Logo
>

Mogok Driver Ojol Berpotensi bikin Industri Logistik Kacau

Ditulis oleh KabarBursa.com
Mogok Driver Ojol Berpotensi bikin Industri Logistik Kacau

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Dunia logistik kini dihadapkan pada ancaman besar akibat rencana demonstrasi oleh pengemudi ojek online (ojol) dan kurir, yang diperkirakan akan mengguncang layanan pengantaran barang di berbagai perusahaan.

    Ketua Asosiasi Pengusaha Logistik E-commerce (APLE), Sonny Harsono, mengungkapkan dampak negatif yang akan muncul dari aksi ini. “Demo ini dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan, dengan keterlambatan pengantaran, peningkatan lead time, serta potensi pembatalan pesanan,” ujar Sonny dalam keterangannya di Jakarta pada Rabu, 28 Agustus 2024.

    Sonny menambahkan bahwa sebagian besar pengiriman barang e-commerce terfokus di wilayah Jabodetabek, tempat para pengemudi ojol berencana menghentikan aktivitas mereka. “Sekitar 65-70 persen pengiriman barang e-commerce terjadi di Jabodetabek,” imbuhnya.

    Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Online Daring Garda Indonesia, Igun Wicaksono, mengonfirmasi bahwa aksi demonstrasi akan melibatkan semua ojek online dan kurir lokal di Jabodetabek, dengan Jakarta sebagai pusat aksi.

    Diperkirakan, sekitar 1.000 driver dan kurir dari 50 komunitas ojol akan berpartisipasi dalam mogok ini. Mereka akan menghentikan operasional sementara pada Kamis, 29 Agustus 2024, sebagai bagian dari demonstrasi di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

    “Sebagai perwakilan driver ojek online se-Jabodetabek dan seluruh Indonesia, kami akan menolak semua bentuk orderan baik makanan, transportasi, maupun paket—pada tanggal tersebut hingga waktu yang belum ditentukan,” tegas Andi Gustianto, Presidium Koalisi Ojol Nasional (KON).

    KON meminta masyarakat untuk memahami situasi ini, mengingat kemungkinan besar akan sulit mengakses layanan ojol dari berbagai provider. Demonstrasi ini melibatkan mitra ojol dari aplikasi seperti Grab, Gojek, Maxim, SopheeO, dan Lalavove.

    “Diharapkan pengguna jasa ojek online dapat mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan mereka pada tanggal tersebut. Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan ini,” tambah Presidium KON.

    Para pengemudi ojek dan kurir online menuntut pemerintah untuk merevisi Peraturan Menteri Kominfo Nomor 1 Tahun 2012 tentang Layanan Pos Komersil untuk Mitra Ojek Online dan Kurir Online di Indonesia. Mereka mendesak evaluasi kemitraan aplikator yang dinilai tidak adil serta dukungan pemerintah dalam program tarif hemat dan penyeragaman tarif di seluruh aplikasi. “Kami berharap pemerintah melegalkan ojek online agar mendapatkan perlindungan dari negara,” tegas Andi.

    Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 12 Tahun 2019 (Permenhub 12/2019) merupakan regulasi pertama yang mengatur ojek online di Indonesia. Awalnya, peraturan ini dianggap sebagai langkah maju yang memberikan payung hukum bagi pengemudi ojek online, membawa harapan baru untuk industri ini. Namun, di balik pujian tersebut, muncul kritik dan problematika terkait cakupan yang terbatas serta pengawasan dan pelaksanaan yang tidak memadai.

    Logika kemitraan dalam Permenhub 12/2019 tampak lebih memihak perusahaan aplikasi, mengabaikan posisi pengemudi yang lebih rentan. Alih-alih memberikan perlindungan yang diharapkan, peraturan ini berpotensi memperburuk ketimpangan dan eksploitasi yang dialami oleh pengemudi ojek online.

    Eksploitasi Driver Ojol

    Pada 2023 lalu, Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, Dita Indah Sari, mengungkapkan bahwa hubungan kemitraan antara perusahaan platform digital dengan pengemudi ojek daring atau kurir sering kali terjebak dalam praktik eksploitatif. Hal ini terjadi karena perjanjian kemitraan seringkali disusun sepihak tanpa mempertimbangkan kepentingan para pengemudi.

    Menanggapi ketimpangan tersebut, Kementerian Ketenagakerjaan saat ini tengah menyusun Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang perlindungan tenaga kerja di luar hubungan kerja, khususnya untuk layanan angkutan berbasis aplikasi.

    Peraturan ini, menurut Dita, akan menjadi acuan baku dalam menyusun perjanjian kerja atau kontrak antara platform dan pengemudi atau kurir. "Kami berupaya agar isi kontrak kemitraan mencakup hak-hak dasar pekerja. Tidak ada lagi klausul sepihak seperti yang ada sekarang, di mana pihak pengemudi hanya memiliki pilihan ‘terima atau tinggalkan’," ujar Dita, dikutip Kabar Bursa Selasa 28 Agustus 2024.

    Pertama, dalam persyaratan kerja, batas usia minimal bagi pengemudi adalah 18 tahun, dengan syarat harus memenuhi kualifikasi pekerjaan yang ditetapkan.

    Kedua, mengenai imbal hasil termasuk komisi, insentif, atau bonus—harus dibayar dalam bentuk uang. Besarannya disepakati oleh kedua belah pihak dan tidak dapat diubah sepihak. Selain itu, perusahaan aplikasi diharapkan berlaku adil dan transparan dalam distribusi pekerjaan serta pemberian imbal hasil.

    Ketiga, jam kerja tidak boleh melebihi 12 jam per hari. Apabila pengemudi bekerja lebih dari 12 jam, perusahaan wajib menonaktifkan aplikasi mereka. Pengemudi atau kurir juga berhak atas waktu istirahat minimal 30 menit setelah bekerja selama dua jam terus menerus, serta waktu istirahat mingguan paling sedikit satu hari dalam seminggu. Perusahaan aplikasi wajib memberikan notifikasi kepada pengemudi atau kurir untuk melaksanakan waktu istirahat ini.

    Keempat, mengenai jaminan sosial perusahaan aplikasi wajib mendaftarkan pengemudi atau kurir dalam program jaminan sosial sebagai peserta bukan penerima upah. Jaminan sosial ini mencakup jaminan kesehatan, kecelakaan, dan kematian.

    Kelima, dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja—perusahaan aplikasi wajib memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan kerja. Platform harus memberikan jaminan keselamatan serta meningkatkan kesehatan pengemudi atau kurir melalui pencegahan kecelakaan kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, serta pengobatan dan rehabilitasi.

    Dita menegaskan bahwa perjanjian kerja harus dibuat secara tertulis dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Perjanjian ini harus disiapkan dalam rangkap dua, satu untuk pekerja dan satu untuk perusahaan aplikasi.

    Selama proses pembahasan Peraturan Menteri ini, Kemnaker telah melibatkan berbagai pihak, mulai dari asosiasi pengemudi ojek daring, perusahaan aplikasi, pakar perburuhan, hingga Kemenhub. Targetnya adalah menyelesaikan Peraturan Menteri ini dalam dua atau tiga bulan ke depan agar segera dapat diterapkan. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi