KABARBURSA.COM – Pengamat perbankan Paul Sutaryono menegaskan bahwa konsolidasi perbankan di sektor Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) merupakan langkah mendesak dan penting.
Pernyataan ini merespons penerbitan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 7 Tahun 2024 yang bertujuan memperbarui ketentuan kelembagaan, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan BPR/BPRS.
Menurut Paul, langkah ini penting mengingat jumlah BPR/BPRS yang mencapai lebih dari 1.000 entitas, yang sering kali menghadapi masalah tata kelola dan pengawasan.
Konsolidasi sangat penting untuk meningkatkan efektivitas pengawasan OJK. Dengan banyaknya jumlah BPR/BPRS saat ini, risiko salah kelola dan fraud menjadi tantangan besar, seperti yang terlihat dari penutupan 20 BPR/BPRS sepanjang 2024.
“Padahal bank itu berperan besar dalam menggerek perekonomian masyarakat terutama mikro dan kecil," kata Paul saat dihubungi melalui pesan singkat oleh Kabarbursa.com, di Jakarta, Selasa, 31 Desember 2024.
Ia menambahkan, konsolidasi akan memberikan manfaat besar, termasuk memperkuat permodalan dan meningkatkan daya saing bank melalui penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan.
POJK 7/2024, yang mulai berlaku pada 30 April 2024, mengatur sejumlah aspek kelembagaan, termasuk modal minimum berdasarkan zonasi wilayah, transformasi izin usaha, serta perubahan kepemilikan yang memerlukan persetujuan OJK. Regulasi ini bertujuan menciptakan BPR/BPRS yang lebih stabil dan kompetitif dalam menghadapi tantangan ekonomi modern. Modal yang lebih besar memungkinkan BPR/BPRS untuk menghadapi berbagai risiko, seperti kredit, pasar, operasional, dan likuiditas.
Selain modal, Paul menyoroti pentingnya penerapan tata kelola yang lebih baik di BPR/BPRS. Menurutnya, tata kelola yang kuat akan menghasilkan kinerja yang lebih stabil, meningkatkan kepercayaan nasabah, dan memperkuat posisi bank dalam mendukung pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dengan regulasi baru ini, BPR/BPRS juga diberi kesempatan untuk memanfaatkan digitalisasi, termasuk menyediakan terminal perbankan elektronik untuk meningkatkan efisiensi operasional dan aksesibilitas layanan.
POJK 7/2024 juga mewajibkan konsolidasi bagi BPR/BPRS dalam grup kepemilikan yang sama, dengan tenggat waktu dua tahun untuk entitas non-pemerintah daerah dan tiga tahun untuk yang dimiliki pemerintah daerah. Langkah ini diyakini akan mempercepat penguatan permodalan, memperbaiki infrastruktur teknologi informasi, dan meningkatkan efisiensi tata kelola.
Paul menyimpulkan bahwa konsolidasi BPR/BPRS bukan hanya langkah untuk memperkuat kelembagaan, tetapi juga upaya strategis untuk memastikan kontribusi BPR/BPRS terhadap inklusi keuangan dan perekonomian nasional.
“Dengan konsolidasi perbankan melalui penggabungan, peleburan dan pengambilalihan, bank itu akan meiliki modal yang lebih besar,” tutupnya.
LPS Beri Pelatihan Digital
Sementara itu, lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan memberi pelatihan kepada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) agar manajemennya berjalan dengan baik.
Ketua Dewan Komisioner (DK) LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa pihaknya telah membuat program terkait pelatihan IT (Information AND Technology) kepada manajemen BPR.
“Kami sudah membuat program yang berhubungan dengan IT guna bisa melatih manajemen BPR supaya lebih sehat lagi,” kata Purbaya kepada Kabar Bursa di Jakarta, Rabu, 31 Juli 2024.
Sebagai informasi, sepanjang 2024 ini sedikitnya izin 14 BPR dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Purbaya menyebut, masalah utama jatuhnya BPR dikarenakan fraud.
“Hingga sekarang sudah 14 BPR izinnya dicabut. Penyebab utama dari bank BPR jatuh adalah fraud,” tuturnya.
Dengan begitu ke depannya, lanjut Purbaya, pihaknya akan semaksimal mungkin menyelamatkan BPR yang tersisa.
“Kami akan semaksimal mungkin mengurangi kejutan di ekonomi, kalau bisa kami selamatkan,” ujarnya.
Pencegahan Fraud BPR/S
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7 Tahun 2024 (POJK 7/2024) mengenai Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPR Syariah).
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK M Ismail Riyadi, menjelaskan aturan baru ini dinilai bisa memperkuat kelembagaan kedua jenis bank tersebut sesuai amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Melalui regulasi tersebut, OJK berkomitmen mendorong BPR dan BPR Syariah menjadi lembaga keuangan yang berintegritas, adaptif, dan berdaya saing tinggi.
“Ketentuan ini penting, karena akan mengubah lanskap industri BPR dan BPR Syariah dalam menghadapi tantangan dan persaingan di masa mendatang. Kami berharap, regulasi ini dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga ini,” kata Ismail, mengutip keterangan resminya di Jakarta, Selasa, 31 Desember 2024.
Menurutnya, penerapan POJK 7/2024 juga dirancang untuk mengatasi kelemahan struktural yang selama ini ditemukan, termasuk risiko fraud yang kerap menjadi penyebab ditutupnya sejumlah BPR dan BPR Syariah.(*)
Penulis: Deden Muhamad Rojani