KABARBURSA.COM - Pengamat ekonomi Arianto Muditomo, meyoroti suntikan dana Bank Indonesia sebesar Rp80 triliun untuk mendukung program Pembangunan Tiga Juta Rumah. Menurut Arianto, suntikan dana ini bisa memicu tekanan inflasi.
Kepada Kabarbursa.com, Jumat, 14 Februari 2025, Arianto mengatakan bahwa sektor konstruksi akan sangat terdampak akibat adanya lonjakan permintaan bahan bangunan dan tenaga kerja.
“Jika pembiayaan dilakukan melalui cetak uang atau ekspansi moneter, risiko kenaikan ekspektasi inflasi bisa mendorong BI untuk menyesuaikan suku bunga, yang dapat berdampak pada stabilitas makroekonomi,” jelasnya kepada kabarbursa.com melalui telepon di Jakarta, Jumat 14 Februari 2025.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa peningkatan belanja fiskal yang besar tanpa keseimbangan pendanaan dapat melemahkan nilai tukar rupiah jika pasar melihatnya sebagai ancaman terhadap defisit fiskal dan kebijakan moneter yang ketat.
Arianto menyebut bahwa pembiayaan program ini dapat dilakukan melalui skema burden sharing antara BI dan pemerintah, pemberian stimulus kredit ke perbankan, atau pembelian surat utang oleh BI. Namun, ia memperingatkan adanya risiko gangguan terhadap likuiditas perbankan jika terjadi ketidakseimbangan supply-demand kredit.
“Jika bank lebih tertarik menyalurkan kredit ke sektor properti dibanding sektor produktif lainnya, ini bisa menimbulkan ketimpangan dalam perekonomian,” ujarnya.
Selain itu, ketergantungan bank pada intervensi BI dapat menciptakan moral hazard dan mengurangi efisiensi pasar keuangan dalam jangka panjang.
Arianto menilai bahwa program ini berpotensi mengurangi backlog perumahan yang saat ini mencapai sekitar 12 juta unit. Selain itu, sektor properti memiliki efek multiplier yang dapat menggerakkan industri pendukung seperti semen, baja, dan tenaga kerja.
Namun, efektivitas program bergantung pada distribusi rumah kepada kelompok yang benar-benar membutuhkan serta kesiapan infrastruktur pendukung agar kawasan hunian tetap layak. “Meskipun rumah diberikan dengan harga subsidi atau bahkan gratis, penerima tetap harus menanggung biaya pemeliharaan, yang bisa menjadi kendala dalam jangka panjang jika daya beli masyarakat masih rendah,” tambahnya.
Potensi, Tantangan, dan Hambatan
Arianto juga menyoroti sejumlah tantangan dalam implementasi program ini, terutama dari sisi regulasi dan koordinasi antara BI, Kementerian Keuangan, serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Ia menekankan perlunya perencanaan yang matang agar implementasi program sesuai dengan batasan hukum BI dalam mendanai proyek pemerintah.
“Dari sisi ekonomi makro, risiko beban fiskal jangka panjang perlu diperhitungkan, terutama jika subsidi operasional rumah menjadi kewajiban negara,” ungkapnya.
Tantangan lainnya termasuk potensi spekulasi di pasar properti, risiko korupsi dalam eksekusi proyek, serta ketersediaan infrastruktur dasar seperti listrik, air bersih, dan akses transportasi agar rumah yang dibangun benar-benar layak huni.
“Jika tidak dikelola dengan baik, program ini bisa menjadi bumerang dan bukannya mempercepat pemerataan akses perumahan, justru malah menimbulkan masalah baru di sektor properti dan keuangan nasional,” pungkasnya.
Diberitakan kabarbursa.com Bank Indonesia (BI) bakal mendukung program 3 juta rumah per tahun yang menjadi salah satu prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Gubernur BI Perry Warjiyo, mengungkapkan bahwa sektor perumahan memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan penciptaan lapangan kerja.
“Kami memandang sektor perumahan akan memberikan dukungan bagi pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan penciptaan lapangan kerja. Jika sektor ini berkembang, maka sektor-sektor terkait seperti semen, bata, dan besi juga akan ikut tumbuh, serta membuka lebih banyak kesempatan kerja,” ujar Perry dalam siaran pers yang dikutip Kabarbursa.com, Rabu 12 Februari 2025.
BI bakal memberikan insentif likuiditas makroprudensial kepada perbankan yang menyalurkan kredit sektor perumahan. Saat ini, BI telah menyediakan dana sebesar Rp23,19 triliun, dan akan meningkatkan jumlahnya secara bertahap menjadi Rp80 triliun guna mendukung program ini.
“Kami akan meningkatkan insentif likuiditas makroprudensial ini secara bertahap dari Rp23,19 triliun menjadi Rp80 triliun untuk memastikan program perumahan ini berjalan dengan optimal,” tambah Perry.
Menurutnya, sinergi antara kebijakan moneter dan fiskal sangat penting dalam memastikan keberhasilan program ini. “Inilah wujud nyata dari sinergi antara BI, pemerintah, dan perbankan dalam mewujudkan program Asta Cita Presiden Prabowo,” jelasnya.
Bank Indonesia (BI) menegaskan komitmennya dalam mendukung program tiga juta rumah per tahun yang menjadi prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. BI akan memberikan insentif likuiditas makroprudensial kepada perbankan yang menyalurkan kredit ke sektor perumahan.
Saat ini, BI telah mengalokasikan dana sebesar Rp23,19 triliun dan akan meningkatkannya secara bertahap hingga mencapai Rp80 triliun guna mempercepat realisasi program tersebut.(*)