Logo
>

Pemerintah Siaga Potensi Banjir Produk China Imbas Tarif AS

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Pemerintah Siaga Potensi Banjir Produk China Imbas Tarif AS
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu. (Foto: Kabar Bursa/Ayyubi)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Dampak dari kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump menimbulkan kekhawatiran akan potensi membanjirnya produk-produk asal China ke pasar Indonesia.

    Menyikapi hal tersebut, pemerintah berupaya mengambil langkah perlindungan agar industri dalam negeri tidak terdampak. Antisipasi ini menjadi perhatian utama, terutama jika terjadi lonjakan impor sebagai efek domino dari ketegangan dagang global.

    Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, memastikan bahwa pemerintah tetap siaga menghadapi potensi masuknya barang-barang impor yang dapat mengancam industri dalam negeri.

    Meski belum ada kebijakan baru, mekanisme proteksi seperti Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dipastikan tetap menjadi alat utama.

    “Oh, itu selalu kita lakukan. Kita kan ada mekanisme. Kalau ada yang khawatir bahwa terjadi dumping, sudah ada mekanismenya di Kemendag dan juga di Kementerian Keuangan,” jelasnya saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin 7 April 2025.

    Ia juga menjanjikan bahwa pemerintah akan mempercepat proses evaluasi dan pengambilan kebijakan perlindungan apabila situasi makin mendesak. 

    “Kita akan melakukan percepatan proses. Jadi supaya begitu ada indikasi dengan situasi seperti sekarang, kita berharap proses yang kita lakukan untuk melindungi industri dalam negeri itu kebijakannya tidak lama untuk keluarnya,” ujar Febrio.

    Barang-barang impor tekstil dari China, India, hingga Vietnam berpotensi masuk ke pasar Indonesia. Ini merupakan akibat dari pengenaan tarif impor tinggi oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ke puluhan negara, termasuk Indonesia yang dikenakan sebesar 32 persen.

    Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmaja menilai bahwa kebijakan tarif tinggi dari Amerika Serikat berpotensi mengubah lanskap perdagangan global, khususnya di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT).

    Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh satu atau dua negara, tetapi hampir seluruh negara produsen TPT dunia akan terdorong untuk mencari pasar alternatif.

    Situasi ini, menurut Jemmy, bisa menjadikan Indonesia sebagai salah satu target utama ekspor dari negara-negara seperti China, India, Vietnam, Bangladesh, Myanmar, hingga Kamboja, yang kini mencari jalan keluar dari tekanan pasar AS.

    Dalam konferensi pers bersama Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSYFI), API mendesak pemerintah untuk mengambil langkah konkret dan cepat guna melindungi industri TPT nasional dari potensi banjir impor.

    “Kami meminta pemerintah mengeluarkan kebijakan segera dalam rangka perlindungan industri dalam negeri melalui perlindungan pasar dalam negeri dari serbuan produk impor,” kata Jemmy dalam keterangannya, dikutip Senin, 7 April 2025.

    Ancaman Barang Impor Murah

    Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI) meminta pemerintah Indonesia segera merespons kebijakan Bea Masuk Impor (BMI) terbaru yang diterapkan Amerika Serikat.

    Langkah ini dinilai berdampak langsung pada industri peralatan listrik dalam negeri dan berpotensi membuka arus besar produk impor dari China dan ASEAN yang terdampak perang tarif.

    Ketua Umum APPI, Yohanes P. Widjaja menegaskan, pemerintah perlu melindungi industri nasional dari serbuan produk impor, terutama dari negara-negara yang terkena dampak kebijakan tarif AS. Ia menyebut Indonesia menjadi pasar sekunder yang besar dengan daya beli tinggi dan harus dijaga dari potensi invasi barang impor.

    “APPI meminta pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri melalui perlindungan pasar domestik dari produk impor, terutama produk impor dari negara terdampak atas kebijakan BMI AS. Pasar domestik Indonesia merupakan secondary market, size besar dan dengan daya beli tinggi,” kata Yohanes dala keterangan tertulisnya, Minggu, 6 April 2025.

    Asosiasi yang terbentuk pada Mei 1976 ini juga meminta pemerintah segera melakukan negosiasi bilateral dengan Pemerintah Amerika Serikat. Karena, tarif impor yang dikenakan terhadap produk kelistrikan Indonesia akan menurunkan potensi ekspor yang selama ini mulai tumbuh.

    “Penerapan tarif impor produk kelistrikan oleh Amerika Serikat beberapa hari lalu akan berdampak negatif terhadap potensi ekspor bagi produk kelistrikan dari Indonesia,” ujarnya.

    Produk-produk yang dimaksud mencakup transformator tenaga, transformator distribusi, panel listrik tegangan menengah, panel listrik tegangan rendah, hingga meter listrik (kWh meter). Menurut Yohanes, kualitas produk lokal sudah mampu bersaing secara global.

    “Produk peralatan listrik dari Indonesia secara kualitas sudah mampu untuk bersaing di pasar internasional, dan kami membutuhkan kehadiran pemerintah untuk mempertahankan industri lokal,” tambahnya.

    Ancaman Dumping dan Invasi Produk Impor

    APPI juga mewanti-wanti maraknya produk dari negara terdampak tarif AS yang masuk ke Indonesia dengan praktik dumping, yaitu menjual dengan harga sangat rendah agar bisa menyerap pasar. Hal ini disebut bisa mengguncang industri dalam negeri, seperti yang terjadi di sektor tekstil.

    “Dampak negatif lainnya adalah maraknya produk impor dari negara yang terkena imbas tarif impor dari Amerika Serikat yang masuk ke Indonesia yang ditengarai dengan cara dumping guna menjual hasil produksi negara tersebut,” katanya. 

    “Hal ini tentunya dapat membawa dampak yang luar biasa besar di dalam negeri seperti yang dialami produk tekstil, sehingga industri lokal dapat tumbang, dan Indonesia kehilangan kesempatan menjadi negara manufaktur,” lanjutnya.

    Menurutnya, salah satu akar masalahnya adalah ketergantungan Indonesia terhadap bahan baku impor, berbeda dengan negara seperti China yang memiliki sumber daya bahan baku melimpah.

    “Sementara di negara-negara lain, China contohnya, bahan baku melimpah sehingga kecepatan dan daya saing mereka akan lebih unggul,” ujarnya. (*)


    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.