Logo
>

Pemerintah Terbitkan Aturan Larangan Jual Rokok Eceran

Ditulis oleh KabarBursa.com
Pemerintah Terbitkan Aturan Larangan Jual Rokok Eceran

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemerintah telah menetapkan aturan baru yang secara resmi melarang penjualan rokok secara eceran, yaitu per batang.

    Selain itu, penjualan produk tembakau, termasuk rokok elektronik, juga dilarang untuk mereka yang berusia di bawah 21 tahun serta wanita hamil.

    Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat dan mengurangi risiko terkait penggunaan tembakau di kelompok-kelompok rentan tersebut.

    Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 mengenai Kesehatan. Peraturan ini ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 26 Juli 2024, mulai berlaku segera setelah diterbitkan.

    Dengan demikian, peraturan ini diharapkan dapat segera diterapkan untuk mendukung upaya perlindungan kesehatan masyarakat dan pengendalian konsumsi produk tembakau.

    "Setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik: a. menggunakan mesin layan diri; b. kepada setiap orang di bawah usia 21 tahun dan perempuan hamil; c. secara eceran satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik," bunyi penggalan Pasal 434 aturan tersebut yang dikutip, Selasa, 30 Juli 2024.

    Selain ketentuan mengenai penjualan rokok secara eceran, peraturan ini juga mengatur larangan lain yang signifikan. Setiap individu atau pihak yang menjual produk tembakau dan rokok elektronik tidak diperbolehkan menempatkan barang dagangan mereka di area sekitar pintu masuk dan keluar, atau di lokasi yang sering dilalui oleh publik. Penjualan produk tersebut juga dilarang dalam jarak 200 meter dari lembaga pendidikan (sekolah) dan tempat bermain anak. Selain itu, juga dilarang penggunaan situs web, aplikasi elektronik komersial, dan media sosial untuk menjual produk tembakau dan rokok elektronik.

    Langkah-langkah ini dirancang untuk meminimalkan paparan dan akses terhadap produk tembakau, terutama di area yang rentan dan bagi kelompok yang lebih sensitif.

    Dalam Pasal 443 peraturan ini, dijelaskan bahwa setiap Pemerintah Daerah diharuskan untuk menerapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya melalui pembuatan Peraturan Daerah (Perda).

    Kawasan tanpa rokok ini mencakup beberapa area penting, yaitu fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, area tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, serta tempat umum dan lokasi lain yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.

    Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan aman dari paparan asap rokok di berbagai area yang dianggap sensitif dan penting bagi kesehatan masyarakat.

    Lebih rinci, peraturan ini mengatur kewajiban untuk menyediakan area khusus merokok di tempat kerja, tempat umum, dan lokasi lainnya. Namun, pengecualian diberlakukan untuk tempat-tempat yang dapat menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    "Tempat khusus untuk merokok harus berupa ruang terbuka yang terpisah dari bangunan utama. Ruang ini harus diletakkan jauh dari area lalu lalang orang dan dari pintu keluar masuk," demikian penjelasan yang terdapat dalam peraturan tersebut.

    Untuk meningkatkan kepatuhan Pemerintah Daerah dalam penerapan kawasan tanpa rokok, Pemerintah Pusat akan melakukan pemantauan melalui Sistem Informasi Kesehatan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Kesehatan Nasional.

    Pemantauan ini bertujuan untuk memastikan bahwa kebijakan kawasan tanpa rokok diterapkan secara efektif di seluruh wilayah dan untuk memberikan laporan yang terkoordinasi tentang pelaksanaan dan kepatuhan terhadap peraturan tersebut.

    Cukai Rokok bakal Naik Tahun Depan

    Pemerintah Indonesia berencana akan menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) atau cukai rokok pada 2025. DPR telah memberikan lampu hijau untuk peningkatan tarif cukai rokok ini.

    Anggota Komisi XI DPR RI, Andreas Eddy Susetyo, mengatakan bahwa besaran kenaikan tarif akan dibahas setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyerahkan Nota Keuangan di pertengahan Agustus 2024.

    Menurut Andreas, penentuan kenaikan tarif CHT akan mempertimbangkan aspek daya beli dan kesehatan masyarakat. Selain itu, kenaikkan harga rokok diharapkan dapat secara efektif menurunkan prevalensi perokok di Indonesia.

    Ia juga menekankan perlunya memperhitungkan daya beli kelas menengah dalam menetapkan besaran tarif CHT untuk tahun mendatang.

    Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Dirjen BC) Askolani mengatakan, penyesuaian tarif cukai perlu dilakukan karena tarif multiyears yang berlaku saat ini akan berakhir di tahun 2024. Penyesuaian ini telah mendapatkan persetujuan dari DPR RI.

    Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) menyatakan akan menerima keputusan pemerintah untuk menaikkan kembali tarif CHT pada tahun 2025. Ketua Umum Gaprindo Benny Wachjudi menyatakan pihaknya memahami kebijakan pemerintah tersebut meskipun kenaikan tarif CHT akan memberatkan Industri Hasil Tembakau (IHT).

    Namun, Benny menekankan, kenaikan tarif CHT harus sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Ia hawatir jika kenaikan terlalu tinggi, produksi rokok legal akan semakin turun sementara rokok ilegal akan menjadi lebih marak.

    "Gaprindo mencatat penurunan produksi rokok atau sigaret putih mesin (SPM) dari 15 miliar batang per tahun menjadi 10 miliar dalam lima tahun terakhir. Secara nasional, produksi hasil tembakau juga mengalami penurunan dari 350 miliar batang sebelum 2019 menjadi di bawah 300 miliar batang per tahun saat ini," kata 19 Juni 2024.

    Kondisi ini dianggap mengancam kontribusi penerimaan negara dan penyerapan tenaga kerja dari sektor IHT. Benny menegaskan bahwa meningkatnya rokok ilegal akan merugikan produsen rokok legal dan berpotensi menurunkan penerimaan negara.

    Hingga akhir 2023, IHT telah menyumbang sebesar Rp213,48 triliun melalui CHT dan diharapkan dapat mencapai Rp300 triliun jika dikalkulasikan dengan pembayaran PPN dan PPh. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi