Logo
>

Prabowo Curhat ke Negara Anggota: ASEAN Hadapi Trump!

Trump mengumumkan penerapan tarif minimal 10 persen terhadap semua impor barang dari seluruh dunia.

Ditulis oleh Pramirvan Datu
Prabowo Curhat ke Negara Anggota: ASEAN Hadapi Trump!
Prabowo melakukan telewicara dan bertukar pandangan dengan beberapa Perdana Menteri.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM -  Presiden RI Prabowo Subianto bersama pemimpin empat negara anggota ASEAN lainnya berkomunikasi untuk membahas respons terhadap kebijakan tarif resiprokal atau timbal balik dari Amerika Serikat (AS) yang diumumkan Presiden AS Donald Trump.

    Pada Rabu 2 April lalu, Trump mengumumkan penerapan tarif minimal 10 persen terhadap semua impor barang dari seluruh dunia, termasuk Indonesia yang dikenakan tarif impor 32 persen.

    Dalam menghadapi hal tersebut, Prabowo melakukan telewicara dan bertukar pandangan dengan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, Sultan Brunei Hassanal Bolkiah, Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr dan Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong.

    "Hari ini saya berkesempatan melakukan diskusi melalui telepon dengan para pemimpin negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, Filipina, Brunei Darussalam, dan Singapura, untuk memperoleh pandangan dan mengoordinasikan tanggapan bersama mengenai masalah tarif timbal balik oleh Amerika Serikat (AS)," ujar Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim dalam akun Instagram @anwaribrahim_my, dikutip Sabtu (5/4).

    Ia juga mengatakan bahwa pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN yang akan digelar pada Minggu depan akan menindaklanjuti pembicaraan terkait solusi terbaik menghadapi penerapan tarif resiprokal AS tersebut. 

    "Insyaallah, Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN minggu depan akan terus membahas masalah ini dan mencari solusi terbaik bagi seluruh negara anggota," sambungnya.

    Adapun, tarif resiprokal yang dikenakan AS terhadap negara-negara ASEAN yaitu Malaysia dan Brunei Darussalam 24 persen, Filipina 17 persen, Singapura 10 persen, Kamboja 49 persen, Laos 48 persen, Vietnam 46 persen, Myanmar 44 persen dan Thailand 36 persen.

    Kemungkinan Tutup Keran Ekspor

     Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengayunkan palu tarif, kali ini mengarah tepat ke jantung ekonomi Asia Tenggara yang tengah tumbuh cepat. Vietnam, Thailand, Indonesia, dan Malaysia—yang menjadi simpul penting dalam rantai pasok global—resmi masuk daftar “aktor nakal” versi Washington dengan beban tarif resiprokal mulai dari 24 persen hingga 46 persen.

    AS akan mengenakan tarif dasar sebesar 10 persen untuk seluruh impor, plus tambahan tarif spesifik untuk negara-negara yang dianggap bermasalah dalam perdagangan. Dalam daftar itu, Vietnam dibebani tarif tertinggi 46 persen, disusul Thailand 36 persen, Indonesia 32 persen, dan Malaysia 24 persen.

    Kabar ini langsung mengguncang pasar Asia. Indeks saham di berbagai negara langsung memerah pada Kamis, 3 April 2025. Indeks acuan Vietnam sempat longsor hingga 6,7 persen, sementara saham-saham di Thailand turun 1,4 persen. Bursa Malaysia hanya melemah 0,5 persen, sedangkan pasar Indonesia tengah libur.

    Para analis dibuat kaget oleh besarnya lonjakan tarif ini. Langkah Trump tersebut dinilai akan menjadi tantangan berat bagi kawasan yang selama ini sangat bergantung pada ekspor. “Dengan AS menyumbang sekitar 15 persen dari total ekspor kawasan, lonjakan tarif sebesar 20 hingga 35 persen jelas jadi penghambat pertumbuhan yang signifikan, terutama untuk negara-negara yang sangat terbuka terhadap perdagangan,” ujar Kepala Strategi Makro Pasar Berkembang T. Rowe Price, Chris Kushlis, dikutip dari The Wall Street Journal, Kamis.

    Dalam catatan resminya, analis dan ekonom Barclays menambahkan, “Dalam jangka pendek, tarif-tarif ini kemungkinan akan mengerem ekspor kawasan secara keseluruhan.”

    Namun efeknya tak hanya datang dari tarif langsung. China—mitra dagang terbesar ASEAN—juga terkena tarif resiprokal sebesar 34 persen di luar tarif sebelumnya. Jika eksportir China mengalihkan barang ke pasar Asia Tenggara sebagai pelarian, itu bisa membanjiri pabrikan lokal dan memicu tekanan deflasi.

    Ekonom Maybank, Erica Tay, menyatakan, “Tarif yang lebih tinggi bisa memangkas ekspor dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.” Ia juga memperingatkan soal kemungkinan barang-barang asal China berpindah ke Thailand dan Indonesia yang bisa menciptakan guncangan harga.

    Kini pasar menunggu reaksi dari negara-negara Asia Tenggara. Beberapa negara disebut-sebut telah mencoba melobi Washington di menit-menit akhir, namun gagal. “Vietnam sempat melakukan upaya terakhir untuk menghindari tarif, tapi tidak berhasil,” kata Kepala Riset Asia-Pasifik ING, Deepali Bhargava.

    Ekonom Morgan Stanley yang dipimpin Chetan Ahya menyebut Vietnam akan kesulitan menegosiasikan tarif yang lebih rendah. Prospek untuk Thailand dan India juga tidak mudah, namun mereka melihat ada lebih banyak peluang negosiasi untuk Indonesia.

    Menyusun Langkah Dengan Washington

    Dari sisi respons resmi, tampaknya pembalasan tidak menjadi pilihan untuk saat ini. Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, dalam pernyataan di X (dulu Twitter), mengatakan negaranya memahami kebutuhan AS untuk menyeimbangkan perdagangan dengan para mitra. Media lokal juga melaporkan bahwa pejabat Thailand tengah menyusun langkah negosiasi dengan Washington.

    Malaysia pun menyatakan tengah aktif berdiskusi dengan otoritas AS demi menjaga hubungan dagang yang adil. Kementerian Perdagangan negara itu menekankan bahwa meskipun memandang serius kebijakan tarif ini, mereka tidak berencana melakukan tindakan balasan, dan tetap berkomitmen pada perdagangan bebas dan adil.

    Sementara itu, menurut portal berita resmi Vietnam, pemerintah telah menggelar rapat darurat membahas langkah setelah pengumuman tarif ini. “Vietnam berharap AS akan memiliki kebijakan yang selaras dengan hubungan baik antara kedua negara,” demikian bunyi pernyataan mereka.

    Bhargava dari ING masih melihat adanya peluang bagi negara-negara ASEAN untuk menegosiasikan pengurangan beban tarif. “Vietnam kemungkinan akan terus bernegosiasi dengan AS dengan menawarkan konsesi tambahan, seperti menurunkan bea impor,” ujarnya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Pramirvan Datu

    Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.