KABARBURSA.COM - Taipan global Warren Buffett menjadi satu-satunya figur yang tetap sustain di tengah ketidakpastian ekonomi global terutama ketika Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali menerapkan kebijakan tarif yang mengguncang bursa saham dunia.
Buffett mencatatkan pengecualian mencolok, menjadi satu-satunya dari 17 orang terkaya dunia yang justru mengalami kenaikan nilai kekayaan bersih.
Berdasarkan data terbaru Bloomberg Billionaires Index per 7 April 2025, Buffett membukukan kenaikan kekayaan sebesar USD12,7 miliar sejak awal tahun, menjadikannya satu-satunya miliarder yang masih mencatatkan kinerja positif di tengah guncangan pasar. Total kekayaannya kini berada di angka USD155 miliar, sejajar dengan Bill Gates, meskipun sempat terkoreksi USD10,7 miliar dalam perdagangan terakhir.
Sebaliknya, kekayaan Elon Musk —orang terkaya dunia saat ini— turun tajam sebesar USD130 miliar sejak awal tahun, dengan posisi kekayaan terbaru di level USD302 miliar. Jeff Bezos, yang menempati peringkat kedua, mencatat kehilangan USD45,2 miliar, menjadi USD193 miliar. Bahkan Mark Zuckerberg, meski sempat mencuri perhatian lewat inovasi AI dan metaverse, tercatat kehilangan USD28,1 miliar secara tahunan, meski total kekayaannya masih di USD179 miliar.
Berikut daftar lengkap 17 orang terkaya dunia versi Bloomberg Billionaires Index per 7 April 2025:
1. Elon Musk – USD302 miliar (YTD: -USD130 miliar)
2. Jeff Bezos – USD193 miliar (YTD: -USD45,2 miliar)
3. Mark Zuckerberg – USD179 miliar (YTD: -USD28,1 miliar)
4. Bernard Arnault – USD158 miliar (YTD: -USD18,3 miliar)
5. Bill Gates – USD155 miliar (YTD: -USD3,38 miliar)
6. Warren Buffett – USD155 miliar (YTD: +USD12,7 miliar)
7. Larry Ellison – USD150 miliar (YTD: -USD42,1 miliar)
8. Larry Page – USD134 miliar (YTD: -USD34,6 miliar)
9. Steve Ballmer – USD127 miliar (YTD: -USD19,5 miliar)
10. Sergey Brin – USD126 miliar (YTD: -USD32,3 miliar)
11. Jim Walton – USD104 miliar (YTD: -USD2,07 miliar)
12. Rob Walton – USD102 miliar (YTD: -USD7,73 miliar)
13. Alice Walton – USD101 miliar (YTD: -USD7,18 miliar)
14. Amancio Ortega – USD97,2 miliar (YTD: -USD4,13 miliar)
15. Michael Dell – USD87,4 miliar (YTD: -USD36,2 miliar)
17. Mukesh Ambani – USD86,8 miliar (YTD: -USD5,88 miliar)
Gejolak pasar tahun ini dipicu oleh kebijakan dagang proteksionis dari pemerintahan Trump yang kembali memanaskan hubungan dagang dengan China dan negara-negara mitra utama lainnya. Imbasnya, terjadi aksi jual besar-besaran di sektor teknologi dan manufaktur global—dua sektor yang menjadi sumber utama kekayaan sebagian besar miliarder tersebut.
Strategi Buffett: Slow, Steady, and Still Winning
Keberhasilan Buffett bukanlah kejutan total, mengingat ia dikenal sebagai investor konservatif dengan filosofi jangka panjang. Ia lebih memilih saham-saham konsumsi primer dan keuangan yang defensif—alias “tidak seksi, tapi tahan banting”.
Buffett, dengan pendekatan investasi konservatif dan kepemilikan saham di sektor konsumsi dan keuangan, terbukti mampu mengarungi badai pasar lebih stabil. Saham-saham portofolio andalan seperti Coca-Cola, American Express, dan Chevron tergolong relatif defensif terhadap volatilitas geopolitik dan tekanan suku bunga.
Buffett juga terkenal jarang ikut hype—ia tidak lompat ke saham teknologi overhyped, tidak tergoda crypto, dan bahkan menjauhi AI secara terbuka. Saat miliarder lain sibuk kejar pertumbuhan lewat inovasi tinggi risiko, Buffett justru tetap tenang di zona nyaman value investing-nya.
Kunci utama ketahanan Buffett adalah diversifikasi defensif dan waktu akumulasi. Ia membeli saat orang panik, menyimpan saat orang serakah, dan tetap menahan saat orang panik lagi.
Dalam laporan tahunan Berkshire Hathaway Februari lalu, Buffett menyebutkan bahwa dia dan timnya “lebih suka menunggu peluang besar daripada mencoba menciptakannya setiap kuartal.” Prinsip ini bertolak belakang dengan pendekatan high-growth yang mengejar pertumbuhan eksplosif.
Selain itu, ia punya kas lebih dari USD150 miliar, yang memungkinkannya membeli saham-saham diskon saat yang lain kesulitan likuiditas.
Musk Kena Amuk Publik
Sementara itu, CEO dari Tesla malah menjadi sasaran demonstran di AS. Dilansir dari Reuters. Musk menjadi sorotan setelah ditunjuk Trump memimpin inisiatif baru bernama Department of Government Efficiency (DOGE). Dalam perannya, Musk bertanggung jawab atas pemangkasan lebih dari 100.000 pegawai federal, yang memicu gelombang protes nasional.
Aksi protes bertajuk "Tesla Takedown" pun berlangsung di berbagai kota di AS. Di ibu kota Washington, puluhan orang terlihat berkumpul di depan showroom Tesla untuk menyuarakan penolakan terhadap keputusan yang melibatkan Musk.
Tidak hanya di AS, kemarahan publik juga merembet ke Eropa. Di Berlin, Jerman, para demonstran terlihat membawa spanduk dengan pesan keras yang ditujukan kepada Musk, seperti “Shut up Elon, no one voted for you,” sebagai bentuk protes atas pengaruh Musk dalam arah kebijakan pemerintahan AS yang dianggap otoriter.
Di tengah meningkatnya ketegangan, Musk menyatakan harapannya agar hambatan perdagangan antara AS dan Eropa, khususnya tarif impor, dapat dihapus. Pernyataan ini muncul tak lama setelah Presiden Trump mengumumkan tarif baru yang memicu ketegangan diplomatik dengan negara-negara mitra dagang utama.
Kondisi ini mencerminkan meningkatnya tekanan terhadap pemerintahan Trump dan para sekutunya, termasuk Musk, akibat kebijakan ekonomi dan birokrasi yang dianggap merugikan banyak kalangan serta menimbulkan keresahan luas di masyarakat internasional. (*)