KABARBURSA.COM - Pengamat Ekonomi Salamuddin Daeng menyoroti program digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Dia menilai program tersebut gagal melakukan efisien dan mengurangi subsidi BBM.
Dia mencurigai, program digitalisasi SPBU tersebut hanya akal-akalan saja untuk kepentingan proyek kalangan tertentu saja.
“Apakah ini disengaja? Siapa yang diuntungkan dari situasi ini?” kata Salamuddin kepada Kabar Bursa di Jakarta, Minggu, 22 September 2024.
“Ketidakpuasan terhadap hasil digitalisasi menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam mencari solusi yang efektif,” sambungnya
Dia pun menekankan penting bagi pemerintah untuk menjajaki kerjasama dengan SPBU swasta yang tidak menerima subsidi dan kompensasi. Meningkatkan promosi bagi SPBU swasta dapat menjadi strategi yang efektif untuk menarik lebih banyak konsumen.
Dengan begitu, penjualan BBM di SPBU swasta dapat meningkat, secara signifikan mengurangi beban subsidi yang ditanggung oleh APBN.
Sementara, peningkatan penyaluran Pertalite, Solar, dan Elpiji ukuran 3 Kg berdampak positif pada pendapatan dan keuntungan bagi Pertamina. Namun, bagi pemerintah, semakin banyak BBM yang terjual, semakin besar pula subsidi yang harus dikeluarkan. Hal ini menciptakan terjadinya bentrokan kepentingan yang menghambat pengendalian subsidi.
“Jika pemerintah berharap Pertamina akan membatasi penjualan BBM subsidi, itu seperti berharap pada sesuatu yang tidak mungkin,” ujarnya
Ia mengatakan dalam kondisi yang semakin sulit, pemerintah dihadapkan pada dilema besar. Berbagai solusi seperti pengurangan distribusi atau pembatasan penjualan tampak tidak realistis tanpa mengorbankan akses masyarakat terhadap bahan bakar yang terjangkau.
Langkah tersebut dinilai sebagai alternatif yang tidak menimbulkan kontroversi. Pemerintah bisa mendorong meningkatkan minat masyarakat terhadap SPBU swasta tanpa harus menaikkan harga BBM atau menerapkan pembatasan yang dapat merugikan konsumen.
“Dengan pendekatan yang lebih strategis dan fokus pada promosi SPBU swasta, diharapkan pemerintah dapat menemukan solusi untuk mengatasi masalah subsidi tanpa harus menghadapi tantangan lebih lanjut," ujarnya.
Lindungi Kelas Menengah
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi Rachmat Kaimuddin memastikan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi tidak akan memberatkan masyarakat, khususnya kelas ekonomi menengah.
“Kami pastikan harga BBM bersubsidi tidak naik, dan pasokannya tetap terjaga,” kata Rachmat.
Dia menjelaskan, kebijakan pembatasan BBM bersubsidi akan disesuaikan dengan tipe mesin kendaraan, tanpa mengurangi akses bagi kendaraan bermesin kecil.
“Justru kebijakan ini dirancang untuk melindungi kelas menengah. Mereka tetap bisa mengakses BBM bersubsidi yang kualitasnya, lebih baik dan rendah polusi,” ujar Rachmat.
Pemerintah, lanjut Rachmat, berencana akan membatasi penggunaan BBM bersubsidi hanya untuk kendaraan roda empat dengan kapasitas mesin besar. Namun, kendaraan bermesin kecil dan motor akan tetap bisa menggunakan Biosolar dan Pertalite yang merupakan produk BBM bersubsidi.
Kebijakan ini, menurut Rachmat, hanya akan berdampak pada kurang dari tujuh persen dari total kendaraan.
“Hanya sedikit yang terdampak dari kebijakan ini, yaitu di bawah tujuh persen kendaraan. Kebijakan ini dilakukan untuk melindungi lebih dari 93 persen kendaraan,” tuturnya.
Selain itu, Rachmat juga menampik anggapan kebijakan ini akan memberatkan kelas menengah. Menurutnya, pemerintah telah merancang kebijakan yang memastikan kelas menengah tetap dapat menikmati BBM bersubsidi yang lebih berkualitas dan rendah polusi, tanpa perlu khawatir akan adanya kenaikan harga.
Dua Regulasi BBM Subsidi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya menyatakan akan segera menerbitkan dua regulasi terbaru dalam bentuk Peraturan Menteri ESDM (Permen ESDM) yang mengatur tentang BBM.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi menjelaskan bahwa dua Permen tersebut akan mengatur kategori konsumen yang berhak menerima BBM subsidi serta peraturan mengenai BBM rendah sulfur.
“Regulasi pertama akan mengatur siapa saja yang berhak mendapatkan BBM bersubsidi, sementara yang kedua fokus pada perhitungan biaya untuk BBM rendah sulfur,” terang Agus
Menurut Agus, meskipun kedua aturan ini berdiri sendiri, keduanya saling terkait. BBM rendah sulfur bertujuan mengurangi emisi yang mayoritas berasal dari sektor transportasi. Sementara itu, pengaturan mengenai pengguna BBM subsidi penting untuk memastikan bahwa anggaran pemerintah yang terbatas bisa dialokasikan secara efektif untuk pengembangan BBM rendah sulfur.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan bahwa ia akan mengadakan rapat dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membahas bagaimana memastikan penyaluran BBM subsidi tepat sasaran.
“Nanti kami akan rapat dengan Bapak Presiden (Jokowi) untuk memastikan penyalurannya tetap sasaran,” kata Luhut. (*)