyak bumi di China akan mencapai puncaknya pada 2030. Dilansir dari China Daily, permintaan untuk bensin dan solar—dua produk utama dari kilang minyak—sudah lebih dulu mencapai titik tertinggi menurut analisis UBS.

    Analis UBS untuk kilang dan bahan kimia, Amily Guo, menjelaskan perubahan ini dipengaruhi oleh peningkatan kendaraan listrik, truk berat berbahan bakar gas alam cair, serta adopsi sumber energi baru seperti hidrogen.

    Menurut proyeksi UBS, jika kendaraan energi baru (termasuk hybrid) mencapai 83,5 persen dari total penjualan kendaraan di China pada 2030, maka permintaan bensin diperkirakan turun rata-rata 3 persen per tahun. Mereka pun memprediksi kebutuhan bensin akan menyusut menjadi 138 juta ton pada 2030 setelah mencapai puncaknya tahun lalu. Sementara itu, permintaan solar yang memuncak pada 203 juta ton di 2019 diprediksi turun 22 persen menjadi 157 juta ton pada 2030.

    [caption id="attachment_101984" align="alignnone" width="1300"] Pada periode 2005-2019, permintaan bensin Tiongkok tumbuh rata-rata 8,3 persen setiap tahun, menambah sekitar 170 kbd per tahun. Sumber: Platform intelijen perdagangan global Kpler[/caption]

    [caption id="attachment_101985" align="alignnone" width="1366"] Dari 2024 hingga 2030 permintaan minyak diperkirakan akan menurun rata-rata 0,15 persen. Sumber: Platform intelijen perdagangan global Kpler.[/caption]

    Petroleum di Persimpangan Jalan

    Selain bensin dan solar yang menyumbang hampir separuh dari total permintaan, produk minyak bumi lainnya seperti avtur, LPG, dan nafta diproyeksikan jadi penggerak baru permintaan. Hal ini dipicu peningkatan industri penerbangan dan kapasitas produksi bahan kimia yang terus berkembang.

    "Secara keseluruhan, dengan tren berbeda dari berbagai produk minyak bumi, kami memperkirakan permintaan minyak secara total akan memuncak pada 2029 dan mulai menurun setelah 2030," jelas Guo.

    Data terbaru dari Biro Statistik Nasional China mencatat produksi minyak mentah industri naik 2 persen secara tahunan di kuartal ketiga 2024. Namun, proporsi minyak bumi dalam total konsumsi energi justru turun 0,9 persen poin.

    Penurunan permintaan ini memaksa perusahaan migas untuk bergerak cepat menuju transformasi hijau. Banyak perusahaan di China sudah mulai melakukan langkah strategis, dari mengembangkan energi hidrogen dan teknologi penangkapan serta penyimpanan karbon (CCUS), hingga energi angin, surya, dan material baterai.

    China National Petroleum Corp melaporkan kemajuan besar dalam proyek energi baru, termasuk pembangunan pusat energi hijau utama. Sementara itu, China Petrochemical Corp semakin serius mengembangkan sektor transportasi berbasis hidrogen, termasuk memperluas jaringan pengisian daya dan pengisian bahan bakar.

    China National Offshore Oil Corp mengambil langkah unik dengan menggabungkan tenaga angin lepas pantai dengan produksi minyak dan gas, sekaligus mendorong industrialisasi CCUS.

    Tren Impor Minyak Bumi dari China

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor minyak Indonesia dari Tiongkok relatif kecil dibanding negara-negara pemasok lainnya. Pada 2017, Indonesia mengimpor 526,8 ribu ton minyak dari Tiongkok. Angka ini mengalami penurunan menjadi 436,2 ribu ton pada 2018, kemudian naik lagi menjadi 578,9 ribu ton pada 2019.

    Setelah itu, tren impor dari Tiongkok kembali meningkat pada 2020 dengan 631,4 ribu ton dan mencapai puncaknya di 810 ribu ton pada 2021. Namun, angka ini menurun pada 2022, menjadi 615,9 ribu ton. Kontribusi impor dari Tiongkok tetap berada di bawah negara-negara besar seperti Singapura, Malaysia, dan Arab Saudi, yang menjadi pemasok utama minyak bumi ke Indonesia selama periode tersebut.

    Harga Minyak Dunia di Ambang Gejolak Baru

    Harga minyak dunia turun tipis pada Perdagangan Senin, 25 November 2024, setelah mencatat lonjakan hingga 6 persen pekan lalu. Meski demikian, harga tetap mendekati level tertinggi dua minggu terakhir di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik antara negara-negara Barat dengan produsen minyak utama, Rusia dan Iran. Risiko gangguan pasokan semakin menjadi perhatian.

    Dikutip dari Economy Middle East, harga minyak mentah Brent turun 0,67 persen menjadi USD74,67 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 0,74 persen menjadi USD70,71 per barel.

    Pekan lalu, kontrak minyak Brent dan WTI mencatat kenaikan mingguan terbesar sejak akhir September. Lonjakan ini dipicu serangan rudal hipersonik Rusia ke Ukraina sebagai peringatan kepada Amerika Serikat dan Inggris, setelah Kyiv melancarkan serangan menggunakan senjata buatan kedua negara Barat tersebut.

    Harga minyak sedikit mereda awal pekan ini, karena pelaku pasar menanti perkembangan geopolitik dan pandangan kebijakan Federal Reserve. Ketegangan Rusia-Ukraina yang terus memanas memicu spekulasi potensi eskalasi yang lebih luas yang dapat berdampak pada pasokan minyak global. Analis memprediksi ketegangan ini kemungkinan akan berlanjut hingga akhir tahun dengan harga Brent diperkirakan bertahan di kisaran USD70-USD80 per barel.

    Selain itu, Iran bereaksi terhadap resolusi Badan Energi Atom Internasional (IAEA) PBB yang disahkan Kamis pekan lalu. Sebagai tanggapan, Iran mengumumkan pengaktifan berbagai sentrifugal canggih baru untuk memperkaya uranium. Kantor berita resmi IRNA melaporkan langkah ini dilakukan untuk melindungi kepentingan nasional dan mengembangkan energi nuklir damai sesuai kebutuhan negara.

    Respons Iran ini meningkatkan potensi diberlakukannya kembali sanksi terhadap ekspor minyak Iran oleh pemerintahan Trump yang akan datang. Jika sanksi diberlakukan, sekitar satu juta barel minyak per hari—sekitar 1 persen dari pasokan minyak global—dapat terdampak, yang berpotensi mendorong harga minyak naik.

    Iran juga mengumumkan rencana untuk mengadakan pembicaraan dengan tiga kekuatan Eropa mengenai program nuklir mereka pada 29 November mendatang.

    Permintaan Minyak Meningkat di China dan India

    Permintaan minyak mentah di China dan India, dua pengimpor minyak terbesar dunia, terus meningkat. Impor minyak mentah China naik di bulan November 2024, didorong harga yang lebih rendah yang menarik minat untuk menimbun cadangan. Sementara itu, kilang minyak India meningkatkan pengolahan minyak sebesar 3 persen menjadi 5,04 juta barel per hari pada Oktober, didorong ekspor bahan bakar yang kuat.

    Pelaku pasar juga memantau data pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) Amerika Serikat yang akan dirilis Rabu pekan ini. Data tersebut diperkirakan akan memengaruhi keputusan kebijakan Federal Reserve pada pertemuan 17-18 Desember mendatang.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).