KABARBURSA.COM - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menegaskan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 bertujuan melindungi industri Tanah Air dari serbuan masuknya barang impor.
Budi membantah tudingan yang menyebut perihal Permendag tersebut menjadi biang kerok tumbangnya industri tekstil Tanah Air. "Ini kan sebenarnya ramai mengenai tekstil kan? Permendag 8 itu justru melindungi industri tekstil," ujarnya usai menghadiri acara High Level Policy Dialogue Action on Climate and Trade di Park Hyaatt, Jakarta Pusat, Senin, 4 November 2024.
Budi juga menegaskan, tidak ada revisi untuk Permendag Nomor 8 Tahun 2024, melainkan hanya akan dilakukan review yang memang bisa dilakukan setiap saat bilamana diperlukan. Dia pun menyebut aturan itu bersifat dinamis dan tidak kaku, mengikuti dinamika ekonomi yang ada.
"Revisi apanya? Kalau Permendag 8/2024 itu kan memang review. Itu setiap saat bisa dilakukan," jelasnya.
Menurutnya, Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tidak memiliki masalah, sehingga tidak ada kebutuhan mendesak untuk direvisi. Bahkan, ia menegaskan bahwa pihak yang menuding Permendag tersebut sebagai penyebab masalah, tidak memahami isi peraturan tersebut dengan baik.
"Permendag 8/2024 enggak ada masalah, ini kan mungkin beliau belum paham ya aturannya seperti apa. Mungkin karena itu aja, tapi kan sekarang kalau sudah tahu ya sudah," kata Budi.
Lanjutnya Permendag Nomor 8 Tahun 2024 sudah mengatur impor tekstil dan produk tekstil (TPT) hanya bisa melalui pertimbangan teknis. Selain itu, Peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Nomor 7 Tahun 2004 juga sudah mengatur kuota impor pakaian.
"Jadi kuotanya sudah dibatasi juga. (Selain itu) pakaian jadi juga dikenakan bea masuk pengamanan perdagangan. Jadi sebenarnya, Kemendag ini sudah membantu ya semaksimal mungkin dengan instrumen atau kewenangan yang kita miliki untuk melindungi industri dalam negeri," tambahnya.
Budi juga menekankan bahwa diskusi antara Kementerian dan Lembaga mengenai Permendag Nomor 8 Tahun 2024 bukan bertujuan untuk merevisi peraturan itu, melainkan untuk meninjau kembali beberapa poin yang memang memerlukan evaluasi.
"Bukan revisi, tapi review. Ya review itu kan setiap saat boleh. (Sebab) Permendag terkait dengan kebijakan impor itu dinamis. Dia akan selalu berkembang sesuai dinamika ekonomi kita, kita enggak boleh kaku juga. Jadi itu terus berkembang," ucap dia.
Dia juga merespons soal rencana pembentukan tim khusus untuk merevisi kebijakan tersebut. Dia menyebut sifatnya hanya koordinasi antara kementerian/lembaga terkait. Nantinya, dalam pembahasan itu sebagai masukan untuk dikaji kembali.
"Bukan tim khusus ya sifatnya. Nah ya namanya ngobrol-ngobrol, koordinasi. Dan ini bukan revisi, tapi review. Nah nanti kita minta masukan dari K/L lain. Kan sebenarnya Permendag 8/2024 itu kan banyak kebijakan-kebijakan dari K/L lain. Jadi, itu perlunya review, seperti itu," bebernya.
Kemudian, saat ditanya wartawan apakah Budi akan menemui pihak Sritex, katanya sudah tidak perlu bertemu lagi. Sebab, dia sudah menjelaskan bahwa Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ini bukan sebuah masalah, melainkan sebuah upaya dari Kemendag dalam melindungi industri dalam negeri.
"Engga, nggak perlu (bertemu). Dari sini kan sudah tahu, sudah kita jelaskan. Mungkin (kemarin) beliau juga belum paham ini Permendag 8/2024," pungkasnya.
Permendag Picu PMI Kontraksi
Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Oktober 2024 berada pada posisi kontraksi dengan level yang sama dengan bulan sebelumnya, yaitu 49,2. S&P Global menyebut, PMI manufaktur 2024 dipengaruhi oleh penurunan output dan pesanan baru.
Adapun bulan Oktober ini menandai periode penurunan output dan pesanan di industri manufaktur yang terjadi sejak empat bulan terakhir. Sedangkan merosotnya PMI Oktober disinyalir akibat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif, menilai kontraksi PMI manufaktur Indonesia akan terus berlanjut selama tidak ada kebijakan yang signifikan untuk mendukung sektor manufaktur dan melindungi pasar dalam negeri, seperti revisi Peraturan Menteri Perdagangan No 8/2024.
“PMI Indonesia bulan Oktober 2024 oleh S&P Global merupakan bukti konkrit dampak dari Permendag 8/2024,” ujar Febri dalam keterangan tertulisnya, dikutip Minggu, 3 November 2024.
Febri menyebut, Permendag No 8/2024 menjadi salah satu penyebab merosotnya kinerja manufaktur lantaran pasar domestik Indonesia dibanjiri oleh produk jadi impor. Hal itu mudah terjadi lantaran Permendag No 8/2024 tidak memuat aturan penerbitan Persetujuan Teknis (Pertek) dari Kementerian Perindustrian untuk produk pakaian jadi.
Dari 518 kode HS kelompok komoditas yang direlaksasi impornya dalam kebijakan tersebut, Febri menyebut sekitar 88,42 persen atau 458 komoditas merupakan kode HS barang jadi yang sudah bisa diproduksi oleh industri dalam negeri. Dia menyebut, Permendag No. 8/2024 telah membuka pintu seluas-luasnya bagi produk jadi impor dan telah membanjiri pasar Indonesia.
“Jadi, kami mempertanyakan pernyataan Menteri Perdagangan bahwa Permendag No. 8/2024 bertujuan melindungi industri dalam negeri, terutama industri tekstil. Fakta yang terjadi justru sebaliknya,” tegas Febri.
“Permendag No. 8/2024 tidak mensyaratkan Pertek atau rekomendasi untuk mengimpor barang jadi ke pasar domestik Indonesia. Akibatnya, semua produk TPT, terutama produk jadi, dibukakan pintu impor seluas-luasnya oleh kebijakan tersebut,” sambungnya.
Kendati begitu, Febri menegaskan, Kemenperin tidak bisa bertindak sendiri dalam menjaga iklim yang kondusif bagi industri dalam negeri agar terus tumbuh dan menjadi tulang punggung untuk pencapai target pertumbuhan ekonomi 7-8 persen yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto.
Pasalnya, Febri menyebut kebijakan Kementerian/Lembaga lain sangat menentukan kinerja manufaktur. Karenanya, dia meminta stakeholder pemerintah terkait untuk bisa menurunkan ego sektoralnya demi keberlanjutan nasib industri manufaktur.
“Kami meminta pada Kementerian/Lembaga lain untuk menurunkan ego sektoral masing-masing dalam rangka melindungi industri manufaktur dalam negeri. Kemenperin sudah meng-exercise semua tugas Pokok dan Fungsi kami sebagai Pembina Industri demi mendongkrak pertumbuhan industri, guna mencapai pertumbuhan ekonomi 7-8 persen,” tegasnya.
Adapun salah satu kebijakan dari kementerian dan lembaga lain yang juga dibutuhkan dan mendesak saat ini oleh Kemenperin dan industri adalah pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) pakaian jadi. Sebelumnya, Kemenperin sudah mengusulkan BMTP pakaian jadi dan dibahas di Bandung beberapa waktu lalu.
“Namun Kementerian/Lembaga terkait masih menolak usulan tersebut. Sektor industri benar-benar membutuhkan perlindungan pada pasar produk jadi atau produk hilir. Sehingga perlu segera ada tindakan nyata agar industri manufaktur bisa bertahan,” pungkasnya. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.