KABARBURSA.COM - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tengah menyusun pembentukan dua satuan tugas atau satgas strategis, yaitu Satgas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan Satgas Deregulasi Perizinan Investasi (DPI).
Kedua satgas ini merupakan respons langsung atas arahan Presiden Prabowo Subianto dalam mengantisipasi dampak kebijakan tarif yang dapat memukul industri manufaktur dalam negeri dan menghambat arus investasi.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa pembentukan kedua satgas tersebut akan segera dirampungkan dan dijalankan secara paralel demi menjaga stabilitas ketenagakerjaan dan mendorong kemudahan berusaha.
"Tadi juga kami sudah membahas apa yang diarahkan Pak Presiden yaitu yang pertama untuk satgas terkait dengan PHK dan juga kesempatan kerja, ini sedang dimatangkan," ujar Airlangga dalam konferensi pers di Jakarta, Senin 14 April 2025.
Satgas PHK dirancang untuk merespons cepat potensi peningkatan angka pengangguran akibat penurunan ekspor dan kinerja industri dalam negeri, sementara Satgas Deregulasi fokus pada penyederhanaan regulasi yang dinilai membebani pelaku usaha.
"Dan yang kedua, Satgas Deregulasi, jadi ini semua berjalan secara paralel dan diharapkan dalam waktu singkat kita bisa menerbitkan. Tentu, kita cari low hanging fruit dalam bentuk paket-paket," jelas Airlangga.
Langkah ini juga menjadi bagian dari persiapan Indonesia dalam perundingan dengan pemerintah Amerika Serikat pada pertengahan April ini.
Pemerintah akan membawa sejumlah isu strategis dalam negosiasi, termasuk permintaan relaksasi kebijakan tarif, PPN, hambatan nontarif, serta fleksibilitas tingkat komponen dalam negeri (TKDN) untuk produk-produk teknologi informasi.
“TKDN yang kaitannya dengan ICT,” terangnya.
Tugas Satgas PHK
Satgas PHK dibentuk sebagai respons cepat dan tanggap terhadap potensi krisis ketenagakerjaan di berbagai sektor industri. Keanggotaan Satgas ini melibatkan berbagai elemen strategis, mulai dari perwakilan pemerintah pusat, serikat pekerja, pelaku industri, akademisi, hingga BPJS Ketenagakerjaan.
Pendekatan multipihak ini mencerminkan semangat dialog dan kerja sama dalam merumuskan solusi konkret bagi permasalahan PHK yang semakin kompleks.
Salah satu landasan kerja utama Satgas adalah Matriks Risiko Sektor Industri yang disusun oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Matriks ini digunakan untuk mengidentifikasi sektor-sektor yang paling rentan terhadap PHK dan menjadi dasar perumusan kebijakan yang akurat serta responsif terhadap dinamika dunia kerja.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyatakan bahwa pemetaan risiko ini penting untuk memastikan bahwa langkah-langkah intervensi yang diambil tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan lapangan.
Lebih dari sekadar mencegah PHK, Satgas ini juga mengusung fungsi strategis lainnya, yaitu mengawal pelaksanaan program reskilling dan upskilling bagi para pekerja. Program ini bertujuan untuk membekali pekerja dengan keterampilan baru agar tetap relevan dengan perkembangan zaman, serta memperluas peluang kerja lintas sektor. Pemerintah ingin memastikan bahwa pekerja Indonesia tidak hanya terlindungi, tetapi juga siap bersaing di era ekonomi digital dan industri 4.0.
Yang tak kalah penting, Satgas PHK juga menjadi wadah dialog tripartit antara pemerintah, buruh, dan pengusaha. Forum ini diharapkan mampu menjadi ruang musyawarah yang efektif untuk merumuskan kebijakan ketenagakerjaan yang berkelanjutan dan inklusif.
Setiap keputusan yang diambil diharapkan mencerminkan kepentingan semua pihak, sehingga tidak menimbulkan ketimpangan atau ketegangan dalam hubungan industrial.
Langkah Presiden Prabowo ini mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Andi Gani Nena Wea, menyatakan bahwa pembentukan Satgas PHK merupakan bentuk konkret keberpihakan negara terhadap buruh. Ia menilai inisiatif ini bukan sekadar reaksi sesaat, melainkan strategi jangka panjang yang visioner.
Hal senada juga disampaikan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, yang menyebut Satgas sebagai awal dari era baru hubungan industrial di Indonesia—lebih sehat, lebih adil, dan lebih solutif.
Pembentukan Satgas PHK menjadi sinyal kuat bahwa di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran, negara benar-benar hadir tidak hanya dalam bentuk regulasi, tetapi juga dalam aksi nyata yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat.
Di tengah tantangan besar menuju Indonesia Emas 2045, melindungi pekerja bukan hanya soal ekonomi semata, tetapi menjadi fondasi utama dalam membangun bangsa yang adil, sejahtera, dan tangguh menghadapi masa depan.
Ada 77.965 Karyawan Di-PHK
Sepanjang tahun 2024, Indonesia mengalami peningkatan signifikan dalam angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), total pekerja yang terkena PHK mencapai 77.965 orang, meningkat 20,21 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat 64.855 orang.
Provinsi DKI Jakarta menjadi wilayah dengan jumlah PHK terbanyak, dengan 17.085 orang atau sekitar 21,91 persen dari total PHK nasional. Setelah Jakarta, provinsi dengan angka PHK tertinggi adalah Jawa Tengah dengan 13.130 orang, diikuti Banten dengan 13.042 orang.
Tren peningkatan PHK terlihat konsisten sepanjang tahun. Pada Januari 2024, jumlah pekerja yang di-PHK mencapai 3.332 orang, meningkat menjadi 7.694 orang pada Februari, dan 12.395 orang pada Maret. Peningkatan signifikan terjadi pada Juli dengan 10.799 orang, mencapai puncaknya pada Oktober dengan 10.954 orang.
Sektor industri yang paling terdampak PHK adalah pengolahan, dengan 24.013 kasus, diikuti sektor jasa dengan 12.853 kasus, serta sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan 3.997 kasus.
Pemerintah telah mengambil langkah untuk mengatasi situasi ini, termasuk mengadakan job fair dan pelatihan keterampilan untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja baru. Selain itu, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara mengadakan job fair pada 25-26 November 2024, melibatkan 52 perusahaan yang menawarkan 2.450 lowongan pekerjaan.
Meskipun upaya mitigasi terus dilakukan, angka PHK yang tinggi menunjukkan perlunya strategi lebih efektif dalam menjaga stabilitas ketenagakerjaan di Indonesia.(*)