KABARBURSA.COM – Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) sekaligus Guru Besar Universitas Paramadina Didik J. Rachbini menawarkan perspektif ekonomi politik untuk melihat kejatuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) signifikan kemarin. Kombinasi antara dinamika ekonomi dan politik menimbulkan pertanyaan di kalangan investor dan pelaku ekonomi.
“Yang harus diingat oleh pemerintah adalah bahwa lebih dari dua pertiga permasalahan ekonomi bersumber dari politik. Sebaliknya, tantangan terbesar dalam politik adalah persoalan ekonomi,” kata Didik kepada awak media di Jakarta, Jumat, 21 Maret 2025.
Menurutnya, pasar modal berfungsi sebagai alarm atau wake-up call bagi pemerintah dan pengambil kebijakan. Kejatuhan indeks harga saham yang terjadi belakangan ini lebih didominasi oleh faktor politik dibandingkan ekonomi semata.
"Faktor ketidakstabilan ini menjadi pemicu pasar untuk menolak kondisi politik yang tidak kondusif, sehingga modal cenderung hengkang ke tempat yang lebih stabil," jelasnya.
Data menunjukkan bahwa arus modal asing mulai bergerak keluar dari Indonesia dalam beberapa pekan terakhir. Investor cenderung mengalihkan investasinya ke instrumen yang lebih stabil, baik dalam bentuk aset luar negeri maupun komoditas yang lebih tahan terhadap gejolak politik.
“Pasar modal adalah refleksi dari kepercayaan terhadap pemerintah. Jika kepercayaan itu tergerus, maka pasar akan merespons dengan mengalihkan dananya ke instrumen yang lebih aman,” tegas peneliti senior Indef tersebut.
Selanjutnya, Didiek menegaskan bahwa peran politik, terutama terkait dinamika di tubuh militer, tidak bisa diremehkan dalam memengaruhi kondisi ekonomi nasional.
"Jangan anggap remeh politik TNI yang diolah dan dimasak oleh segelintir orang dalam kekuasaan. Hal ini memiliki hubungan langsung dengan kondisi ekonomi,” tambah dia.
Ia menambahkan bahwa demokrasi yang dibangun kembali pada era reformasi setelah lebih dari 30 tahun dikuasai oleh rezim otoriter, kini menghadapi ancaman serius.
Jika tidak dijaga, demokrasi berisiko tergelincir kembali ke dalam sistem etatisme, militerisme, serta dwifungsi yang justru akan merusak masa depan tata kelola negara.
Menurut Didik, ekosistem demokrasi yang sudah mengalami kerusakan selama pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) tidak serta-merta bisa diperbaiki dalam kepemimpinan baru.
Dengan ketidakpastian politik yang masih membayangi, semua pihak kini menunggu langkah konkret pemerintah untuk memastikan stabilitas politik dan ekonomi ke depan. Jika tidak ada kepastian, maka tekanan terhadap pasar modal diprediksi akan terus berlanjut dalam waktu dekat.
Senada dengan Didik, pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan bahwa anjloknya IHSG merespons sikap Presiden Prabowo Subianto yang seringkali terlihat meremehkan saham.
"Anjloknya IHSG bisa menjadi alarm bahaya bagi kemampuan negara membiayai masa depan, termasuk program-program Prabowo sendiri," ujar Achmad Nur Hidayat dalam keterangannya di Jakarta kepada Kabarbursa.com, Kamis 20 Maret 2025.
Achmad menjelaskan, sikap Prabowo yang menganggap kejatuhan IHSG tidak perlu dikhawatirkan karena rakyat kecil tidak bermain saham justru menunjukkan pemahaman yang keliru.
"Alasan beliau sederhana, rakyat kecil dan dirinya sendiri tidak bermain saham. Tapi, apakah benar krisis di pasar saham hanya urusan 'pemain bursa'? Ternyata tidak," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan, IHSG bukan hanya sekadar urusan pelaku pasar, tetapi juga cerminan kepercayaan global terhadap stabilitas ekonomi Indonesia. Ketika IHSG turun drastis, investor asing cenderung menarik dana dari pasar domestik, yang berdampak langsung pada kenaikan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN).
"Saat IHSG anjlok 6 persen pada Maret lalu, ada indikasi kuat bahwa investor asing mulai menarik dana besar-besaran Rp26,9 triliun. Mereka khawatir dengan risiko ekonomi Indonesia, seperti melemahnya rupiah, defisit anggaran, atau ketegangan politik," pungkasnya.
BEI Terapkan Trading Halt
Sebelumnya, situasi IHSG yang mengkhawatirkan para investor ini memicu trading halt atau penghentian sementara perdagangan di BEI, tepat pada pukul 11:19:31 WIB.
Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad, menjelaskan keputusan ini dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. “Hal ini dilakukan sesuai dengan Surat Keputusan Direksi BEI Nomor: Kep-00024/BEI/03-2020 tanggal 10 Maret 2020 perihal Perubahan Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia dalam Kondisi Darurat,” jelasnya dalam keterangan resmi yang diterima KabarBursa.com.
Perdagangan kembali berlanjut pada pukul 11:49:31 WIB tanpa ada perubahan skenario. Saat trading halt terjadi, IHSG sudah turun 325 poin ke level 6.146 dengan 552 saham melemah, 97 saham menguat, dan 197 saham stagnan.
Padahal, IHSG sebenarnya hanya turun tipis saat pembukaan perdagangan pagi, yakni 0,17 persen atau 11 poin ke level 6.460. Berdasarkan data RTI Business, sesi awal ini mencatatkan 337,48 juta saham yang ditransaksikan dengan nilai mencapai Rp318,17 miliar dalam 20.918 transaksi. Saat itu, masih ada 174 saham yang menguat, sementara 71 saham tertekan dan 217 saham stagnan. (*)