KABARBURSA.COM - PT Pertamina (Persero) akan menerapkan sistem QR Code dalam pembelian bahan bakar minyak subsidi jenis Pertalite di beberapa daerah, seperti Aceh dan Kepulauan Riau.
Menurut Vice President Corporate Communication PT Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, sistem ini mengikuti keberhasilan penerapan QR Code pada pembelian Solar. "Solar telah sepenuhnya menggunakan QR Code, dan itu terbukti efektif dalam mengontrol kuota BBM subsidi," ujarnya di Jakarta, Rabu, usai membuka Kick Off AJP 2024.
Fadjar menjelaskan bahwa Pertamina akan melaksanakan skema QR Code secara bertahap di berbagai wilayah. "Kami tidak dapat menerapkan sistem ini secara keseluruhan sekaligus. Kami akan memulainya di kota-kota yang telah disebutkan," tambahnya.
Langkah ini diambil setelah keberhasilan penerapan QR Code pada pembelian BBM jenis Solar. Pertamina kini sedang gencar melakukan sosialisasi dan pendataan untuk pembelian Pertalite melalui QR Code, dengan harapan agar masyarakat yang terdaftar dapat dijangkau lebih luas dan sesuai dengan target.
"Kami berharap sistem ini dapat membantu menjaga kuota BBM subsidi. Dengan begitu, masyarakat juga dapat lebih terbiasa dengan mekanisme ini," jelas Fadjar.
Sementara itu, PT Pertamina Patra Niaga Regional Sumatera Utara telah memulai sosialisasi penggunaan QR Code untuk pembelian Pertalite subsidi di wilayah Kepulauan Riau. Area Manager Communication, Relation & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagut, Susanto August Satria, menjelaskan bahwa penerapan ini bertujuan memastikan penyaluran BBM subsidi lebih tepat sasaran dan menghindari penyelewengan.
"Penggunaan QR Code untuk konsumen Pertalite akan mulai berlaku pada Oktober 2024," ungkap Satria. Ia juga menambahkan bahwa pendataan melalui QR Code tidak akan membatasi jumlah pembelian BBM Pertalite subsidi.
Realisasi Belanja Subsidi
Pemerintah telah membelanjakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) senilai Rp77,8 triliun periode Januari hingga Mei 2024. Realisasi belanja ini adalah subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM).
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut, realisasi belanja subsidi untuk BBM pemerintah dari APBN mengalami kenaikan 3,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu atau year on year (yoy). “Realisasi subsidi (BBM) mencapai Rp77,8 triliun, meningkat 3,7 persen dibandingkan Mei tahun lalu yang sebesar Rp75,1 triliun,” ujar Menkeu dalam konferensi pers APBN Kita, di Jakarta, Kamis, 27 Juni 2024.
Lebih lanjut, Sri Mulyani mengatakan bahwa belanja pemerintah untuk subsidi BBM memang mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Sebagai perbandingan, untuk periode yang sama tahun 2022, belanja subsidi tercatat Rp75,4 triliun. Ini mengalami peningkatan dari tahun 2021 sebesar 33,3 persen karena dipicu kenaikan harga minyak dunia yang signifikan.
Sementara pada 2021 dan 202, belanja pemerintah untuk subsidi BBM masing-masing mencapai Rp48,9 triliun dan Rp56,6 triliun. Hasilnya dalam tiga tahun berturut-turut, belanja subsidi tetap tinggi, dipengaruhi oleh kenaikan harga, volume, dan depresiasi rupiah. “Kenaikan ini merupakan kombinasi dari harga minyak, nilai tukar rupiah, dan volume,” jelas Sri Mulyani.
Anggaran subsidi digunakan untuk menyalurkan 5,57 juta kiloliter BBM, turun 1 persen (yoy), dan 2,7 metrik ton LPG, naik 1,9 persen (yoy). Subsidi listrik dinikmati oleh 40,4 juta pelanggan, naik 3,1 persen dari sebelumnya 39,2 juta pelanggan.
Dari sisi subsidi nonenergi, pemerintah menggunakan pendapatan yang dikumpulkan dari masyarakat untuk memberikan subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR). Penyaluran KUR meningkat menjadi Rp114,7 triliun, naik 42,9 persen (yoy) dari tahun lalu sebesar Rp80,3 triliun. Jumlah debitur juga meningkat dari 1,5 juta menjadi 2 juta orang.
“APBN bekerja langsung ke masyarakat melalui berbagai subsidi BBM, LPG, listrik yang dinikmati 40 juta pelanggan, dan usaha kecil sebanyak 2 juta yang menerima Rp114,7 triliun kredit dengan bunga bersubsidi,” tuturnya.
Mengenai perkiraan belanja subsidi ke depan yang terpengaruh oleh pelemahan rupiah, Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata menyatakan bahwa pemerintah akan menyampaikan Laporan Semester I APBN kepada DPR pada awal Juli, yang memuat proyeksi hingga akhir tahun.
“Laporan Semester I biasanya disertai dengan proyeksi hingga akhir tahun. Namun, sejauh ini kami terus berusaha mengelola agar tetap dalam rentang yang telah disediakan di dalam APBN,” ujarnya.
Isa menjelaskan di satu sisi, kurs rupiah meningkat cukup signifikan, tetapi menurut Isa harga minyak mentah Indonesia (ICP) secara rata-rata masih sesuai prediksi pemerintah. “Jadi kita belum terlalu mendapat tekanan untuk sisi ICP, tapi memang dari sisi kurs kita mulai mendapat tekanan untuk subsidi bbm ini,” jelasnya.
Isa mengatakan konsumsi BBM hingga saat ini juga masih dapat dikendalikan, sehingga alokasi anggaran untuk subsidi BBM masih bisa berada pada kisaran yang disiapkan pemerintah dalam APBN 2024. Selain itu, dia menambahkan bahwa pemerintah dan DPR RI telah menyepakati agar subsidi BBM bersifat fleksibel, yaitu menyesuaikan dengan kebutuhan untuk subsidinya.
Adapun, Kemenkeu mencatat realisasi anggaran subsidi yang telah digelontorkan pemerintah hingga Mei 2024 adalah sebesar Rp77,8 triliun, meningkat 3,7 persen secara tahunan. Jika dirincikan, anggaran subsidi energi telah terealisasi sebesar Rp56,9 triliun, sementara anggaran subsidi non-energi terealisasi sebesar Rp21 triliun. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.