KABARBURSA.COM - Harga minyak dunia tertekan tajam pada Rabu, menyentuh level terendah dalam lebih dari dua bulan. Sentimen negatif datang dari proyeksi pasokan yang cenderung melimpah.
Menurut pemerintah Amerika Serikat dan Badan Energi Internasional (IEA), melimpahnya stok terjadi di tengah ketidakpastian geopolitik menjelang pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden Rusia Vladimir Putin akhir pekan ini.
Minyak Brent ditutup melemah 49 sen atau 0,7 persen ke USD 65,63 per barel, setelah sempat merosot ke USD 65,01, terendah sejak 6 Juni. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) turun 52 sen atau 0,8 persen menjadi USD 62,65 per barel, sempat menyentuh USD 61,94, posisi terendah sejak 2 Juni 2025.
Tekanan makin terasa setelah data Energy Information Administration (EIA) menunjukkan stok minyak mentah AS justru naik tiga juta barel menjadi 426,7 juta barel, berlawanan dengan perkiraan pasar yang memprediksi penurunan tipis. Impor minyak mentah bersih AS pun melonjak 699 ribu barel per hari.
Menurut John Kilduff, mitra di Again Capital, ekspor minyak AS yang masih tertahan akibat hambatan tarif ikut memperlemah harga, apalagi jika tren ini berlanjut. Sementara itu, IEA dalam laporan terbarunya menaikkan proyeksi pertumbuhan pasokan minyak global tahun ini, namun menurunkan perkiraan permintaan—kombinasi yang memberi tekanan tambahan pada pasar.
Di sisi geopolitik, pasar menanti pertemuan Trump dan Putin di Alaska pada Jumat. Trump menegaskan, jika Putin tidak bersedia menghentikan perang di Ukraina, akan ada “konsekuensi yang sangat berat,” meski ia enggan merinci apakah itu berupa sanksi atau tarif. Ia juga membuka kemungkinan pertemuan lanjutan yang melibatkan Presiden Ukraina.
Sehari sebelumnya, OPEC+ merilis laporan bulanan yang memproyeksikan kenaikan permintaan minyak global tahun depan, sambil memangkas perkiraan pertumbuhan pasokan dari AS dan produsen non-OPEC lainnya.
Namun, analis energi independen Gaurav Sharma melihat, bahkan jika proyeksi permintaan OPEC yang optimistis dipadukan dengan perkiraan IEA yang lebih konservatif, pertumbuhan pasokan non-OPEC saat ini masih cukup untuk memenuhinya. Bagi Sharma, ini berarti ruang bagi harga minyak untuk menguat dalam waktu dekat tetap terbatas.
Dengan persediaan yang meningkat, panduan pasokan yang melimpah, dan tensi politik yang belum mereda, pasar minyak tampaknya akan tetap berada di bawah tekanan, setidaknya hingga ada kejutan besar dari sisi permintaan atau kebijakan.(*)