KABARBURSA.COM - Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP menyegel dua resort di Pulau Maratua, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, pada Kamis, 19 September 2024. Adapun penyegelan tersebut dilakukan lantaran perusahaan terkait terindikasi memanfaatkan pulau-pulau kecil tanpa memiliki dokumen perizinan.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono alias Ipunk, mengatakan penyegelan yang dilakukan pihaknya untuk mengamankan kegiatan ilegal di gugusan pulau terluar Indonesia.
“Pulau Maratua dan Pulau Bakungan yang menjadi salah satu gugusan pulau-pulau terluar di Tanah Air perlu perhatian khusus dari pemerintah. Untuk itu, KKP hadir mengamankan pulau-pulau terluar untuk menjaga kedaulatan dan jangan sampai pulau-pulau ini nantinya diakui oleh pihak asing,” kata Ipunk dalam keterangannya yang diterima KabarBursa, dikutip Jum'at, 20 September 2024.
Adapun dua resort tersebut diduga tidak memiliki tiga dokumen perizinan, yaitu persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (PKKPRL), izin kegiatan wisata tirta lainnya tanpa perizinan berusaha, dan perizinan pemanfaatan pulau-pulau kecil.
Satu di antaranya resort di Pulau Bakungan tersebut diketahui menyambungkan satu pulau dengan pulau lainya menggunakan jembatan yang dikelola oleh PMA asal Jerman dan dikelola oleh WNA asal Swiss. Sedangkan PT MID yang ada di Pulau Maratua dikelola oleh PMA asal Malaysia.
“Setelah kita lakukan pengecekan kondisi saat pengawasan kegiatan pemanfaatan ruang laut kedua resort tersebut, terindikasi adanya dugaan pelanggaran pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang diduga tidak memiliki izin. Kami imbau pengelola untuk segera menyelesaikan administrasi. Apabila belum terselesaikan maka tetap akan kami segel,” ujarnya.
Ipunk menuturkan, KKP melalui Ditjen PSDKP memastikan pemerintah hadir langsung untuk memitigasi terjadinya hal serupa Pulau Sipadan dan Ligitan, di mana para WNA tersebut awalnya masuk ke pulau-pulau untuk berinvestasi.
“Kami sangat mendukung investasi terlebih di sektor pariwisata. Lantaran saat ini salah satu penyumbang devisa terbesar bagi Tanah Air. Namun Pulau Maratua jangan sampai ada investasi asing yang mengganggu integritas NKRI, mereka masuk dengan PMA dan mendirikan resort namun tidak berizin, lama-lama menguasai. Itu yang harus diawasi," tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan KKP, Halid K Jusuf menjelaskan, sikap tegas berupa penyegelan itu dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan para pelaku usaha supaya melakukan kegiatan pemanfaatan ruang laut sesuai dengan aturan yang berlaku.
Dia menegaskan bagi PMA yang ingin mendirikan usaha di pulau-pulau kecil harus mengantongi izin dari KKP. Apabila tidak ada, pihaknya tak segan akan membekukan usaha tersebut.
“Kami masih memberi kelonggaran dengan memberikan saran. Apabila dalam kurun waktu yang ditentukan usaha milik PMA tersebut tak kunjung mengantongi izin, pihaknya akan memberi sanksi administrasi, penyegelan hingga pembekuan usaha,” ujarnya.
Regulasi Pemanfaatan Ruang Laut
Sebagaimana diketahui, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang mengamanatkan setiap orang yang melakukan kegiatan pemanfaatan ruang laut secara menetap di perairan pesisir, wilayah pesisir dan wilayah yurisdiksi wajib memiliki KKPRL.
Tak hanya itu, pelaksanaan KKPRL juga mengacu kepada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut, Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Nomor 15 Tahun 2023 dan Keputusan Direktura Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Nomor 50 Tahun 2023.
Melalui regulasi tersebut, KKP mengatur perizinan pemanfaatan ruang laut yang dilaksanakan melalui Persetujuan KKPRL, Konfirmasi KKPRL, dan Fasilitasi PKKPRL. Pendaftaran PKKPRL untuk kegiatan berusaha dilakukan dengan menyampaikan permohonan melalui sistem Online Single Submission (OSS) sedangkan untuk kegiatan non berusaha melalui Sistem Elektronik KKP.
Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP, Victor Gustaaf Manoppo mengungkapkan pemanfaatan ruang laut melalui pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) menjadi bentuk perlindungan terhadap kepentingan masyarakat lokal, masyarakat tradisional, dan masyarakat pesisir.
"Pengaturan dalam pemanfaatan ruang laut bagi masyarakat akan memberikan kepastian hukum, kepastian ruang serta kepastian berusaha dan berinvestasi bagi pengguna ruang laut," ujar Victor dalam keterangannya, 27 Juni 2024 lalu.
Kasus Berulang
Penyegelan yang dilakukan oleh KKP terhadap dua resort di Pulau Maratua dan Pulau Bakungan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, tersebut mengingatkan pada kasus serupa yang pernah terjadi di Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau pada Maret 2023. Saat itu, KKP juga menghentikan operasional fasilitas milik PT PB di Anambas karena perusahaan tersebut terindikasi memanfaatkan pulau-pulau kecil tanpa dokumen perizinan yang lengkap.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin, ketika itu mengatakan penghentian aktivitas PT PB ini merupakan tindak lanjut dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Perusahaan diduga memanfaatkan pulau-pulau kecil di wilayah tersebut tanpa memenuhi ketentuan yang berlaku.
KKP menemukan PT PB tidak memiliki beberapa dokumen penting, yaitu persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (PKKPRL), izin berusaha, izin pemanfaatan pulau-pulau kecil untuk penanaman modal asing, serta izin pengusahaan wisata alam perairan di kawasan konservasi.
“Kami telah menghentikan secara paksa seluruh kegiatan operasional PT PB di Anambas,” ujar Adin dalam keterangan resminya, Sabtu, 11 Maret 2023, setelah melakukan penyegelan di Pulau Bawah, Anambas.
PT PB, yang merupakan perusahaan penanaman modal asing (PMA), mengelola beberapa pulau di Kepulauan Anambas, termasuk Pulau Bawah, Pulau Elang, Pulau Murba, dan Pulau Sangga. Di kawasan tersebut, perusahaan memiliki 30 resor dengan okupansi sekitar 30 persen setiap bulannya, sebagian besar tamu datang melalui Batam menggunakan pesawat air milik perusahaan.
Adin menambahkan, pada 2022, KKP sudah memberikan dua peringatan kepada PT PB terkait perizinan yang belum dipenuhi. Namun, perusahaan dinilai belum menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan persoalan perizinan, termasuk PKKPRL dan izin usaha lainnya. KKP kemudian memanggil kembali pengelola PT PB untuk menyelesaikan masalah ini.
Sebagai konsekuensi dari pelanggaran tersebut, PT PB dikenai sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan operasional sampai perusahaan memenuhi seluruh persyaratan perizinan sesuai ketentuan yang berlaku.
Sanksi tersebut didasarkan pada Pasal 18 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2021, yang memungkinkan pemerintah menghentikan kegiatan usaha sementara sebagai bentuk paksaan administratif.(*)