KABARBURSA.COM - Pasar global pekan ini menunjukkan dinamika yang berlapis. Masih mencerminkan tarik-menarik antara ekspektasi pelonggaran moneter, kekhawatiran inflasi, serta ketidakpastian ekonomi riil.
Indeks saham global MSCI sedikit menguat pada Jumat, 12 september 2025, setelah mencetak rekor pada sesi sebelumnya. Hal ini menandakan bahwa selera risiko investor masih bertahan. Namun, di sisi lain, imbal hasil obligasi AS justru kembali naik, karena dipicu oleh data survei University of Michigan yang memperlihatkan pelemahan sentimen konsumen untuk bulan kedua secara beruntun.
Angka tersebut menurun ke level terendah sejak Mei, sementara ekspektasi inflasi jangka panjang melonjak ke 3,9 persen dari 3,5 persen. Kenaikan ini menghidupkan kembali kekhawatiran bahwa persepsi masyarakat dapat mendorong inflasi bertahan lebih lama.
Di Wall Street, suasana berbalik hati-hati setelah reli besar pada Kamis, 11 September 2025, yang didorong oleh data tenaga kerja lemah menjadi sebuah sinyal yang semula memperkuat keyakinan terhadap tiga kali pemangkasan suku bunga The Fed, termasuk pada pertemuan 17 September mendatang.
Dow Jones dan S&P 500 terkoreksi tipis, sementara Nasdaq justru menutup pekan dengan rekor baru. Investor kini menunggu pernyataan Jerome Powell pada konferensi pers mendatang untuk mencari isyarat seberapa dovish nada kebijakan yang akan diambil.
Ada kesadaran bahwa valuasi pasar mulai terlihat “toppy”, sehingga sebagian pelaku memilih berhati-hati.
Di pasar obligasi, yield Treasury 10-tahun naik menjadi 4,06 persen, sementara tenor dua tahun, yang sensitif terhadap kebijakan moneter, bergerak ke 3,56 persen. Kenaikan ini merefleksikan pergeseran fokus dari laporan inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan ke data klaim pengangguran yang melonjak, sehingga menimbulkan ambiguitas arah kebijakan.
Dalam mata uang, indeks dolar kembali menguat setelah sempat melemah sehari sebelumnya. Penguatan ditopang keyakinan bahwa siklus pemangkasan suku bunga akan dimulai, meski dengan nada hati-hati.
Yen Jepang melemah ke 147,58 per dolar, sementara euro dan sterling bergerak datar hingga sedikit melemah, dengan faktor domestik seperti stagnasi ekonomi Inggris ikut menekan.
Pasar komoditas menambahkan dimensi lain. Harga minyak naik setelah serangan drone Ukraina mengganggu aktivitas pelabuhan besar Rusia, meski kekhawatiran permintaan di AS menahan laju.
Minyak WTI ditutup di USD62,69 per barel dan Brent di USD66,99. Di sisi lain, emas melanjutkan tren bullish, mencatat kenaikan mingguan keempat beruntun dan bertahan dekat rekor USD3.673 per ons. Lagi-lagi ini mempertegas peran logam mulia sebagai lindung nilai utama di tengah ekspektasi pemangkasan suku bunga.
Secara keseluruhan, gambaran pekan ini memperlihatkan pasar global berada di persimpangan. Di satu sisi, prospek penurunan suku bunga memberi tenaga bagi saham dan emas, di sisi lain, ekspektasi inflasi yang tetap tinggi dan sentimen konsumen yang melemah menyimpan risiko koreksi.
Investor global kini menunggu arah final dari The Fed, karena nada kebijakan yang akan disampaikan Jerome Powell dipandang sebagai katalis besar penentu tren kuartal mendatang.(*)