KABARBURSA.COM – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan komitmennya untuk mendukung daerah-daerah yang terdampak penyesuaian Transfer ke Daerah (TKD) tahun anggaran 2026.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Restuardy Daud dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Sinkronisasi Program dan Kegiatan Kementerian/Lembaga Pemerintah Non-Kementerian dengan Pemerintah Daerah (Pemda) Tahun 2025, yang digelar di Kampus IPDN Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Senin,27 Oktober 2025 kemarin.
“Kami akan melihat mana daerah yang terdampak cukup dalam akibat penyesuaian dari TKD 2026 dan kami nanti akan di belakang untuk men-support,” ujar Restuardy dalam pernyataan resmi dikutip Selasa, 28 Oktober 2025.
Restuardy menambahkan, forum ini merupakan tindak lanjut dari arahan langsung Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian yang menekankan pentingnya konsolidasi kebijakan fiskal dan pembangunan menjelang penyusunan anggaran tahun 2026.
“Intinya, Bapak Menteri menyampaikan kepada kami bahwa forum ini setidak-tidaknya dapat menginisiasi langkah-langkah yang diperlukan terkait dengan penyusunan anggaran di 2026,” katanya.
Restuardy menjelaskan, sebagian besar daerah telah menyelesaikan dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) pada pertengahan Juli 2025 untuk kabupaten/kota dan akhir Juni 2025 untuk provinsi. Selain itu, berbagai daerah juga telah menuntaskan dokumen penting lain seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang menjadi acuan utama arah pembangunan daerah.
Menindaklanjuti arahan Mendagri, ia meminta daerah melakukan exercise dan efisiensi dalam pengalokasian anggaran, terutama pada sisi aktivitas dan penunjang, tanpa mengganggu layanan publik. “Di dalam RKPD sejatinya kita sudah melakukan pengelompokan untuk sub-kegiatan, yakni aktivitas, layanan, dan penunjang,” tegasnya.
Langkah efisiensi ini diharapkan mampu menjaga stabilitas fiskal daerah di tengah penyesuaian TKD tahun depan, sekaligus mendorong Pemda untuk lebih inovatif dalam mencari sumber pembiayaan pembangunan.
Sementara Dirjen Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri, Agus Fatoni, menegaskan pentingnya pemerintah daerah memahami regulasi dan kebijakan pengelolaan keuangan secara menyeluruh. Menurutnya, kepala daerah memiliki peran strategis sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Fatoni menyoroti fleksibilitas pemerintah daerah dalam mengelola keuangan, termasuk penggunaan Belanja Tidak Terduga (BTT) untuk kondisi darurat dan keperluan mendesak, tanpa harus menunggu perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Negara harus hadir, tidak usah menunggu waktu lagi, karena akan ada kerugian yang lebih besar,” tegas Fatoni, menekankan pentingnya respons cepat pemerintah daerah dalam menjaga layanan publik di situasi krisis.
Fatoni juga mendorong pemerintah daerah untuk mengoptimalkan berbagai sumber pembiayaan pembangunan. Tidak hanya mengandalkan dana transfer pusat, daerah diimbau memaksimalkan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta menggali peluang dariBadan Usaha Milik Daerah (BUMD) Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dan Kerja Sama Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha (KPDBU).
Selain itu, ia menilai banyak program kementerian dan lembaga pusat yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung agenda pembangunan daerah. “Daerah harus segera ambil peluang ini,” ujarnya.
Fatoni memastikan Kemendagri akan terus mendampingi dan memfasilitasi pemerintah daerah dalam menghadapi dinamika fiskal 2026. Ia menegaskan kesiapan jajarannya untuk berdiskusi dan memberikan pembinaan teknis sesuai dengan tugas dan kewenangan Kemendagri.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa alokasi TKD 2026 akan disesuaikan dengan kapasitas fiskal negara dan efektivitas penyerapan anggaran daerah selama dua tahun terakhir. Atau TKD yang tidak terserap akan ditarik lagi ke pusat.
“Sebagian dana transfer tidak produktif, serapan rendah, dan tidak memberikan dampak optimal terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena itu, pemerintah perlu melakukan rasionalisasi agar belanja fiskal lebih efisien dan tepat sasaran,” ujar Purbaya dalam keterangan pers di Jakarta, awal Oktober lalu.
Kebijakan ini disebut akan berdampak pada realokasi sebagian Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) ke sektor prioritas nasional seperti infrastruktur hijau, kesehatan, pendidikan, dan transformasi digital. Namun, sejumlah daerah dinilai berpotensi mengalami tekanan likuiditas akibat penurunan porsi TKD tersebut.(*)